*Happy reading*
"Lelet!"
Bianca mencebik kesal, saat lagi-lagi desisan sebal itu terdengar di depannya.
Sialan! Maunya apa sih, asisten Bosnya ini?
Apa dia gak bisa lihat, perbedaan ukuran kaki mereka?
Cih! Dia sih enak, satu langkah bisa bermeter-meter terlampaui, nah Bianca?
Udah pendek, pake rok span, pake heels, lagi! Jadi, coba bayangkan perjuangan Bianca, dalam menyamai langkah lebar Asisten bossnya itu.
Emang dasar cowok gak ada akhlak!
"Kamu bisa cepet, gak? Mereka sudah menunggu kita, Bianca!"
Bodo amat! Yang mau ngikut juga siapa? Orang lagi enak nonton drakor malah dibangunan-eh, dibangunin. Kan, kampret banget nih Babang jutek.
Ugh! Untung cakep. Coba kalau kagak. Bianca tampol juga dah tuh mulut bon cabe pake ulekan. Biar jadi sambel mercon sekalian.
"Ya kalo mau cepet, gandeng dong! Kalo perlu gendong bridal style. Biar romantis sekalian," cebik Bianca santai. Sukses menghadirkan pelototan tajam dari Alvaro.
"Ngelunjak kamu lama-lama. Saya tinggalin di sini, baru tau rasa kamu!" ancam Alvaro kemudian.
"Tinggalin aja! Palingan juga situ yang repot nanti. Hello! Situ gak lupa siapa saya, kan? Best friend-nya nyonya Bos nih, gini-gini juga. Jadi jan macem-macem ya, Sodara!" ancam Bianca jumawa. Sambil membusungkan dadanya yang menonjol berkat bantuan bra berbusa tebal.
Sejak tau sahabat kampretnya ternyata nyonya Bos. Bianca memang jadi besar kepala begini.
Woya jelas musti besar kepala! Kapan lagi coba, dia punya temen sultan. Secara, selama ini teman-temannya keturunan kampret semua. Nongol pas butuh, ngilang pas seneng.
Kan, apa itu gak anj--gitulah pokoknya!
"Saya harap, anda juga tidak lupa. Kalau saya juga Asisten kepercayaan suami nyonya Bos kamu. Satu kata saja keluar dari saya, habis karir Anda." Alvaro pun kembali mengancam dengan tatapan mata elangnya.
Sayangnya, yang dia ancam itu Bianca, yang gak punya rasa takut sama sekali.
Tentu saja bagi seorang Bianca, level antara asisten Bos dan sahabat nyonya Bos itu jelas lebih tinggi levelnya dia.
"Sok bae, atuh! Ikhlas abdi mah. Asal siap-siap aja saya kejar sampe ke lobang semut. Buat minta dinikahin," ucap Bianca setengah sinis.
"Kenapa kamu jadi minta dinikahi saya?" balas Alvaro dengan nada tinggi. Dia benar-benar nggak habis pikir dengan jalan pikiran Bianca.
"Ya, karena situ udah mutus rezeki saya. Jadi situ yang punya tanggung jawab menafkahi saya setelahnya. Gimana? Deal, kan?" ucap Bianca enteng. Namun selalu sukses membuat Alvaro meradang.
"Mimpi aja kamu!" tukas Alvaro sengit. Sebelum melengos meninggalkan Bianca, yang kini terlihat terseok-seok mengejar langkah Alvaro yang lebar-lebar.
"Alvaro, kampret!" maki Bianca yang untungnya tidak terdengar karena jarak mereka yang terlalu jauh.
"Gak, gak mau diculik!" seru Aika yang membuat Alvaro mempercepat langkah.
"Eh, Pak udah di sini?" ucap Alvaro yang pura-pura baru sadar dengan kehadiran mereka.
"Eh, Mas Al ngapain di sini?" Mata Aika berkedip berulang, membuat Alvaro tersenyum tipis selama beberapa detik.
Bianca menggeram, "Enak saja Babang lebih perhatian sama keluarga si Bos daripada sama dia! Lihat saja acting balas dendamnya."
"Ya, Bu. Saya juga ikut Bapak ini," jawab Alvaro dengan nada datar yang terdengar ramah di telinga Bianca.
Gimana nggak ramah, coba? Sedari tadi tuh babang tampan mulutnya pedas kalau sama dia. Giliran sama atasan langsung berubah manis beud kek gula aren. Kan Bianca syebel, ya?
Huh! Dasar muka dua! But it's ok. Bianca juga bisa, kok kalau begitu doang, mah. Huh! Drama time!
Bianca menghentak-hentak ketika mendekati sahabatnya. Nggak peduli dengan langkah terbatasnya karena rok span yang terlalu sempit dan heels yang terlalu tinggi.
Pokoknya, Kita lihat saja, siapa yang lebih berkuasa? Sahabat istri Bos atau Asisten Bos? Pasang mata baik-baik!
"Bi, lo ...." Aika menunjuk Bianca, dan terlihat ikut terkejut melihat kehadirannya di sana, "Ngapain lo di sini?" tanyanya kemudian dengan polos.
"Ya, ikut lah. Wong diajak, masa nolak," jawab Bianca santai mengamati kukunya yang baru dicat.
"Hah? Jadi kita bukan mau berduaan saja, Mas Boss?" Aika melirik Kairo.
"Ya, gak, lah. saya kan pernah bilang. Mereka yang bakal ngelayanin kita. Jadi, mereka ikut. Ayo!" Kairo mengulurkan tangan yang segera diterima Aika.
What? Jadi itu derajat sebenarnya Bianca di mata si Bos? Babu?
Ugh! Ternyata Bos sama Asistennya sama aja. Sama-sama kampretos!
Berhubung hati kembali tersulut api, Bianca tidak memperhatikan kalau mereka akhirnya masuk ke dalam pesawat pribadi.
Interiornya yang mewah, harusnya membuat mulut Bianca menganga lebar. Namun, duh, gimana ngomongnya. Dia itu sebenarnya takut ketinggian. Bianca lalu menoleh ke belakang, memperkirakan kecepatan untuk melarikan diri. Kira-kira dia bisa keluar hidup-hidup nggak?
Terus, ini gimana sekarang?
"Jalan, woy! Jangan diam saja di tengah jalan!" desis Alvaro dengan lirih, tepat di telinga Bianca.
Bulu-bulu halus di tengkuk Bianca berdiri, ketika merasakan embusan napas hangat Alvaro.
Setan, memang cowok satu ini. Mulutnya tajam bener, tapi sayangnya tampan. Jadi, Bianca tak kuasa marah terlalu lama.
Hatinya selalu lemah memang sama makhluk bernama cogan. Bawaannya bukan pengen marah, tapi pengen manja-manja kalau sama yang namanya cogan.
Namun sayangnya, cogan yang satu ini gualaknya minta ampun. Bikin Bianca mikir 1000x mau gebetnya juga. Mana gak ada gentle-gentlenya, lagi.
Kalau gentlemen itu, tangannya ada di punggung cewek kalau pas jalan bareng.
Noh, kaya Pak Boss di depan.
Nah, Kalau seperti setan tampan di belakangnya ini, itu dorong punggung cewek pas jalan bareng. Itulah yang dilakukan Alvaro untuk memaksa Bianca melangkah.
"Pulang sekarang boleh nggak, sih?" tanya Bianca yang tetap bergeming walaupun Alvaro mendorongnya.
Dia bahkan sudah balik badan, tapi tubuh Alvaro yang tegap menghalanginya. Bianca jadi merasa kerdil seketika.
Asem! Nih cowok sarapannya pasti tiang listrik. Tingginya di makan sendiri! Bagi Bianca ngapa?
"Jangan manja! Sana duduk!" ujar Alvaro yang memutar tubuh Bianca kemudian mendorongnya hingga terduduk di depan Aika.
"Anteng! Jangan banyak tingkah. Kalau tidak mau saya lempar dari jendela." Alvaro pun memberikan wejangan yang sangat sukses membuat Bianca tak berkutik di tempatnya.
Ya iyalah gak berkutik. Ini pesawat, cuy. Bukan angkot! Dilempar dari sini sampenya makam. Bukan got, lagi!
Gak percaya? Cobain sana!
*Happy reading*Sepanjang perjalanan Aika tampak santai mendengarkan musik dengan earphone. Sementara, Kairo sibuk dengan tablet di genggaman.Alvaro sendiri begitu tenang membaca koran. Namun, Bianca malah terlihat begitu tak nyaman dengan duduknya.Melihat itu, Aika pun melepas earphone. "Bi, lo kenapa?""Mual," bisik Bianca seolah berisyarat."Mmm, hahaha ...."Namun si Aika malah tak bisa menjaga mulutnya. Bukannya kasihan, malah ngakak gak tau diri, dan tawa Aika pun langsung membuat Kairo dan Alvaro menatapnya heran."Kamu, kenapa?" tanya Kairo, Bos Bianca sekaligus suami Aika.
*Happy reading*Bianca mencibir ketika melihat Alvaro duduk di seberangnya. Padahal seharusnya cowok itu duduk di sebelahnya. Coz yang namanya perhatian totalitas itu, harusnya nggak ditunjukin sepotong-sepotong seperti ini.Romantis dikit kek, kaya perlakuan si Bos sama Aika. Kan, Bianca juga pengen di perhatiin kek Aika gitu. Maklum Bianca lagi dalam mode iri, soalnya udah lama gak di bikin baper ma cowo.Adanya, malah di bikin nyesek mulu. Lah, ngapa jadi curhat si Bianca?"Pak, nggak duduk di sini?" tunjuk Bianca ke kursi sebelah setelah tidak bisa menahan diri lagi.Ceritanya, Bianca ngarep, cuy!"Kenapa juga saya harus duduk di situ? Biar kamu bisa modus pegangan
*Happy reading*Gara-gara batal ikut Bos ke Gemawang, cuti Alvaro pun dibatalkan secara sepihak.Pak Kairo menyuruhnya untuk mengawasi kantor, sementara beliau melakukan bulan madu bersama istrinya.Semua ini gara-gara Bianca!Dasar memang wanita pembawa sial! Awas saja, kalau ketemu Alvaro kutuk tuh cewek jadi ....Nah, panjang umur! Baru saja hendak dikutuk, eh cewek itu sudah nongol dengan gaya lenjehnya seperti biasa.Sok ngartis!Benar-benar memuakkan!Alvaro hanya diam ketika melihat wajah terkejut Bianca ketika mendapati dirinya ada di dalam lift.
*Happy reading*"Eh, eh, Gimana rasanya dekat-dekat dengan pak Alvaro, Bi? Duh, lutut gue pasti lemas banget, kalau bisa dekat kek lo tadi, sama cowok secakep itu."Selepas Alvaro pergi, setelah aksi heroiknya pada Bianca. Gadis itu pun langsung diserbu teman-teman kampret yang tadi mengisenginya."B aja tuh," jawab Bianca dengan acuh. Sambil duduk santai di kursi yang kali ini sudah dipastikan tak akan ditarik siapapun.Soalnya Bianca sudah memberi tatapan garang, pada teman di samping kanan dan kirinya, agar mereka tak berani berulah lagi.Huft ... akhirnya, bisa duduk juga!Bianca mendesah lega, sambil mengusap kedua pahanya diam-diam.
*Happy reading*"Maaf, Pak. Saya cari taksi saja."Dengan sigap, Alvaro mencekal tangan Bianca, saat gadis itu hendak melewatinya. Cowok itu menarik Bianca menuju sedan hitam mengkilat, yang terparkir di dekat mereka."Eh, Pak. Saya bilang, saya naik taksi saja, Pak. Masih ada perlu soalnya," tolak Bianca yang dengan konyolnya berpegangan pada tiang halte.Apaan sih, gadis ini?"Ck, Lepasin itu, Bianca! Jangan bikin malu!" Alvaro memelototi orang yang bisik-bisik sambil menunjuk mereka."Tapi, ta--""Kamu tadi sudah setuju, jadi sekarang saya tidak terima penolakan!" ucap Alvaro dengan suara menggelegar.
*Happy reading*"Sial! Sial! Sial!"Alvaro menepikan mobil ketika sudah di tempat sepi. Semua agar dia bisa melampiaskan kekesalannya, pada stir mobil yang tidak bersalah. Andaikan stir itu adalah lengan manusia, sekarang pasti sudah terlihat bekas cengkeraman Alvaro di sana."Sial!"Sekali lagi, Alvaro memaki sendiri, mengeluarkan perasaan tak nyamannya terhadap pemandangan yang tak sengaja dilihat tadi.Sekalipun dia berulang kali menekankan dalam hati. Jika itu bukanlah urusannya. Tetap saja, bayangan Bianca ditampar pacarnya benar-benar mengganggunya sekali.Dia merasa ... apa, ya? Iba, mungkin. Tapi lebih ke ... entahlah, Alvaro tak bisa menggambarkan dengan detail apa yang d
*Happy reading*"Selamat pagi, Pak," sapa Bianca yang terus menunduk ketika memasuki lift.Cewek itu masuk dari lobi, sedangkan Alvaro sudah naik dari basement. Mereka berdua tidak saling berbicara karena keadaan lift yang hampir penuh. Bianca segera turun ketika sudah sampai di lantai tempatnya bekerja.Bahunya bergerak naik perlahan kemudian turun dengan perlahan. Sebisa mungkin dia harus menghindari Alvaro. Ada dua alasan utama yang coba ditanamkan lekat-lekat ke pikiran. Yang pertama karena pacarnya cemburu buta, yang kedua karena perlahan-lahan perhatiannya mulai teralihkan pada Alvaro.Bianca berharap kalau Alvaro tidak menyaksikan apa yang sudah dilakukan pacarnya. Beruntung ada supir taxi yang menengahi, hingga cowoknya tidak jadi menyingkap jas yang terika
Babang 9*Happy Reading*"Sayang, makasih ya, buat hadiahnya. Aku suka banget."Entah sudah berapa kali Bianca mengucapkan kalimat itu, sambil terus menatap benda melingkar yang berkilau di lengannya.Senyumnya tak bisa luntur, tiap kali mengingat perlakuan manis Marcel, yang sangat jarang dia dapatkan.Bukan jarang sebenarnya, tapi lebih ke ... mahal.Ya. Mahal sekali. Karena perlakuan Marcel harus selalu di tukar kesakitannya."Iya, Sayang. Aku juga minta maaf buat kejadian kemarin, ya?" balas Marcel sambil mengusap rambut Bianca dengan lembut."Iya, gak papa kok. Aku ngerti."Bianca hanya tersenyum tipis, saat diingatkan kejadian yang sering terjadi dalam hubungan mereka.Saking seringnya, Bianca kini malah jadi terbiasa.Terbiasa disakiti, dan terbiasa dengan sikap Marcel yang seperti musim pancaroba. Bisa berganti hanya dalam hitungan detik."Habis ini mau kemana lagi, Sayang? Aku turuti. Mumpung