Share

Part 9 : Gerombolan Pemabuk

"Apa sih yang kamu lakukan di sini? asal kamu tau ya! beberapa pekerja gak fokus kerjanya karena ngomongin kamu, ada juga yang bergerombol ninggalin pekerjaannya karena lihatin kamu kayak anak kecil main air di sini, mendingan kamu di rumah saja deh! dari pada bikin mereka gak fokus sama kerjaannya!" teriak Fero pada Sinta.

"Kamu ini napa sih, datang-datang kok marah-marah gitu? ganti hobi baru nih sekarang?" sahut Sinta balik bertanya.

"Hobi baru? hobi baru apa sih? kalau ngomong itu yang jelas?!"

"Kamu kan sekarang punya hobi baru marah-marah! padahal dulu waktu deketin aku, kamu itu baik, perhatian, meski cenderung tegas tapi sedikitpun kamu gak pernah marah-marah, tapi sekarang sedikit-sedikit marah, jadi aneh saja ngelihatnya!"

"Aneh?"

"Iya jadi aneh, berubah drastis 180 derajat!"

"Aku sendiri juga gak tau, kenapa kalau ketemu kamu bawaannya pingin marah-marah? kamu selalu bikin aku emosi, apa lagi lihat gaya kamu yang sok kecentilan itu, makin jijik aku ngelihatnya!"

"Makin jijik apa makin jijik? cuma ngingetin aja loh ya! biasanya sesuatu yang kita benci ataupun jijik itulah nanti yang pada akhirnya bisa membuat kita jatuh cinta!"

"Nah…ini! sikapmu yang sok kepedean ini bikin aku eneg jadinya, denger baik-baik! apa yang kamu katakan barusan itu hanya berlaku untuk diri kamu sendiri dan orang lain, itu tidak akan pernah berlaku untuk aku, jadi apa yang ada dalam pikiranmu itu tidak akan pernah bisa mempengaruhiku sedikitpun, ingat itu baik-baik!" ucap Fero serius, lalu bergegas pergi untuk melanjutkan berkuda sambil mengawasi para pekerja perkebunan.

"Hemmm… teruslah membenciku! maka aku akan membalasmu dengan segenap cintaku! kalaupun aku ini sok kepedean, sok kecentilan itu kan sama kamu suamiku sendiri, bukan sama laki-laki lain di luar sana, maka semakin kamu membenciku, aku semakin percaya bahwa suatu saat nanti kamu akan merindukanku, kamu akan mencintaiku aku yakin itu!" ucap Sinta lirih sambil tersenyum.

Jujur saja Sinta tidak yakin dengan apa yang telah diucapkannya barusan bahwa Fero suatu saat nanti akan mencintai dan merindukannya, namun setidaknya kata-kata tersebut nyatanya sangat mujarab untuk membuatnya memotivasi diri sendiri agar tidak putus asa dalam mengharapkan ketulusan dan cinta dari suaminya, karena hanya itulah keinginannya selama ini, tidak lebih!.

***

Malam itu bulan bersinar terang, Sinta yang sudah dari tadi berada di balkon sedang memandangi gemerlap bintang-bintang yang bertaburan dengan begitu elok. Entah kenapa tiba-tiba ia teringat saat pertama kali bertemu dengan Fero di sungai. Teringat pula saat-saat Fero mendekatinya juga meyakinkannya bahwa Fero benar-benar mencintainya, saat itu hatinya begitu berbunga-bunga, saat itu ia merasa bahwa hidup begitu indah. Allah begitu adil dengan mengirimkan seorang pangeran tampan, gagah, penuh kasih sayang dan juga baik hati untuknya, ia begitu merindukan saat-saat itu.

"Ngapain kamu malam-malam di sini, kamu tidak sedang merencanakan sesuatu kan?" Tanya Fero  yang tiba-tiba datang kemudian berdiri di sampingnya.

"Enggak, memangnya kamu bisa membaca pikiranku sekarang ini aku mau merencanakan apa?" tanya Sinta

"Malah balik tanya lagi, jangan-jangan kamu sedang bersiap-siap mau lompat dari sini?! karena biasanya orang kalau sudah putus asa, merasa hidupnya itu menderita, terus nangis-nangis sendiri gak jelas, ujung-ujungnya lompat tuh dari balkon ini!"

"Haa… maksud kamu itu aku?"

"Ya iya lah kamu, terus siapa lagi? yang sekarang sedang berada di balkon ini kan kamu, yang biasanya suka nangis-nangis gak jelas itu juga kamu!"

"Terus maksud kamu, aku dengan begitu mudahnya akan menyia-nyiakan hidup dengan cara lompat dari sini? he..he..lucu sekali!" 

"Apanya yang lucu? sudah menjadi kebiasaanmu kan merekayasa segala sesuatu, mendramatisir keadaan bahkan bersandiwara, iya kan?"

"Meski penilaianmu kepadaku selalu buruk, jahat atau apalah itu, lebih baik aku menyerahkannya kepada waktu, karena biarlah waktu yang akan menjawab semuanya. Kebaikan itu sekalipun tidak dihargai, tidak dianggap bahkan tidak dipercaya akanlah tetap menjadi baik, tapi sebaliknya kejahatan apapun itu meski ditutupi sedemikian rupa bangkainya akan tercium juga. Jadi meskipun seseorang menuduhku melakukan, sesuatu yang sama sekali tidak aku lakukan, ya sudah! toh kalau dijelaskan dengan yang sebenar-benarnya kamu sedikitpun tidak akan mau percaya!" ujar Sinta panjang lebar kemudian bergegas pergi.

"Loh..hey, main pergi gitu aja, aku belum selesai bicara!" protes Fero

"Bicara sendiri saja tuh sama angin, aku ngantuk!" sahut Sinta masa bodoh.

"Dasar cewek aneh, ini cewek memang bermental baja, terbuat dari apa sih dia itu, masak kata-kataku masih kurang kasar?! karena semakin aku membuly dia, semakin tenang-tenang saja dia!" gerutu Fero lirih.

~ Esok Hari ~

Hari itu Sinta bangun lebih pagi dari hari-hari sebelumnya, ia ingin memasak untuk sarapan di dapur. Kemudian dilihatnya bahan-bahan yang ada di kulkas, ada ayam dan daun seledri,

"Bik, suami saya suka bubur ayam tidak?" tanya Sinta pada Bik Narti

"Wah, suka banget Non, itu menu kesukaan Tuan atu Non!" jawab Bik Narti

"Terus Bibik ada stock kerupuk mentah yang bulet kecil gak? itu kerupuk yang biasanya buat gado-gado itu loh bik?"

"Wah lengkap Non, ini ada 5 macam kerupuk mentah dengan jenis yang berbeda dan juga sudah saya jemur semua kerupuknya kemudian saya letakkan di masing-masing toples, Non tinggal pilih saja mau goreng yang mana?"

"Wah, Bik Narti memang top deh!" puji Sinta pada Bik Narti.

"He..he..he...Non Sinta bisa aja!" Sahut Bik Narti sambil tersenyum lebar.

Dengan cekatan Sinta merebus ayam ke dalam panci, sambil menunggu kaldunya matang, ia menggoreng kerupuk lalu ditiriskan sampai dingin untuk kemudian dipindah ke toples kaca. Kurang lebih 45 menit kaldu ayam sudah matang, kemudian ia bagi menjadi dua bagian, sebagian ia gunakan untuk membuat kuah, yang sebagian lagi ia gunakan untuk memasak nasi hingga menjadi bubur, namun sebelum itu terlebih dahulu ia mengupas bawang merah, bawang putih, kemiri dan juga kunyit lalu dipanggang di atas api, setelah selesai semua bahan diblender, Barulah kemudian ditumis hingga harum. Tak lupa ia masukkan kaldu ayam, merica bubuk, sereh, daun salam, kecap manis, kecap asin, garam dan gula. Beberapa saat kemudian bubur yang sudah matang ia ambil beberapa centong, lalu diletakkan di dalam mangkok, kemudian ia tuangkan kuah di atasnya, setelah itu barulah diberi ayam suwir, bawang goreng, daun seledri serta kerupuk di atasnya. Kini bubur ayam buatan Sinta sudah siap untuk disajikan di meja makan. Selanjutnya Sinta membuatkan teh manis untuk Fero, kemudian diletakkan pula berdampingan dengan bubur ayam di meja makan. Beberapa saat berselang Fero yang sudah mengenakan jas dengan rapi telah berada di meja makan dengan meletakkan tas kerja di kursi sebelahnya.

"Hemm…harum sekali bubur ayamnya, sepertinya enak!" ujar Fero dalam hati, tanpa berpikir seribu kali Fero pun menyantap bubur ayam di hadapannya itu hingga habis tak bersisa, setelah itu diminumnya pula teh hangat hingga tersisa seperempat gelas.

"Bagaimana Tuan Fero rasa bubur ayamnya, lebih enak yang sekarang apa yang sebelum-sebelumnya?" tanya Bik Narti

"Yang sekarang buburnya lebih enak Bik, rasanya lebih pas di lidah saya, ini resep baru ya?" jawab Fero dengan yakin.

"Kalau yang sebelum-sebelumnya itu saya yang masak Tuan, tapi bubur ayam yang barusan Tuan makan sampai habis itu Nona Sinta yang memasaknya!" jawab Bik Narti keceplosan, menyadari hal itu Si Bibik spontan menutup mulut dengan kedua tangannya, sedang Fero mendengar kalau bubur ayam yang barusan ia santap dengan lahapnya itu bikinan Sinta sontak saja terbatuk-batuk.

"Uhuk..uhuk, jadi bubur ayam yang saya makan barusan itu Sinta yang masak, apa bibik serius, memangnya dia bisa masak seenak ini?" tanya Fero tidak percaya.

"Iya Tuan, saya serius, itu memang masakan Non Sinta, dia rela bangun pagi-pagi sekali hanya untuk masakin Tuan. Non Sinta kalau di dapur cekatan Tuan, terbukti juga rasa masakannya juga tak kalah dengan masakan restoran, tapi jangan marahi Non Sinta ya Tuan! saya mohon dengan sangat Tuan!"

"Saya tidak akan marah, Bik Narti tenang saja, lalu di mana dia sekarang?"

"Di dapur tuan, sedang mencuci peralatan memasak!"

Mengetahui Sinta ada di dapur, Fero mengambil mangkok dan gelas teh agar dicuci pula oleh Sinta, ia pun mendekati Sinta yang sedang mencuci peralatan memasak.

"Kamu buatin aku sarapan pagi dan juga segelas teh tidak kamu masukin racun kan di dalamnya?" bisik Fero persis di telinga Sinta

"Wah ini pasti ulah bik Narti, kok dia bisa tau kalau aku yang masak barusan?!" Batin Sinta.

"Hallo…..?!" ucap Fero sambil melambaikan telapak tangannya persis di depan wajah Sinta.

"Sebenernya kalau tidak dosa sih maunya gitu, biar tidak ada yang galak dan marah-marah lagi sama aku!" jawab Sinta santai.

"Woowww, cukup berani sekali rupanya ya?! sampai segitunya pula, demi mendapatkan perhatianku sampai-sampai rela bangun pagi-pagi sekali untuk membuatkanku sarapan, very Clever ( sangat cerdik )!"

"Of course I’m very smart, otherwise I wouldn’t be able to marry you!  ( tentu saja aku sangat cerdik, kalau tidak begitu aku tidak akan bisa menikah denganmu )!" jawab Sinta fasih pula dengan menggunakan Bahasa inggris.

Spontan mereka saling memandang satu sama lain.

"Pesonamu ini, membuatku hampir menyerah, selain memiliki kecantikan yang alami, kamu juga mampu mengendalikan emosi, selain itu kamu juga cerdas, sebagai seorang wanita kamu benar-benar sempurna di mataku, andai saja kamu bukan….ah…!" bisik Fero dalam hati, setelah sadar dengan apa yang dirasakannya itu, Fero segera pergi untuk berangkat ke kantor. Sementara Sinta kembali melanjutkan mencuci peralatan memasak.

~ Senjapun tiba ~

Sinta berjalan menyusuri halaman rumah, untuk menikmati hembusan angin juga suasana di luar. Sesampainya di dekat pintu gerbang, ia melihat Fero yang sedang serius mengobrol dengan seseorang melalui handphone dengan posisi membelakanginya.

"Iya sayang aku juga merindukanmu, sudah lama kita tidak menghabiskan waktu berdua, sampai mana kamu sekarang, oke-oke aku tunggu, jangan lama-lama ya! I miss you too!" ucap Fero menutup pembicaraan sambil membalikkan badan, dan saat itu pula ternyata Sinta sudah ada di belakangnya. Sadar kehadirannya tersebut diketahui oleh Fero, Sinta pun segera berbalik arah, ia kembali melangkahkan kakinya menyusuri pintu gerbang hingga tak nampak lagi dari pandangan Fero. Sambil berjalan terus melewati jalan yang beraspal, Sinta masih kepikiran perihal Fero yang mesra sekali berbincang dengan seseorang di handphone barusan.

"Fero sedang menelfon siapa ya barusan? denganku saja kasar sekali bicaranya, sedangkan barusan dia begitu lembut dan mesra, apa dia sedang menelfon Nindy?" bisik Sinta dalam hati. Tanpa Sinta sadari langkah kakinya semakin jauh dari rumah, kemudian sesampainya di persimpangan jalan ada segerombolan pemuda yang tengah meneguk sebotol minuman keras.

"Lihat teman-teman! ada gadis cantik yang sedang berjalan sendirian di tempat sepi begini!" bisik salah satu di antara mereka.

"Wah iya, sayang sekali kalau kita sia-siakan begitu saja!" tambah yang lainnya pula

"Hallo cantik, mau ke mana nih? gabung sama kita yuk!" teriak salah satunya kepada Sinta.

"Haaa...! siapa mereka ini, sudah sampai mana aku sekarang? sepertinya aku sudah berjalan cukup jauh dari rumah?! " gumam Sinta sambil membalikkan badan kemudian berlari. Mengetahui hal itu tentu saja gerombolan pemuda tersebut tidak tinggal diam, sontak mereka mengejar Sinta. Sedangkan Sinta sendiri yang berusaha untuk berlari secepat yang ia bisa tak lupa mengangkat roknya lebih tinggi agar tidak membuatnya tertambat kemudian terjatuh, namun karena lari mereka lebih cepat, akhirnya mereka berhasil mengejar Sinta, dengan sigap mereka memagari Sinta agar tidak bisa melarikan diri, kemudian ditariklah tangan Sinta oleh salah seorang diantara pemuda tersebut.

"Mau lari ke mana gadis cantikku? tenang kami di sini tidak akan menyakitimu, justru kami akan mengajakmu menikmati indahnya hidup ini, ikut dengan kami ya!"

"Lepaskan aku, aku mohon biarkan aku pergi, lepas!" teriak Sinta ketakutan sambil menarik tangannya dengan kuat dari cengkeraman salah seorang diantara mereka.

" Sssstttt! tenang gadisku, jangan berisik ya! kalau kamu menurut, aku pastikan semua akan baik-baik saja!"

"Iya cantik, jangan takut kepada kami, kami akan membuatmu melayang-layang, ayo ikut saja dengan kami!"

"Tidak, lepaskan aku, lepas!" sahut Sinta dengan tetap menarik tangannya dengan kuat.

"Hemmm, mubadzir dong kalau kami melepaskan kamu, mana mungkin kami menyia-nyiakan gadis secantik kamu begitu saja?!"

"Heyy…lepaskan tangan kotor kalian!" teriak Mang Inyong yang tiba-tiba datang.

"Kamu jangan ikut campur ya! atau kami buat perhitungan sama kamu sekarang?!"

"Coba saja kalau berani, asal kalian tau ya! gadis itu adalah istri dari Tuan Fero Ardinata Prayuda, Pemilik Perkebunan dan Perusahaan teh di sini, kalau kalian sampai berani macam-macam dengan istrinya habis sudah kalian semua!"

"Kamu kira kami akan percaya begitu saja!"

"Baik saya akan telfon bos Fero sekarang! hallo Bos ini istri anda sekarang diganggu oleh segerombolan preman….,"

"Baik-baik… kami akan pergi, ayo teman-teman kita pergi dari sini!" teriak salah seorang dari mereka sambil mengedipkan matanya seolah memberikan sebuah kode mengajak teman-temannya untuk segera pergi, sepertinya dia adalah pimpinan dari mereka karena begitu mendapat instruksi darinya yang lain menurut untuk pergi meninggalkan Sinta dan Mang Inyong.

"Terima kasih ya Mang! saya tidak tau apa yang akan terjadi kalau tidak ada Mang Inyong di sini, saya benar-benar takut!"

"Saya minta tolong jangan pergi jauh-jauh dari rumah ya Non! di sini berbahaya sekali kalau hari sudah gelap. Sering sekali segerombolan pemuda suka mabuk-mabukan di sekitar sini!"

"Iya Mang sekali lagi terima kasih banyak ya mang! karena Mang Inyong sudah menolong saya!"

"Iya Non, sama-sama! kalau begitu mari pulang Non!"

Dengan menganggukkan kepala, Sinta mengikuti Mang Inyong untuk kembali pulang, karena hari sudah gelap ditambah dengan Sinta yang masih belum hafal jalan menuju rumah, dengan Nafas yang masih ngos-ngosan sehabis berlari tadi, Sinta mengikuti Mang Inyong yang lebih dulu berjalan di depannya sembari menunjukkan arah kembali pulang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status