enjoy reading. nantikan next partnya ya
Bab 16A Rumah SakitSampai di rumah sakit, Pak Rahmat mendapat pertolongan di IGD. Dokter menyatakan kalau laki-laki yang sudah berusia lewat setengah abad itu terkena struk. "Apa penyakit bapak saya bisa disembuhkan, Dok?" tanya Ning dengan wajah sendu. Ia sedang konsultasi dengan dokter yang menangani bapaknya. Syam menemaninya, sedang ibunya menunggu di ruang IGD. "Ya stroke bisa sembuh. Tetapi, ada dua hal yang menentukan kesembuhan stroke. Pertama, pengobatan awal yang dilakukan dokter untuk mengembalikan aliran darah normal di otak dan kedua adalah partisipasi pasien dalam menjalani rehabilitasi atau terapi pasca serangan stroke. Beruntung, keluarga segeea membawa Pak Rahmat ke rumah sakit sehingga dapat segera ditangani. Namun, ini membutuhkan waktu yang tidak singkat untuk menyembuhkannya. Pak Rahmat harus menjalani terapi." "Apa biayanya besar, Dok?" "Mbak tidak perlu kawatir, mengenai biaya bisa dicover pemerintah kalau mbak punya kartu jaminan kesehatan." "Oh begitu. B
Bab 16B Rumah Sakit"Bu, ini sarapannya. Ibu harus jaga kesehatan supaya bisa merawat bapak. Ning harus balik ke Yogya soalnya. Mbak Titin juga pasti bekerja di rumah Haji Ali. Amir juga sekolah. "Ya, ibu tahu. Nggak usah kamu ceramahi." Glek, Dugaan Ning salah. Dipikirnya sang ibu sudah mulai lembut bertutur padanya. Namun, pagi ini mode ibunya kembali ke setelan awal. Ia melirik Syam yang memperhatikannya. Malu jelas iya, tapi Ning tak acuh dengan hal itu. Ning mengajak ibunya sarapan di luar karena ruangan akan dibersihkan. Ia pamit pada bapaknya dibalas dengan anggukan. "Maaf, Bu. Ibu jangan berpikiraan buruk dulu. Ning di Yogya beneran kerja di kantin kampus. Mas Eko yang nyarikan. Alhamdulillah Ning sudah bisa mengumpulkan uang. Tentang Syam ini. Dia anak dari perempuan yang menolong Ning waktu dicopet di terminal." "Saya Syam, Bu. Saya mahasiswa di tempat Ning jadi kasir. Saya hanya membantu mengantarnya pulang." "Syam juga mau membantu Ning memulai usaha keripik singkong
Bab 17A Diskusi dengan keluargaSetelah mendapat perawatan 24 jam di pantau oleh dokter, Pak Rahmat diperbolehkan rawat jalan. Ning bersyukur dokter mengizinkan ayahnya memeriksakan di puskesmas terdekat dari rumah. Ada dokter yang akan menanganinya, sehingga keluarga tidak repot bolak balik ke kota. Namun, ayahnya dianjurkan melakukan terpai yang sudah dijadwalkan di rumah sakit kota."Bapak dan ibu nggak usah kawatir, Ning akan bantu biaya transport kalau bapak periksa. Semalam Ning sudah diskusi sama Syam, kalau usaha keripik mau kita mulai lagi.""Apa kamu yakin ini akan berhasil, Ning?" Kali ini Ning merasa ibunya melunak. Entah karena apa, yang pasti hati ning berbunga-bunga saat ibunya memandang lembut dirinya. Seulas senyum pun terbit di bibir tipisnya."Kata Syam, usaha dulu Bu. Kalau nggak dicoba kita nggak tahu berhasil atau enggak.""Iya betul, Bu. Di kampus kadang ada event pameran. Nanti bisa produknya kita titipkan di acara itu. Yang penting di sini ada tenaga yang siap
Bab 18 SemangatSore hari setelah Ning memberi penjelasan untuk produksi keripik, Titin dan Amir mengangguk paham. Sementara, kedua saudaranya yang fokus memproduksi. Mereka akan meminta bantuan teman atau tetangga yang bisa diandalkan andai orderan meningkat. Sementara itu, Bu Romlah diminta Ning membantu sebisanya. Sebab ibunya harus fokus merawat sang ayah. Tentu saja itu sebagai alasan Ning agar ibunya tidak capek bekerja. Ia menyesal tidak berhasil membujuk ibunya untuk periksa kesehatan. Katanya kondisinya baik-baik saja."Mbak Titin, Amir, pokoknya ibu nggak boleh capek-capek.""Ckk, nggak usah dengerin omongan Ning. Ibu masih kuat.""Bu! Kasian bapak juga nanti sendirian kalau ibu sibuk bekerja.""Iya-iya. Nggak usah banyak omong," ujar Bu Romlah sedikit bercanda. Ning sumringah melihat ibunya mulai melunak dalam bersikap padanya."Sementara ketelanya bisa beli di tempat tetangga jika dari kebun kita kurang ya, Mir.""Siap, Mbak.""Oya untuk aneka rasa sebaiknya menunggu kabar
Bab 19 Jalani saja"Aku harus gimana, Yuk. Syam itu adiknya Zen. Dia tidak tahu aku orang yang menghancurkan masa depan kakaknya di masa lalu. Meskipun Zen sekarang jadi dosen di kampus tempatku bekerja, pasti laki-laki itu berat melewati masa lalunya.""Apa kamu tahu kisah Zen sampai saat ini?""Nggak, Yuk. Aku hanya tahu kalau dia yang dulu ramah dan murah senyum. Sekarang jadi bersikap dingin. Terlebih saat bergemu denganku, dia sama sekali tidak ada lembutnya.""Miris sekali nasibmu, Ning. Tapi percayalah Allah pasti punya rencana terbaik karena mempertemukanmu dengan Zen. Jalani saja! Bukankah kamu dulu menyukainya?""Saat ini bukan perkara perasaanku, Yuk. Dia sangat membenciku. Aku hanya butuh maaf darinya. Aku juga berniat mengganti uang yang dia berikan pada ibu. Aku mau menemui Mbak Vina untuk meminta saran cara mengembalikan uang Zen."Ning menelungkupkan wajah di bahu Ayu. Sahabatnya itu sangat tahu kondisi keluarga Ning hingga merekayasa supaya mendapat uang banyak. Namun,
Bab 20 Pameran yang ricuh Seminggu berlalu, usaha memasarkan keripik singkong tergolong lancar. Hanya libur sehari karena mempersiapkan produk untuk pameran, mahasiswa sudah berburu ketersediaan keripik milik Ning. Malam hari Ning sudah mulai menyicil uang Zen dengan mentransfer uang. Meski baru sebagian kecil, tetapi Ning merasa beban dipundaknya mulai gugur satu. Ia melakukan transfer sesuai yang ditutorialkan oleh Syam. Ia perlu banyak berterima kasih pada laki-laki itu. Setelah mentransfer, Ning selalu mengirim pesan pada Zen. Namun, laki-laki itu tidak pernah memberi balasan. Menghembuskan napas pelan, Ning segera merebahkan badannya yang tidak pernah dirasa lelah. Menjalani hidup prihatin menjadikannya pribadi yang kuat menahan cobaan. Selain puasa senin kamis, ia merutinkan menggelar sajadah di sepertiga malam. Ia pernah mendengar nasihat seorang ustazd. Di sepertiga malam terakhir Allah SWT akan mengabulkan doa-doa dan mengampuni dosa hamba-Nya yang mendirikan salat Tahaju
Bab 20B Pameran yang ricuh "Sini biar kulihat tanganmu!" "Tidak perlu. Keluarlah dari ruanganku, Vin! Aku tidak ingin kamu terkena luapan emosiku." "Tidak Zen. Aku tetap akan di sini menemanimu." "Ya sudah. Aku mau pulang saja. Sampai jumpa. Tolong pintunya di tutup biar satpam yang mengunci. "Zen. Zen!" Vina berusaha menahan. Namun, Zen tidak mengindahkan seruannya. Zen meninggalkan Vina yang terpaku di ruangan sedikit berantakan itu. Vina merapikan kembali meja Zen. Kemarahan merajai hatinya. Ia tidak terima dengan kehadiran kembali Ning di hidup Zen. Melangkah ke luar ruangan, Vina hendak menuju stand pameran milik Ning. Ia sudah diliputi kemarahan. Beruntung tidak ada Syam di sana, ia bebas melakukan apa saja. Di sudut tak jauh dari tempat pameran, Vina berbicara dengan dua orang mahasiswi. Keduanya mengangguk paham lalu berjalan menuju stand Ning. "Hebat ya, bikin produk dengan aneka rasa tanpa meminta izin pemilik haki (hak cipta) nya. Itu namanya mencuri." "Eh maksudnya
Bab 21A Bertemu "Ya Rabb, kenapa jalannya harus begini. Saat kesuksesan di depan mata kenapa harus hancur hanya dalam satu kedipan mata. Tidak pantaskah aku mendapatkan kebahagiaan. Dosaku pasti belum termaafkan. Semua kebahagiaan yang aku impikan hanya bayang semu." Sepanjang kaki melangkah, Ning hanya meracau membuat Ayu trenyuh. "Ning, sabar ya! Kita ke kos dulu. Kamu butuh istirahat." Brukk "Astaghfirullah, Ning!" "Maaf, Yuk. Aku merepotkanmu." "Sudah diam saja, jangan banyak omong. Ayo kita ke kembali ke kos." Melewati gang sempit, keduanya sempat berpapasan dengan beberapa mahasiswa yang akan berangkat ke kampus. Mefeka memandang heran. Bahkan ada yang sempat menegur sapa. Namun, Ayu bisa memberi penjelasan singkat hingga mereka tidak bertanya kembali. "Ayo rebahan dulu! Aku bikinkan teh manis." Ayu menyandarkan tubuh Ning dengan kepala agak tinggi. Ia menumpuk dua bantal lalu membuatkan minum. "Diminum dulu, Ning!" Ning memang mendengarnya. Akan tetapi keinginan menan