Share

Babang 7

*Happy reading*

"Sial! Sial! Sial!"

Alvaro menepikan mobil ketika sudah di tempat sepi. Semua agar dia bisa melampiaskan kekesalannya, pada stir mobil yang tidak bersalah. Andaikan stir itu adalah lengan manusia, sekarang pasti sudah terlihat bekas cengkeraman Alvaro di sana.

"Sial!"

Sekali lagi, Alvaro memaki sendiri, mengeluarkan perasaan tak nyamannya terhadap pemandangan yang tak sengaja dilihat tadi.

Sekalipun dia berulang kali menekankan dalam hati. Jika itu bukanlah urusannya. Tetap saja, bayangan Bianca ditampar pacarnya benar-benar mengganggunya sekali.

Dia merasa ... apa, ya? Iba, mungkin. Tapi lebih ke ... entahlah, Alvaro tak bisa menggambarkan dengan detail apa yang dia rasakan saat ini.

Pokoknya rasanya ingin marah saja. Pada siapa? Entah. Alvaro tidak tahu.

Setelah menenangkan diri selama beberapa menit, cowok itu pun kembali melajukan mobil. Menuju jalan pulang. 

Namun, rupanya keadaan damai itu tidak berlangsung lama. Karena Sepanjang jalan, Alvaro tidak berhenti memikirkan keadaan Bianca.

Semoga Bianca tidak apa-apa.

"Pokoknya Nur gak mau!"

Alvaro mendesah pelan, saat baru saja turun dari mobilnya. Sudah di sambut seruan cempreng dari dalam rumahnya.

Seruan adik semata wayangnya tepatnya, yang pastinya kembali bersitegang dengan ibunya. 

Bukan bertengkar, lebih ke berdebat saja gak jelas. Tetapi karena mereka orang betawi. Jadi intonasi nadanya malah seperti bertengkar setiap hari. Padahal, ya ... memang begitulah adik dan emaknya. Selalu rame.

"Lah, lo mau yang kek mana lagi, Nur! Ntu si Dharma udah paling cucok buat lo!"

"Ya tapi gak penjual gorengan juga, Emak! Kek Nur gak laku aja!"

Alvaro mengulas senyum tipisnya, mendengar sekilas perdebatan keluarganya kali ini. 

Pasti, Emak memaksa Nur nikah lagi. Entahlah, Emak memang ngebet banget punya mantu, dan terus saja mencoba memaksa Nur cepat nikah. 

Padahal, adiknya itu baru lulus kuliah dan sedang merintis karirnya. Tapi Emak memaksanya menikah, seakan dia akan menjadi perawan tua sebentar lagi.

Konyol sekali.

Untuk alasan emaknya sendiri, kenapa ngebet punya mantu? Alvaro tidak tahu.

"Ya, enggak papa kali, Nur. Penting--"

"Assalamualaikum ...."

Omelan Emak pun langsung terhenti, dengan salam dari Alvaro.

"Waalaikumsalam. Udah balik lo, Al?" balas Emak, saat melihat keberadaannya.

"Nah, kebetulan. Tuh Abang aja yang suruh nikah cepetan, Mak. Udah mapan dan cukup umur juga, kan? Nur nanti-nanti aja."

Pletak!

Alvaro langsung meringis tanpa sadar. Saat melihat kepala Nur di jitak emak dengan gemas.

"Jangan cari kambing item lo, Nur. Udah langka. Yang putih aja bejibun." jawab Emak tidak sinkron. Sukses membuat bibir Nur maju lima centi.

"Lagian Al itu cowok, Nur. Wajar kalau telat nikah juga. Biar dia ngejar karir dulu sampe sukses. Supaya anak bininya gak kelaparan ntar."

Sebenarnya, Emak mengucapkan itu dengan nada riang, dan nyamblak seperti biasanya. Namun entah kenapa? Al selalu menangkap kesedihan dari ucapannya barusan. 

Tentu saja, dibalik sikap nyablak Emak. dulu beliau selalu berpura-pura bahagia di hadapan anak-anaknya. Menyembunyikan luka yang ditimbulkan oleh mantan suami agar anak-anaknya tetap merasa bahagia.

Beruntung, saat itu Alvaro memergoki tindakan brutal bapaknya, dan berhasil menahan vas bunga yang hendak dihantamkan ke kepala ibunya. Kalau tidak, entah bagaimana nasibnya dan Nur saat ini.

Akhirnya, Alvaro pun menghajar dan mengancam bapaknya, hingga pria benalu itu pergi dari rumah.

Tindakannya itu membuat Emak sadar, kalau memang tidak baik terus bertahan dalam kondisi rumah tangga yang rusak. Beliau memutuskan untuk bercerai, demi kebaikan Alvaro dan Nur.

"Ck, apa lagi sih, yang Bang Al cari? Orang udah mapan gitu, kok. Udah bener-bener pas banget buat segera nikah," cebik Nur tak terima.

"Nikah mah urusan Al, lah. Ngapa jadi lo yang ribet. Kurang kerjaan idup lo, sampe masalah orang lo urusin."

"Ih, yang duluan ribetin urusan orang sapa?"

"Ya--"

"Mak, Al laper. Makanan udah siap belum?"

Alvaro pun buka suara. Sebelum perdebatan Emak dan Nur makin melebar kemana-mana.

"Udah, nih. Buru ganti baju sono! Abis itu cuci tangan, terus balik sini lagi," titah Emak kemudian.

"Iya, Mak. Nur? Ikut Abang sini. Abang mau ngomong," jawab Al, sekaligus meminta adiknya mengikutinya.

Bukan apa-apa. Al cuma takut, jika Emak ditinggal berdua dengan Nur saat ini. Mereka pasti bertengkar lagi.

"Apa? Abang gak mau maksa Nur nikah juga, kan?" tanya Nur penuh curiga.

"Enggak, Nur. Abang mana pernah kaya gitu."

"Lha, terus?"

"Udah ikut aja. Katanya mau buka usaha sendiri? Nih Abang udah ada info tempat usaha bagus," pancing Al sengaja. Membuat Nur langsung tersenyum lebar, hingga mau mengekori Abang satu-satunya itu.

Namuh, Al tidak sedang membual, kok. Karena dia memang jujur, ingin membantu Nur dalam mewujudkan mimpinya itu.

Tentu saja, Nur adalah adik satu-satunya. Apapun akan Al lakukan untuk kebahagiaan Nur. Termasuk membantunya mewujudkan mimpinya.

"Nah, bagus itu. Buruan punya usaha sendiri dah, lo. Emak juga udah empet banget liat lo leyeh-leyeh di rumah," sahut Emak. Membuat Nur mencebik kesal.

"Jangan lupa sekalian cari mantu buat Emak, kalau udah kerja, ya?"

Bibir Nur pun makin maju dengan seruan Emak barusan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status