*Happy reading*
"Selamat pagi, Pak," sapa Bianca yang terus menunduk ketika memasuki lift.
Cewek itu masuk dari lobi, sedangkan Alvaro sudah naik dari basement. Mereka berdua tidak saling berbicara karena keadaan lift yang hampir penuh. Bianca segera turun ketika sudah sampai di lantai tempatnya bekerja.
Bahunya bergerak naik perlahan kemudian turun dengan perlahan. Sebisa mungkin dia harus menghindari Alvaro. Ada dua alasan utama yang coba ditanamkan lekat-lekat ke pikiran. Yang pertama karena pacarnya cemburu buta, yang kedua karena perlahan-lahan perhatiannya mulai teralihkan pada Alvaro.
Bianca berharap kalau Alvaro tidak menyaksikan apa yang sudah dilakukan pacarnya. Beruntung ada supir taxi yang menengahi, hingga cowoknya tidak jadi menyingkap jas yang terikat di pinggang. Namun, cowoknya sempat melontarkan ancaman hendak mengusik Alvaro jika Bianca masih dekat-dekat atasannya itu.
"Kenapa kamu beli mobil ini, Sayang?"
Mata Bianca menyipit ketika melontarkan pertanyaan itu. Pasalnya, pacarnya mengajak ke dealer mobil untuk membeli sedan yang sama persis dengan milik Alvaro.
"Sebagai pengingat agar kamu nggak selingkuh. Kamu harus ingat kalau aku mampu memberikan apa yang orang lain bisa belikan ke kamu. Kamu itu cewek miskin yang nggak bisa bertahan kalau nggak ada aku. Kamu bisa cantik dan modis gini karena perhatianku," tutur cowok yang memegang dagu Bianca.
Lamunan Bianca terputus ketika telepon yang tergeletak di atas meja berdering. "Selamat siang dengan Bianca."
"..."
"Iya, Mbak. Baiklah, saya akan ke sana."
Bianca meraih dokumen yang baru saja selesai dicetak. Sebenarnya apa mau Pak Alvaro? Kenapa dia mau membaca dokumen yang harusnya dikoreksi atasannya. Apa benar Pak Kairo ingin cowok itu memeriksanya.
"Ini dokumen yang Bapak minta," ucap Bianca yang berdiri di tengah-tengah pintu.
"Masuk!"
Alvaro merasakan keengganan cewek itu ketika memenuhi perintahnya. Dokumen yang sebenarnya tidak dibutuhkan itu sudah diletakkan di meja kerjanya.
"Kenapa make up mu begitu berlebihan? Jadi seperti ondel-ondel," ejek Alvaro yang membuat dagu Bianca terangkat.
Terlihat kilat kemarahan yang sedang coba dikendalikan oleh cewek itu. Ini membuat Alvaro bisa mengamati wajah Bianca dengan lebih jelas.
Cewek itu memang ahli menutupi bekas luka hingga orang lain tidak akan menyadari. Namun, Alvaro sudah melihat kejadian kemarin, jadi tahu dengan persis keberadaan luka itu.
"Ini tuh sedang tren. Memangnya pacarnya Bapak nggak pernah pakai make up? Ups, maaf, Pak. Saya lupa kalau Bapak nggak punya pacar. Mana ada cewek yang berani dekat-dekat Bapak. Pasti takut dijutekin," balas Bianca dengan nada sinis maksimal.
"Maaf, maaf saja. Selera saya itu cukup tinggi. Saya lebih suka yang seperti manekin toko dari pada ondel-ondel. Bukannya saya tidak menyukai kebudayaan negeri sendiri, tapi dandananmu yang menor berpotensi membuat anak-anak lari ketakutan. Apa memang pacarmu suka tipe cewek yang dempulnya setebal tembok bendungan?"
"Pacaran saja sono sama manekin, jangan pacaran sama orang!"
Bianca menghentakkan kaki sebelum meninggalkan ruangan kantor. Sepeninggal Bianca, Alvaro memejam. Dia mengingat-ingat lagi posisi bekas lebam yang ada di wajah Bianca. Pacar cewek itu memang keterlaluan.
Kerjaannya selanjutnya adalah mondar-mandir di lantai yang menjadi tempat kerja Bianca. Inspeksi mendadak itu membuat dirinya mendapatkan tatapan tidak suka dari Bianca.
Dia butuh Kairo dan Aika kembali ke sini agar pikirannya kembali waras. Sekarang Alvaro tak ubahnya seperti penguntit pengecut yang selalu mengawasi cewek yang disukai.
Pulang kerja, Alvaro sengaja naik ojek online agar bisa dengan mudah membuntuti Bianca. Jangan sampai cewek itu kembali dipukuli oleh pacarnya.
"Tunggu di sini dulu, Pak," pinta Alvaro yang melompat turun agar tidak kehilangan jejak Bianca.
Cewek itu masuk ke dalam toko perhiasan. Alvaro melihat pacar Bianca menyambut dengan hangat. Bahkan mencium pipi Bianca yang membuat pipi cewek itu bersemu merah.
Tak berapa lama, sebuah gelang emas sudah melingkar di pergelangan tangan Bianca. Rasanya Alvaro hendak muntah melihat adegan Bianca yang menarik cowok itu mendekat untuk memberikan ciuman terima kasih. Dia sudah cukup sering terpaksa melihat kemesraan Boss dan istrinya, jangan sampai ditambah dengan kedua orang di hadapannya.
Alvaro sudah berada di boncengan Abang tukang ojek ketika Bianca masuk ke dalam sedan yang terlihat mirip dengan miliknya. Apa pacar Bianca sengaja membeli mobil yang sama karena cemburu?
Hasil penyelidikan Alvaro malah membuat makin geram. Kelakuan pacar Bianca mengingatkan akan dengan kehidupan pernikahan kedua orang tuanya. Bapak yang dengan mudah meminta maaf serta menghujani Emak dengan hadiah ketika kemarahan sudah surut. Namun, tak segan untuk menghajar sampai babak belur ketika amarah tersulut.
Matahari sudah terbenam ketika Alvaro memutuskan untuk pulang. Beberapa jam ini dia sudah mengetahui seperti apa sifat pacar Bianca.
"Dasar murahan!" sembur Alvaro setelah masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu.
"Bagaimana dia bisa dengan bodoh masih bertahan dalam hubungan toxic seperti itu? Apa karena harta pacarnya? Dasar Matre!"
"Nggak, nggak, nggak. Kali ini aku nggak boleh terlibat dalam urusan ini. Biar dia menyelesaikannya sendiri. Toh dia juga bahagia dengan hadiah mahal yang bisa dipamerkan," gerutu Alvaro, sambil memejamkan matanya, berusaha untuk abai pada apa pun hal yang menyangkut Bianca.
Namun nahasnya, saat dia menutup mata. Bayangan Bianca yang ditampar pacar gadis itu malah muncul tak tahu diri di benaknya.
Sontak saja matanya langsung terbuka, dengan hati yang kembali kacau. Pria itu pun lalu menggeram kesal setelahnya, sambil mengusap wajahnya dengan kasar.
Sialan!
Kenapa Alvaro tidak bisa melupakan kejadian itu, dan kini malah kembali mengkhawatirkan Bianca?
Apa sebenarnya yang terjadi padanya?
Babang 9*Happy Reading*"Sayang, makasih ya, buat hadiahnya. Aku suka banget."Entah sudah berapa kali Bianca mengucapkan kalimat itu, sambil terus menatap benda melingkar yang berkilau di lengannya.Senyumnya tak bisa luntur, tiap kali mengingat perlakuan manis Marcel, yang sangat jarang dia dapatkan.Bukan jarang sebenarnya, tapi lebih ke ... mahal.Ya. Mahal sekali. Karena perlakuan Marcel harus selalu di tukar kesakitannya."Iya, Sayang. Aku juga minta maaf buat kejadian kemarin, ya?" balas Marcel sambil mengusap rambut Bianca dengan lembut."Iya, gak papa kok. Aku ngerti."Bianca hanya tersenyum tipis, saat diingatkan kejadian yang sering terjadi dalam hubungan mereka.Saking seringnya, Bianca kini malah jadi terbiasa.Terbiasa disakiti, dan terbiasa dengan sikap Marcel yang seperti musim pancaroba. Bisa berganti hanya dalam hitungan detik."Habis ini mau kemana lagi, Sayang? Aku turuti. Mumpung
Babang 10*Happy Reading* "Eh, bener juga apa yang lo kata, ya?" gumam si Tante Betawi itu mengaminkan. "Ya, udah. Gue--" "Saya nggak jadi beli, deh. Biar Tante ini saja yang beli. Saya mau cari jas lain yang lebih baik," ucap wanita muda memotong ucapan Tante Betawi, sambil meninggalkan toko begitu saja. "Lah? Keduluan gue." Wanita tua itu melongo seketika. Lain hal Tante Betawi yang melongo, Bianca malah tersenyum penuh kemenangan melihat kejadian tadi. Karena itu berarti, saingannya dalam memperebutkan jas ini berkurang sudah. "Nah, Tante--" Ddrrttt ... ddrrtt ... dddrrtt .... Baru saja Bianca mau angkat bicara, ponselnya sudah berdering nyaring, dengan nama Marcel di layar depannya. Ck, ganggu aja! "Ya, udah ya, Tan. Saya duluan." Tahu akan watak pacarnya, Bianca pun buru-buru mengangkat panggilan Marcel, agar pria pemarah itu tidak ngamuk lagi. "Oh, iya. Maaf, Tan. Saya bohong soal kualit
*Happy Reading*Menyadari kehadiran Marcel. Bianca pun segera menjauhkan diri dari Alvaro, dan bergegas masuk ke mobil pacarnya, tanpa repot-repot berpamitan pada pria yang sebenarnya masih termasuk atasannya itu.Persetan dengan status Alvaro. Saat ini, Bianca lebih ketakutan pada tatapan nyalang Marcel, yang terus menatapnya dan Alvaro.Aduh! Mampus ini, mah! Marcel bisa salah paham lagi, dan ....Akh!Baru juga Bianca mendaratkan pantat di kursi samping kemudi, tangan Marcel sudah dengan cepat menjambak rambut Bianca kasar."Dasar jalang! Siapa lagi ya lo godain sekarang?" desis Marcel dengan suara dalam, membuat kuduk Bianca langsung meremang karena ketakutan."Yang, ka-kamu salah paham, Yang. I-itu tadi ... Bos aku. Dia--""Owh ... Bos elo. Pintar ya sekarang cari mangsanya?"Bianca sontak menelan salivanya kelat, saat melihat senyum miring Marcel."Bu-bukan begitu, Yang. Ak-aku dan dia gak ada hubungan
Babang 12*Happy Reading*"Hentikan!"Tiba-tiba saja Bianca menyusup di antara keduanya. Alvaro menyeringai ketika Bianca berdiri membelakanginya dengan kedua tangan terentang.Tak ayal, mata Marcel pun langsung menyalang ke arah keduanya. "Kamu membelanya, Bi?"Takut-takut, Bianca menurunkan kedua tangannya saat mendengar gelegar suara Marcel barusan, kemudian menoleh ragu-ragu ke belakang. Tubuhnya pun mulai gemetaran.Alvaro maju hingga tubuhnya menjulang di depan Bianca untuk menutupi pandangan Marcel. Namun, sebuah tinju menghantam perutnya saat belum sepenuhnya siap. Hingga Alvaro terbungkuk sambil menahan sakit.Tidak hanya sekali, tapi berkali-kali Marcel melayangkan tinjunya. Tidak peduli Alvaro siap atau tidak, bisa atau tidak membalas. Marcel terus saja melayangkan pukulannya, seperti kesetanan.Bianca hanya bisa berteriak-teriak di tempatnya melihat hal itu. Dia ingin menolong, tapi tidak bisa. Tenaganya kalah telak p
"Halo," ucap Alvaro dengan senyum mengembang setelah menepikan mobil.Suara ramah yang dipadukan senyum manis membuat Bianca nyaris meneteskan air liur. Sungguh merupakan perpaduan maut yang bisa membuat cewek-cewek jatuh hati.Sayang pria ini terlalu pelit memperlihatkannya pada publik."Enggak, kok. Ini cuma mau mampir ke apartemen dulu, setelah itu Al meluncur ke situ."Bianca sekuat mungkin menahan diri untuk tidak menoleh ke arah Alvaro. Saat suara lembut itu terdengar rungunya.Meski sebenarnya dia sangat kepo sekali pada orang yang menelpon Alvaro, hingga mampu membuat cowok jutek ini berubah jadi seperti kucing manis seperti itu.Pasti pacarnya, gak salah lagi!
Bab 14*Happy Reading* Di sisi lain, Alvaro juga sudah memasuki lift. Langsung bersandar di dinding dinginnya. Alvaro memejamkan mata erat seraya meredakan debaran jantung yang seperti deburan ombak, kencang menghantam. Sialan! Gue kenapa, sih? Kenapa tadi itu …. "Argh .... Ingat, Al! Dia itu sahabatnya istri bos kamu, Aika. Kamu harus menjaganya. Bukan mengencaninya." Alvaro menggeram kesal setelahnya, sebelum menyugar rambut dengan kasar. Ini gila! Alvaro merasa mulai tak mengenali dirinya sendiri. Dia pun bergegas pergi saat pintu lift sudah sampai tujuannya, agar tidak berubah pikiran dan malah kembali masuk ke apartemen. Tidak boleh, Al. Dia bukan tipemu!' Batinnya kembali memperingatkan. Setengah jam kemudian, Alvaro baru sadar kalau sudah berhenti di depan rumah. Tuhan, Jadi, dari tadi dia nyetir sambil melamun? Alvaro meletakkan kepala di atas setir mobil. Menutup mata sejenak dan mengatur
*Happy Reading* Paginya, Bianca terbangun dengan perasaan lebih ringan. Otaknya terasa segar karena tidur yang nyenyak semalaman. Bahkan, sebenarnya untuk bangun pagi ini pun. Bianca malas sekali. Toh, dia juga sudah mendapat izin cuti kan? Jadi, bermalas-malasan sejenak rasanya tidak masalah. Betul! Bianca sudah berniat akan bermalasan seharian hari ini. Memanjakan diri dan berusaha tidak memikirkan hari esok. Istilah kerennya me time, gaes! Karena itulah, meski sebenarnya masih ingin bergumul di atas kasur. Bianca harus memaksakan bangun untuk bersiap pergi ke salon, karena ingin memulai hidup yang baru dengan penampilan yang baru pula. Kan, dia juga harus mencari mangsa baru. Jadi upgrade penampilan itu hukumnya wajib untuk Bianca saat ini. Mengingat hal itu, Bianca pun meregangkan tubuh dengan puas. Kemudian Berguling ke samping, mengangkat pantat sedikit tinggi dan .... Duuutttttt ...
*Happy Reading*Mereka berdua menuju ke swalayan dekat apartemen. Sesampainya di sana, Bianca langsung menarik troli besar, dan melenggang dengan riang sambil sesekali berdendang kecil.Tidak jelas apa yang sedang dia nyanyikan, yang jelas terlihat hanyalah wajah sumringah dengan senyum yang tidak luntur dari wajahnya.Jelas Bianca sumringa. Ini kan saatnya dia berbelanja dengan uang Alvaro. Kapan lagi yee, kan, bisa morotin asisten jutex ini?Bianca pun mulai memasukkan barang-barang tanpa melihat harganya, juga tentu saja tanpa meminta persetujuan Alvaro. Dia terbawa kebiasaan ketika bersama dengan Marcel.Tidak masalah, kan? Toh Alvaro tidak ada melarangnya, tuh!Pria itu masih mengikutinya dengan santai, tanpa satu pun kata yang terucap dari bibir seksinya. Berarti pria itu tidak keberatan dengan belanjaan Bianca, benar tidak?Namun, yang membuat wajah