Share

Babang 8

*Happy reading*

"Selamat pagi, Pak," sapa Bianca yang terus menunduk ketika memasuki lift.

Cewek itu masuk dari lobi, sedangkan Alvaro sudah naik dari basement. Mereka berdua tidak saling berbicara karena keadaan lift yang hampir penuh. Bianca segera turun ketika sudah sampai di lantai tempatnya bekerja.

Bahunya bergerak naik perlahan kemudian turun dengan  perlahan. Sebisa mungkin dia harus menghindari Alvaro. Ada dua alasan utama yang coba ditanamkan lekat-lekat ke pikiran. Yang pertama karena pacarnya cemburu buta, yang kedua karena perlahan-lahan perhatiannya mulai teralihkan pada Alvaro.

Bianca berharap kalau Alvaro tidak menyaksikan apa yang sudah dilakukan pacarnya. Beruntung ada supir taxi yang menengahi, hingga cowoknya tidak jadi menyingkap jas yang terikat di pinggang. Namun, cowoknya sempat melontarkan ancaman hendak mengusik Alvaro jika Bianca masih dekat-dekat atasannya itu.

"Kenapa kamu beli mobil ini, Sayang?" 

Mata Bianca menyipit ketika melontarkan pertanyaan itu. Pasalnya, pacarnya mengajak ke dealer mobil untuk membeli sedan yang sama persis dengan milik Alvaro.

"Sebagai pengingat agar kamu nggak selingkuh. Kamu harus ingat kalau aku mampu memberikan apa yang orang lain bisa belikan ke kamu. Kamu itu cewek miskin yang nggak bisa bertahan kalau nggak ada aku. Kamu bisa cantik dan modis gini karena perhatianku," tutur cowok yang memegang dagu Bianca.

Lamunan Bianca terputus ketika telepon yang tergeletak di atas meja berdering. "Selamat siang dengan Bianca."

"..."

"Iya, Mbak. Baiklah, saya akan ke sana."

Bianca meraih dokumen yang baru saja selesai dicetak. Sebenarnya apa mau Pak Alvaro? Kenapa dia mau membaca dokumen yang harusnya dikoreksi atasannya. Apa benar Pak Kairo ingin cowok itu memeriksanya.

"Ini dokumen yang Bapak minta," ucap Bianca yang berdiri di tengah-tengah pintu.

"Masuk!"

Alvaro merasakan keengganan cewek itu ketika memenuhi perintahnya. Dokumen yang sebenarnya tidak dibutuhkan itu sudah diletakkan di meja kerjanya.

"Kenapa make up mu begitu berlebihan? Jadi seperti ondel-ondel," ejek Alvaro yang membuat dagu Bianca terangkat.

Terlihat kilat kemarahan yang sedang coba dikendalikan oleh cewek itu. Ini membuat Alvaro bisa mengamati wajah Bianca dengan lebih jelas.

Cewek itu memang ahli menutupi bekas luka hingga orang lain tidak akan menyadari. Namun, Alvaro sudah melihat kejadian kemarin, jadi tahu dengan persis keberadaan luka itu.

"Ini tuh sedang tren. Memangnya pacarnya Bapak nggak pernah pakai make up? Ups, maaf, Pak. Saya lupa kalau Bapak nggak punya pacar. Mana ada cewek yang berani dekat-dekat Bapak. Pasti takut dijutekin," balas Bianca dengan nada sinis maksimal.

"Maaf, maaf saja. Selera saya itu cukup tinggi. Saya lebih suka yang seperti manekin toko dari pada ondel-ondel. Bukannya saya tidak menyukai kebudayaan negeri sendiri, tapi dandananmu yang menor berpotensi membuat anak-anak lari ketakutan. Apa memang pacarmu suka tipe cewek yang dempulnya setebal tembok bendungan?"

"Pacaran saja sono sama manekin, jangan pacaran sama orang!"

Bianca menghentakkan kaki sebelum meninggalkan ruangan kantor. Sepeninggal Bianca, Alvaro memejam. Dia mengingat-ingat lagi posisi bekas lebam yang ada di wajah Bianca. Pacar cewek itu memang keterlaluan.

Kerjaannya selanjutnya adalah mondar-mandir di lantai yang menjadi tempat kerja Bianca. Inspeksi mendadak itu membuat dirinya mendapatkan tatapan tidak suka dari Bianca.

Dia butuh Kairo dan Aika kembali ke sini agar pikirannya kembali waras. Sekarang Alvaro tak ubahnya seperti penguntit pengecut yang selalu mengawasi cewek yang disukai.

Pulang kerja, Alvaro sengaja naik ojek online agar bisa dengan mudah membuntuti Bianca. Jangan sampai cewek itu kembali dipukuli oleh pacarnya.

"Tunggu di sini dulu, Pak," pinta Alvaro yang melompat turun agar tidak kehilangan jejak Bianca.

Cewek itu masuk ke dalam toko perhiasan. Alvaro melihat pacar Bianca menyambut dengan hangat. Bahkan mencium pipi Bianca yang membuat pipi cewek itu bersemu merah.

Tak berapa lama, sebuah gelang emas sudah melingkar di pergelangan tangan Bianca. Rasanya Alvaro hendak muntah melihat adegan Bianca yang menarik cowok itu mendekat untuk memberikan ciuman terima kasih. Dia sudah cukup sering terpaksa melihat kemesraan Boss dan istrinya, jangan sampai ditambah dengan kedua orang di hadapannya.

Alvaro sudah berada di boncengan Abang tukang ojek ketika Bianca masuk ke dalam sedan yang terlihat mirip dengan miliknya. Apa pacar Bianca sengaja membeli mobil yang sama karena cemburu?

Hasil penyelidikan Alvaro malah membuat makin geram. Kelakuan pacar Bianca mengingatkan akan dengan kehidupan pernikahan kedua orang tuanya. Bapak yang dengan mudah meminta maaf serta menghujani Emak dengan hadiah ketika kemarahan sudah surut. Namun, tak segan untuk menghajar sampai babak belur ketika amarah tersulut.

Matahari sudah terbenam ketika Alvaro memutuskan untuk pulang. Beberapa jam ini dia sudah mengetahui seperti apa sifat pacar Bianca.

"Dasar murahan!" sembur Alvaro setelah masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu.

"Bagaimana dia bisa dengan bodoh masih bertahan dalam hubungan toxic seperti itu? Apa karena harta pacarnya? Dasar Matre!"

"Nggak, nggak, nggak. Kali ini aku nggak boleh terlibat dalam urusan ini. Biar dia menyelesaikannya sendiri. Toh dia juga bahagia dengan hadiah mahal yang bisa dipamerkan," gerutu Alvaro, sambil memejamkan matanya, berusaha untuk abai pada apa pun hal yang menyangkut Bianca.

Namun nahasnya, saat dia menutup mata. Bayangan Bianca yang ditampar pacar gadis itu malah muncul tak tahu diri di benaknya.

Sontak saja matanya langsung terbuka, dengan hati yang kembali kacau. Pria itu pun lalu menggeram kesal setelahnya, sambil mengusap wajahnya dengan kasar.

Sialan! 

Kenapa Alvaro tidak bisa melupakan kejadian itu, dan kini malah kembali mengkhawatirkan Bianca?

Apa sebenarnya yang terjadi padanya?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status