Share

Babang 6

*Happy reading*

"Maaf, Pak. Saya cari taksi saja."

Dengan sigap, Alvaro mencekal tangan Bianca, saat gadis itu hendak melewatinya. Cowok itu menarik Bianca menuju sedan hitam mengkilat, yang terparkir di dekat mereka.

"Eh, Pak. Saya bilang, saya naik taksi saja, Pak. Masih ada perlu soalnya," tolak Bianca yang dengan konyolnya berpegangan pada tiang halte.

Apaan sih, gadis ini?

"Ck, Lepasin itu, Bianca! Jangan bikin malu!" Alvaro memelototi orang yang bisik-bisik sambil menunjuk mereka.

"Tapi, ta--"

"Kamu tadi sudah setuju, jadi sekarang saya tidak terima penolakan!" ucap Alvaro dengan suara menggelegar.

Bianca pun bergidik ngeri, sebelum akhirnya mau melepaskan pegangannya. 

Gila, suara petir aja kalah powerfull dibandingkan suara Alvaro.

"Bagus," ucap Alvaro yang menahan pintu untuk Bianca. Lalu sedikit mendorong tubuh Bianca, agar gadis itu segera masuk ke dalam mobilnya.

Ck, gak ada lembut-lembutnya banget sih, sama cewek. Pantas jomblo!

"Bapak kenapa maksa saya, sih? Padahal, Bapak kan, nggak punya kewajiban untuk anterin saya pulang," cicit Bianca, setelah Alvaro berada di balik kemudi.

"Siapa bilang saya nggak punya kewajiban?" protes Alvaro, seraya memasang seat belt-nya. "Tentu saja saya punya," lanjutnya tegas. Membuat Bianca menunggu dengan penasaran.

"Yang pertama, kamu pakai jas saya gara-gara rokmu sobek. Tentu, Saya harus pastikan keselamatan jas itu di tangan kamu, kan?"

What the ... jadi dia maksa nganterin. Cuma buat jas ini? Sialan banget, sih?

"Iya, deh. Yang punya jas mahal." Bianca mendesah kesal. "Takut banget sih, Bianca rusakin nih, Jas. Padahal, Bianca tahu kok, kalau jas ini pasti pemberian Bos Kairo. Soalnya, Mana mungkin bapak bisa beli jas bikinan desainer ternama Indonesia. Eh, bisa beli sih, Pasti. Cuma ... palingan juga gak bakal mau dengan sukarela. Secara ... Bapaknya pel--eh, irit banget!" sambung Bianca, hampir keceplosan menyindir sikap pelit Alvaro, yang sudah terkenal seantero kantor.

Alvaro sendiri tak lagi terkejut dengan pengetahuan yang dimiliki Bianca. Cewek ini memang pandai menilai barang-barang bermerek. Sekalipun dalam satu kali tatapan.

Alvaro bahkan nggak bakal heran, kalau misalnya suatu hari melihat cewek ini jalan dengan pria kaya, atau bahkan sugar daddy.

Bianca terlalu terlihat seperti gold digger di mata Alvaro. Beda jauh dengan Aika, yang terlihat lebih sederhana walaupun masuk ke jajaran orang kaya.

Eh, kenapa malah jadi inget istri bosnya?

"Kedua, Nyonya Bos dengan jelas memberi perintah pada saya, untuk mengurus kamu. Nah, sudah bisa di pahami, kan? Kalau saja bukan beliau yang nyuruh, mana sudi saya ngurusin kamu." Alvaro mengabaikan ucapan Bianca yang terkesan menyindir tadi, dengan meneruskan alasannya.

Namun, Bianca sudah tak peduli. Karena, apapun alasannya. Bianca harus segera turun dari mobil Alvaro ini. Sebelum petaka menyapanya.

"Turunin saya di sana saja," ucap Bianca tiba-tiba.

"Ini belum setengah jalan ke arah rumahmu. Kenapa saya harus turunin kamu?" Sayangnya, Alvaro malah menolaknya.

"Soalnya saya harus bertemu dengan seseorang, Pak. Tapi, Bapak tenang saja. Saya bakalan lapor ke Aika, kalau Bapak sudah mengantarkan saya sampai rumah, dengan selamat tanpa kekurangan suatu apapun, oke!" tutur Bianca seperti sedang membaca pidato.

Lirikan Alvaro mampir kepada Bianca, yang terus menerus menunduk dan mengecek hpnya. Kaki cewek itu bahkan tanpa sadar terus bergerak. Membuat Alvaro menduga-duga. 

Pasti ada sesuatu dengan pertemuan yang disebutkan tadi. 

Atau ... Jangan-jangan Bianca mau ketemu dengan pacarnya? Makanya minta turun di sini? Gadis ini pasti takut dianggap selingkuh. 

Padahal sih, masa bodoh! Siapa juga yang mau sama gadis ini?

Lagipula, kenapa dia jadi repot memikirkan Bianca seperti ini, sih?

Aneh!

"Sana turun! Jangan lupa lapor ke istri Bos!" ujar Alvaro setelah menepikan mobil.

"Iya, iya," sahut Bianca yang buru-buru melompat turun. Dengan Hp sudah menempel di telinga Bianca. "Iya, Pak. Tunggu sebentar, saya sudah dekat," ucap Bianca sambil lalu, tanpa memperdulikan Alvaro lagi.

Tak lama setelahnya, Bianca pun terlihat menghampiri pengemudi taksi yang berdiri menunggunya. 

Dari tadi Bianca memang sangat cemas, karena sudah melihat keberadaan taksi yang dipesannya.

"Pak, saya yang memesan taksi. Tolong tunggu sebentar lagi, saya masuk dulu," ucap Bianca buru-buru. Kemudian langsung berbalik begitu saja tanpa menunggu jawaban sopir Taksi, yang sebenarnya terlihat kesal di sana.

"Beb, udah lama nungguin, ya?"

Bianca melompat masuk dalam pelukan pacarnya, yang baru saja keluar dari Kafe. 

Namun, sayangnya, wajah pacarnya sudah terlihat sesuram air banjir.

"Kamu dari mana saja? Kenapa datang dari arah kanan? Padahal taksi sudah nunggu di depan kita."

Mampus!

Bianca menelan ludah dengan susah payah. Sambil merangkai kata dengan cepat sebagai jawaban. 

"Tadi aku naik bis ke sini, Beb. Maklum, tanggal tua. Aku Bokek, Beb," gurau Bianca, dengan niat untuk mencairkan suasana. Namun ....

Plak!

Telapak tangan pacarnya yang besar, malah kini tercetak di pipi Bianca. Membuat sudut bibirnya terasa perih. 

Ah, Besok pasti Bianca akan kesulitan menutupi luka sobek di bibirnya.

"Jangan dikira aku akan mudah dibohongi ya, Bi! Jelas-jelas aku liat kamu turun dari sedan itu!" tunjuk pacarnya Bianca dengan tegas, pada mobil Alvaro yang baru saja melintas.

Tanpa Bianca sadari, Alvaro langsung mencengkeram erat stir mobil, hingga buku jarinya memutih saat melihat apa yang dialami Bianca. 

Kejadian itu sungguh membuat Alvaro sangat terkejut, dan jadi kesal sendiri.

Sialan! Seharusnya memang tadi Alvaro tidak memaksa mengantar Bianca. Agar Bianca tak sampai mendapat perlakuan itu.

Ah, Alvaro memang paling benci dengan Pria yang suka main tangan. Karena itu membuatnya teringat Ayahnya.

Makanya, tadi Alvaro ingin sekali turun dan mengahajar pacar Bianca yang brengsek itu. Biar dia tak berani mengasari Bianca lagi.

Namun, apa haknya? Sekali lagi, Alvaro pun menegaskan dalam hati, kalau ini bukanlah urusannya, dan mencoba menutup mata pada apa yang baru saja dilihatnya.

"Eh, itu tadi kebetulan saja, Beb. Beliau mau lewat arah sini, dan menawari tumpangan karena hujan. Jadi--"

"Terus, ini jas siapa?" sela pacar Bianca, seakan tak mau dengar alasan dari Bianca.

Lalu, Pacar Bianca pun mencoba melepaskan jas milik Alvaro, yang masih melingkari perut Bianca. 

Namun, sebisa mungkin Bianca pertahankan, karena roknya memang masih membutuhkan perlindungan jas ini.

"Jangan, Beb. Lebih baik kita masuk ke taksi sekarang."

Sayangnya, jawaban Bianca malah di salah artikan pacarnya. Hingga pria itu pun makin murka, dan kembali menampar Bianca bolak balik dengan keras. 

"Dasar jalang! Udah berani main-main di belakang gue ya, lo!" Serunya keras, sambil menjambak rambut Bianca dengan kasar.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
siti yulianti
astagfirullah bi dapat cowok dr mana ringan tangan bangey
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status