*Happy reading*
Sepanjang perjalanan Aika tampak santai mendengarkan musik dengan earphone. Sementara, Kairo sibuk dengan tablet di genggaman.
Alvaro sendiri begitu tenang membaca koran. Namun, Bianca malah terlihat begitu tak nyaman dengan duduknya.
Melihat itu, Aika pun melepas earphone. "Bi, lo kenapa?"
"Mual," bisik Bianca seolah berisyarat.
"Mmm, hahaha ...."
Namun si Aika malah tak bisa menjaga mulutnya. Bukannya kasihan, malah ngakak gak tau diri, dan tawa Aika pun langsung membuat Kairo dan Alvaro menatapnya heran.
"Kamu, kenapa?" tanya Kairo, Bos Bianca sekaligus suami Aika.
"Gak, itu loh, Mas Bos. Si Bianca, dia mual masa naek beginian. Dasar katro emang, gak pernah naik pesawat, sih. Jadi mual, kan?"
Alvaro memperhatikan Bianca dari sudut mata. Drama apa lagi yang dimainkan cewek ini? Dasar manja!
"Makanya, pake plester di puser lo biar gak mual!" seru Aika lagi pada Bianca yang mulai begitu pucat.
Asem!
Bianca tak menjawab meskipun wajahnya terlihat menahan geram dengan hinaan Aika.
Woah! Tumben cewek itu hanya diam saja. Biasanya mereka berdua akan langsung berbalas kata, yang berujung perdebatan absurd. Tapi ... apa ini?
Jangan-jangan ini bukan acting. Cewek itu beneran mabuk udara, ya?
Akhirnya, mereka pun mendarat di sebuah landasan pesawat, yang tidak terlihat seperti bandara pada umumnya.
Alvaro lebih dulu turun, agar dapat membantu yang lainnya untuk turun.
Bukan berarti Kairo butuh bantuan, tetapi asistennya itu memang selalu sigap kalau ada di sekitarnya. Tentu saja, Kairo langsung menepis tangan Alvaro, yang terulur hendak membantu Aika.
Bosnya memang mulai posesif pada istri gesreknya itu.
Dengan terpaksa, Alvaro akhirnya membantu Bianca, yang langkahnya terlihat tidak semantap biasanya.
Ada apa dengannya?
Tangan cewek itu bahkan terasa dingin. Dan wajahnya sayu sekali. Dia beneran mabuk, ya?
Namun, bodo amat! Alvaro tidak mau terjebak dalam permainan cewek ini.
Alvaro terang-terangan menghidu dalam-dalam udara Temanggung, yang terasa segar sekali. Sudah lama dia tidak merasakan suasana santai seperti saat ini.
Semoga bosnya akan lama di tempat ini. Karena otak Alvaro juga butuh penyegaran. Dan sepertinya, tempat ini bisa jadi alternatifnya.
"Eh, Bi? Lo udah gak mual, kan?" Aika mendekati Bianca yang turun terakhir.
Bianca tak menjawab, dan masih menutup mulut dengan satu tangan.
"Bisa-bisanya cewek ini masih nanya begitu, emang wajahnya kurang pucat, apa?" batin Bianca.
"Eh, Bi, lo okey, kan?" Aika menepuk-nepuk pundak Bianca. "Makanya, jangan norak, jangan katro. Emang, sih. Lo mah naik bajaj aja muntah apalagi pesawat."
Aika masih menepuk-nepuk pundak Bianca seenaknya. Sesekali tawa Aika malah pecah melihat wajah pucat Bianca.
Namun, tawa itu pun langsung berakhir, saat tiba-tiba Bianca memegang bahu Aika. Dengan dua tangan, sambil cengkram erat bahu Aika.
"Eh, Bi. Lo ken--"
"Huekkk!"
"Ah, sialan Lo!" maki Aika tiba-tiba. "Kenapa muntah di baju gue?" Aika berteriak mengamati bajunya yang dimuntahi Bianca dengan kesal.
"Sorry," cicit Bianca pelan, benar-benar lemas sekali.
Mendengar keributan di belakang mereka. Kairo dan Alvaro pun segera menghampiri keduanya.
"Kenapa?" Kairo bertanya dengan khawatir, mendengar teriakan histeris istrinya barusan.
"Si Bianca nih, Mas Bos! Gila aja. Masa dia muntahin baju Aika," adu Aika menunjuk Bianca, masih dengan kekesalan yang sama.
"Sorry, Ka. Kan, gue udah bilang sorry, lo juga ngapain hina gue mulu," ucap Bianca dengan lemas.
"Udah-udah, ayo! Kamu ganti baju! Ada-ada aja kalian ini," seru Kairo menarik tangan Aika. Demi tidak membuat keributan yang lain.
Melihat kondisi Bianca. Mau tak mau Kairo pun jadi ikut prihatin.
Kairo lalu melirik Alvaro. "Kamu urus Bianca!" bisiknya sambil lalu.
"Baik, Pak." Alvaro menunduk dengan patuh. Sebelum melirik Bianca tajam, sepeninggalnya Kairo dan Aikam
Sialan emang nih cewek! Bikin kacau liburannya saja!
"Maaf," cicit Bianca dengan lirih.
Tubuhnya yang lemas pasrah aja ditopang oleh Alvaro. Kali ini, dia harus menyerah pada kelemahannya.
"Ayo, kita kembali ke pesawat," ucap Alvaro dengan gigi yang terkatup rapat.
Bianca pun mendesah berat melihatnya.
Fix, cowok ini marah dengannya. Namun, Bianca tidak memiliki tenaga untuk melawan.
"Bisa nggak sih, kita pulangnya nggak naik pesawat? Aku nggak sanggup lagi," rengek Bianca yang menahan diri agar tidak terisak.
"Di sini gak ada ojek!"
"Ya, gak ojek, juga."
"Ya, terus, kamu maunya naik apa? Mau saya lempar dari sini? Biar cepat sampai ke rumah yang kekal?" ancam Alvaro dengan dagu yang digerakkan ke arah kegelapan malam.
Bianca pun bergidik ngeri, karena menyadari arah yang dimaksud Alvaro.
Mereka saat ini berada di atas perbukitan. Itu karena samar-samar dia melihat sinar lampu dari rumah penduduk yang ada di bawah.
"Jangan sadis-sadis dong, Pak. Ntar saya nggak jadi jatuh cinta, loh, sama Bapak." Meski dalam keadaan kepayahan. Masih sempat-sempatnya Bianca menggoda Alvaro.
"Bagus! Jangan jatuh cinta sama saya!" tukas Alvaro galak.
Enak saja cewek itu bilang cinta dengan segitu entengnya. Emang dia kira, cinta itu apa?
Alvaro mendudukkan Bianca di tempat duduk Aika. Mungkin dengan menghadap ke depan, cewek itu tidak akan mual lagi.
"Pak, temenin dong. Jangan tinggalin saya," rengek Bianca dengan panik ketika Alvaro hendak menjauh.
"Duduk aja di situ. Saya cuma pergi sebentar," balas Alvaro dengan acuh.
Bianca memperhatikan Alvaro yang menghilang ke arah belakang. Tak lama kemudian cowok itu kembali muncul. Tapi, kok, melewati Bianca, sih? Mau kemana pria itu? Kok, malah lurus ke depan?
Aduh! Gimana kalau cowok itu ikut turun sama Aika dan Kairo. Bianca sendirian, dong.
Ketika Bianca hendak bangkit untuk mengejar, bahunya tiba-tiba ditahan oleh pramugari hingga kembali duduk lagi.
Eh, Apa-apaan nih pramugari? Kenapa dia malah nahan Bianca? Jangan-jangan, dia bersekongkol sama Alvaro?
"Diminum dulu, Bu. Biar nggak mual kalau pesawat mengudara," ucap pramugari itu dengan lembut.
Hah? Minum? Minum apaan?
Bianca pun melirik nampan yang berisi segelas air putih, dan satu tablet obat anti mabuk. Oh, Jangan lupakan sebotol kecil minyak kayu putih, yang berdiri tegak di sekitar gelas itu.
"Minum, gih! Jangan sampai kamu mual dan muntah di baju saya."
Bianca auto melirik cowok jutek, yang tahu-tahu muncul hanya untuk menceramahinya.
Benar-benar tidak mengerti perasaan cewek!
Bianca yakin, Alvaro pasti belum punya pacar. Soalnya, mana ada cewek yang tahan sama mulut judesnya?
"Iya, Bu. Lebih baik Ibu minum obat yang sudah disiapkan sendiri oleh Pak Alvaro," tambah pramugari, yang membuat mata Bianca membulat.
What? Alvaro sendiri yang sudah nyiapin ini?
Wew! Bisa perhatian juga nih cowok berbatang.
*Happy Reading*“Sok, sokan pakai mobil mahal buat jadi mobil pengantin. Bisa-bisanya kamu mau diporotin cewek macam ini?” sindir tante termuda Bianca ketika acara sudah usai dan mereka hendak meninggalkan tempat resepsi.“Itu hadiah dari saya dan istri. Bagaimanapun juga Alvaro adalah asisten pribadi saya yang setia. Tolong jaga mulut kalian karena Bianca juga termasuk orang penting di keluarga kami. Dia adalah sahabat dari istri saya. Kalau ada yang menyakiti Bianca, itu berarti secara tidak langsung sudah menyakiti istri saya,” sela Kairo yang berbicara tepat di belakang tante Bianca.Wanita itu terlihat menelan ludah dengan susah payah karena mulai mengerti arah pembicaraan ini. “Bukan seperti itu maksud saya--”Tangan Kairo terangkat untuk menghentikan wanita dengan make up menor itu. “Sebagai partner kerja group kami, kalian pasti tahu arti Aika bagi saya? Kalau ada yang membuatnya sedih, saya tidak segan-segan bertindak.”Alvaro melipat bibir demi menahan tawa ketika melihat se
Hari yang dinanti tiba juga. Rencananya pagi ini ijab kabul yang dilanjutkan dengan resepsi di siang hari. Alvaro sengaja mengadakan ijab kabul di rumahnya. Agar dapat memastikan kehadiran keluarga Bianca yang masih belum mengetahui siapa dia sebenarnya. Rumah Mak Kanjeng yang sederhana pasti akan membuat mereka tenang dan tak membuat kekacauan yang berakhir menggagalkan pernikahan.Katakan Alvaro ini licik. Tetapi memang belum saatnya mereka tahu kebenaran soal dirinya. Sikap matre kakek dan neneknya pasti akan muncul jika tahu sekarang. Mereka akan memanfaatkan apa pun agar bisa mengeruk keuntungan sebanyak mungkin dari pernikahan ini.“Ck, ck, ck. Rumah preman memang nggak jauh-jauh dari pasar. Pasti biar lancar urusan melakukan kejahatannya,” sindir paman Bianca sambil bergidik saat memasuki rumah yang terlihat kumuh di matanya. Padahal, rumah Alvaro tidak sekumuh itu. Hanya sederhana saja. Asri pula dan sedap di pandang mata. Karena Mak Kanjeng memang tidak suka rumah besar nan
*Happy Reading*“Al,” panggil Bianca dengan lirih.“Sudah berapa kali aku katakan untuk tidak memanggil hanya dengan nama saja. Kamu mau saya hukum?” ucap Alvaro dengan nada jutek yang seperti biasanya.Rona merah menjalar dari telinga hingga ke pipi mulus Bianca. Wanita itu pasti teringat dengan hukuman cium penuh semangat yang Alvaro lancarkan ketika memanggil nama saja. Tentu saja mereka sama-sama menikmati bentuk hukuman ini, tapi Alvaro juga melakukannya di depan umum. Itu pasti yang membuat Bianca merasa malu.“Eh, Bang,” ulang Bianca dengan lebih mantap.“Kenapa, Sayang.” Lagi-lagi Bianca tersipu.“Aku takut, gimana kalau Emak masih belum memaafkanku?”Tangan Alvaro bergerak untuk menggenggam tangan Bianca dan mengusapnya dengan lembut. “Emak pasti akan memaafkanmu. Jangan takut, aku di sini untukmu. Kita hadapi ini bersama.”Mobil berhenti tepat di depan Emak, yang kebetulan hari itu sedang nongkrong di depan pager dengan Mpok Jubaedah. Biasalah, palingan juga lagi ghibah. "E
Selain menugaskan Alvaro, Kairo juga menugaskan Aika untuk mengalihkan perhatian Bianca sementara dia menyusup ke kantor. Karena itulah Aika datang dan mengajak Bianca jalan-jalan.Hari ini adalah saatnya Bianca masuk setelah mengambil cuti, jadi dia sengaja mengadakan rapat mendadak dan memberikan tugas untuk para staff. Tentu saja ini tanpa sepengetahuan Bianca.Suara nyaring Bianca ketika memasuki kantor bagaikan lonceng yang berdentang nyaring di telinga Alvaro. Hatinya yang memang sudah berdebar tak sabar menunggu kehadiran wanita itu, semakin kebat kebit tak karuan setelahnya. Ini saatnya dia melaksanakan rencananya.“Rapat hari ini cukup sampai di sini. Silakan langsung lakukan tugas masing-masing sesuai dengan arahan saya.” Alvaro menutup meeting pagi itu dengan santai. Berbanding terbalik dengan degup jantung yang benar-benar terasa akan meledak oleh buncahan rasa bahagia.Para staf buru-buru meninggalkan ruangan rapat, sehingga memungkinkan Alvaro untuk segera mengintip dari
Tuhan tahu betapa berat perjuangan Alvaro untuk mencari Bianca selama beberapa bulan ini. Dia secara teratur mengunjungi bagian HRD untuk menanyakan kemana Bianca dipindahkan, tapi ini malah membuatnya dapat surat teguran. Hampir saja Alvaro lepas kendali dan berniat untuk melemparkan surat itu ke muka kepala HRD, tapi demi Bianca, dia tidak boleh dipecat.Setelah beberapa hari merenung, Alvaro mengubah strategi. Dia kembali bekerja seperti biasa tanpa mengganggu bagian HRD. Dia bahkan bekerja lebih keras agar tidak ada tempat bagi otaknya untuk memikirkan Bianca.Namun, semakin kuat usahanya untuk menyingkirkan Bianca dari pikiran dan hatinya, semakin kuat kenangan Bianca menyerangnya. Walau sudah beberapa bulan berlalu, tapi kenangan Bianca sejelas ketika orangnya ada. Alvaro bahkan sering berhalusinasi melihat Bianca yang sedang terkekeh ketika mencuci piring. Betapa renyah suaranya ketika mereka mengobrol saat makan.Katakanlah Alvaro sudah gila. Ya! Dia memang sudah gila sepertin
***Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tak terasa sudah 6 bulan Bianca bekerja di kantor cabang. Tidak ada hal spesial yang harus Bianca bagi. Semua B aja. Hanya saja, mungkin sekarang Bianca sudah bisa berbaur dan enjoy dengan teman-teman barunya.Mereka baik, mereka juga asyik untuk diajak ngobrol dan bercanda bersama di sela kesibukan. Membuat Bianca tidak terlalu jenuh dengan kegiatan hariannya yang itu-itu saja. Ngantor, pulang, tidur. Begitu saja terus tiap hari. Bianca yang sekarang benar-benar berubah. Tidak suka nongki dan menghamburkan uang. Meski begitu, komunikasi antara Bianca dan Aika tak pernah putus. Tiap malam selalu tak lupa bertelepon ria dan ghibah bareng. Apa yang di ghibahkan? Banyaklah! Namanya juga kaum hawa. Kalau ngobrol suka ngalor ngidul. Seakan tak ada habisnya bahan ghibahan mereka. Adaaa saja yang di bahas. Dari mulai harga cabe, tetangga julid, sinetron terbaru, gosip artis dan banyak lagi lainnya. Pokoknya kalau tidak ditegur Kairo, bisa telepo