Mengejar Cinta Sang Dosen Populer

Mengejar Cinta Sang Dosen Populer

Oleh:  D Lista  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
5 Peringkat
64Bab
19.9KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

"Dia siapa, Ma?" Entah kenapa aku gugup sendiri saat tanya itu mencuat. Aku belum berani melihat jelas wajahnya. Sampai Bu Tya memperkenalkanku padanya. "Ning, kenalkan ini anak sulung saya, Zen Maulana. Zen, ini Ning yang mau bantu mama bersih-bersih rumah. Dia juga mau kerja di kantin kampus." Aku yang baru saja menginjakkan kaki di anak tangga terakhir terlonjak kaget. Nama itu, tidak asing bagiku. Apa hanya sebuah kebetulan nama lengkapnya sama. Aku memberanikan diri melihat wajah anak sulung Bu Tya. Seketika kotak yang kupegang jatuh membuat isinya berhamburan. Rasa-rasanya kepalaku bagai dihantam palu. Aku tidak menyangka akan bertemu laki-laki masa lalu di rumah besar ini. Nasib yang menurutku baik bertemu Bu Tya ternyata disertai kejutan besar bertemu orang yang membuatku tidak tenang di tiga tahun terakhir hidupku. "Zen? Dia benar-benar Zen yang sama, Zen Maulana." Tanganku mendadak tremor. Bulir keringat sebesar biji jagung bermunculan. Bahkan tenggorokan terasa tercekat. Aku dilanda ketakutan seperti seorang penjahat yang menanti eksekusi hukuman. Pandangan mulai mengabur dan gelap. Lutut lemas seolah tak bertulang, aku terhuyung. Sebelum kesadaranku hilang, sayup-sayup telingaku menangkap suara. Nama panggilan yang biasa Zen sebut untukku. "Han!" Simak ceritanya, yuk.

Lihat lebih banyak
Mengejar Cinta Sang Dosen Populer Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Eni piteia
luar biasa
2023-11-19 01:28:10
1
user avatar
Disha Disha
makasih thor,, jatungku ikut kerasa
2023-10-12 10:18:04
1
user avatar
Rosemala
keren, Kak. sinopsisnya aja dalem banget kata-katanya. lanjutkan kak
2023-07-28 17:51:16
1
user avatar
Herlina Teddy
Keren alur ceritanya. Tokohnya juga guantenggg
2023-06-16 12:16:39
3
user avatar
Shofie Widdianto
Akhirnya keluar lagi karya barunya .........
2023-06-16 11:39:48
1
64 Bab
Bab 1 Prolog
"Dia siapa, Ma?" Entah kenapa aku gugup sendiri saat tanya itu mencuat. Aku belum berani melihat jelas wajahnya. Sampai Bu Tya memperkenalkanku padanya."Ning, kenalkan ini anak sulung saya, Zen Maulana. Zen, ini Ning yang mau bantu mama bersih-bersih rumah. Dia juga mau kerja di kantin kampus."Aku yang baru saja menginjakkan kaki di anak tangga terakhir terlonjak kaget. Nama itu, tidak asing bagiku. Apa hanya sebuah kebetulan nama lengkapnya sama. Aku memberanikan diri melihat wajah anak sulung Bu Tya.Seketika kotak yang kupegang jatuh membuat isinya berhamburan. Rasa-rasanya kepalaku bagai dihantam palu. Aku tidak menyangka akan bertemu laki-laki masa lalu di rumah besar ini. Nasib yang menurutku baik bertemu Bu Tya ternyata disertai kejutan besar bertemu orang yang membuatku tidak tenang di tiga tahun terakhir hidupku."Zen? Dia benar-benar Zen yang sama, Zen Maulana."Tanganku mendadak tremor. Bulir keringat sebesar biji jagung bermunculan. Bahkan tenggorokan terasa tercekat. A
Baca selengkapnya
Bab 2 Rekayasa
"Bu, hari ini berapa bungkus keripik yang mau dibuat?" tanyaku pada ibu.Wanita itu terlihat gusar hingga memancingku untuk bertanya. Tak disangka wajahnya tiba-tiba merah padam."Kamu kenapa bikin kaget?! Ibu bisa jantungan tahu, nggak!" Aku tersentak saat ibuku justru terkesan membentak. Ibu masih sibuk mengupas ketela yang ada di lantai. Lalu ketela yang kulitnya sudah dibuang di rendam dalam bak berisi air."Ibu dari tadi melamun. Ning khawatir pisaunya mengenai tangan ibu," ucapku beralasan yang masuk akal.Akhir pekan seperti biasa, aku menyibukkan diri membantu menyiapkan keripik singkong. Bapak menggalinya dari kebun sepetak yang ada di sebelah rumah. Ibuku menyiapkan bumbu, sedangkan aku menyiapkan api untuk penggorengan."Di mana Mbakmu, Ning?" Ibu tidak memberi penjelasan justru menanyakan anak sulungnya."Di kamar. Ning sudah minta Mbak Titin bantuin bikin keripik. Tapi dari tadi nggak muncul juga."Aku sengaja sedikit mendecis kesal agar ibu mau membujuk Mbak Titin untuk
Baca selengkapnya
Bab 3 Terancam Tidak Ikut Ujian
Pagi-pagi subuh, aku sudah bangun membantu menyiapkan sarapan. Aku biasa membantu ibu yang sudah terlebih dulu berkutat di dapur. Meski sikap ibu kurang baik padaku, aku tetap salut pada beliau. Pagi-pagi ibu menyiapkan sarapan dan bekal makan siang untuk bapak dan Amir. "Ning, buruan yang ini dimasak juga!" Aku kaget melihat daging berbalur bumbu bawang siap digoreng. "Ini sudah ada tempe buat lauk, Bu. Dagingnya juga digoreng?" tanyaku ragu. Pasalnya menu makan ayam amat jarang terlihat di meja makan. Tempe dan tahu gorenglah yang mendominasi. Namun, aku tetap menikmati setiap masakan ibu."Sudah nggak usah banyak omong. Lagian ayam gorengnya bukan buat kamu sama Amir, tapi buat makan mbakmu."Oh, jadi lauk spesial ini untuk Mbak Titin. Aku sudah terlanjur bahagia, ibu memberi harapan pada Amir yang pernah menanyakan kenapa kami jarang menyediakan lauk ayam goreng.Beberapa menit kemudian."Wah, lauknya enak sekali, Mbak." Suara Amir menyeru dari belakang punggungku. Aku yang se
Baca selengkapnya
Bab 4 Harapan
Setelah selesai meredam isak tangis, aku mengikuti langkah bu guru. Sejatinya aku malu, wajahku pasti sudah kuyu. Aku meminta izin membasuh muka terlebih dulu sebelum ke ruang yang bertuliskan ruang kepala sekolah."Pak, ini kakaknya Amir," ujar bu guru mengenalkanku pada sosok tegas yang duduk di kursi kerjanya. Laki-laki paruh baya itu menelisikku dari ujung kepala hingga ujung kaki."Kamu kakaknya Amir?""Iya, Pak. Saya Haningtyas, bisa dipanggil Ning." Aku mengulurkan tangan memperkenalkan diri. Kepala sekolah hanya tersenyum singkat."Sepertinya kamu masih sekolah?""Saya kelas tiga SMA, Pak. Sudah selesai ujian, tinggal menunggu kelulusan.""Mohon disampaikan pada orang tua Amir kalau syarat mengikuti ujian kelulusan harus lunas seluruh biaya sekolah," ucap kepala sekolah tegas.Aku tertunduk malu. Kenyataan keluargaku memang belum punya cukup uang untuk persiapan kelulusan. Tahun ini aku dan Amir lulus berbarengan sehingga kebutuhan uang membengkak. Namun, bapak masih berjanji
Baca selengkapnya
Bab 5 Bertemu Masa Lalu
Tiga tahun berlalu.....Aku hidup dalam tekanan batin hebat. Sakit kepala sebelah semakin sering menyerangku. Apalagi ditambah bapak yang murka saat mendengarku berbuat mes*m dengan Zen. Hari-hari kulalui tanpa senyum dari beliau. Sungguh menyakitkan dianggap asing oleh laki-laki yang biasanya menatapku penuh kasih sayang."Ampuni Ning, Pak. Ning benar-benar tidak melakukannya." Aku bersimpuh di kaki bapak yang duduk di kursi roda. Sakit gejala struk bapak semakin parah saat mendengar berita buruk yang menimpaku."Pergi dari rumah ini, Ning. Bapak tidak mau melihatmu di sini. Kamu bikin malu bapak dan ibu."Meski ucapan bapak lirih tetapi tetap saja bagaikan sembilu yang menyayat hati. Aku tidak habis pikir dengan tindakan ibu yang menjadikanku korban."Baik, Pak. Ning akan merantau ke Yogya. Ning mau cari uang untuk bapak berobat. Bapak harus sembuh.""Tidak perlu. Bapak tidak butuh uang darimu. Anak tidak tahu diri. Sudah dibesarkan dengan kasih sayang malah melempari bapak ibumu de
Baca selengkapnya
Bab 6 Canggung
"Oh, maaf, Bu. Anak ibu dosen berarti," ungkapku sambil menelungkupkan kedua tangan."Iya dosen muda, tapi sudah sangat sibuk sekali. Sampai-sampai saya suruh menikah belum mau. Padahal sudah disiapkan perjodohan dengan anak sahabat saya. Ya sudah biar mereka saling mengenal dulu. Hanya saja saya kurang setuju kalau kesana kemari berdua, nggak enak dilihatnya kalau belum halal."Aku terkekeh pelan mendengar perjodohan di abad sekarang."Iya, Bu. Mungkin nanti kalau sudah menemukan jodohnya anak ibu cepat- cepat menikah.""Semoga, ya. Eh, ini kamar anak saya yang pertama, yang ini yang kedua." Trus paling ujung kamar putri saya, sekarang dia lagi studi di luar negeri.""Wah kampus yang bagus pastinya, Bu.""Alhamdulillah. Yang penting anak-anak saya mau melanjutkan pendidikan sampai jenjang tinggi. Seperti Mbak Ning juga, semoga ada kesempatan." Aku mengulum senyum sambil mengamini doanya. Melihat-lihat kamar yang berseberangan, aku menghafalkan satu persatu. Ada inisial ZM dan SM di p
Baca selengkapnya
Bab 7 Terjebak
Bab 7 TerjebakZen berlalu tanpa kata setelah aku mengembalikan buku miliknya ke almari. Sikapnya benar-benar tak acuh padaku. Bahkan senyum sedikit saja tidak terlihat di wajahnya. Benar-benar dingin, wajahnya kayak kulkas 2 pintu.Ya Rabb kuatkan aku. Kenapa begitu cepat Engkau pertemukan aku dengan orang itu. "Bu Tya, mana yang bisa dibantu?" tanyaku saat menghampiri pemilik rumah besar ini di dapur."Oh ini, Mbak. Sayurannya dipotong kecil-kecil ya. Kita bikin sup ayam lauknya udang crispy dan tempe goreng. Menu itu kesukaan anak-anak sejak kecil hingga dewasa masih lahap."Wah senangnya jadi anak-anak, ibu pandai memasak," pujiku pada Bu Tya."Makasih ya Mbak Ning. Simbok yang biasa membantu anaknya lagi demam jadi nggak bisa kemari.""Saya malah senang bisa membantu, Bu.""Ngomong-ngomong, kenapa kamu nhgak melanjutkan kuliah saja? Kenapa mau kerja di kantin kampus?"Sejenak aku terlempar di masa lalu yang menyedihkan bagiku."Mbak, rapot dan ijazahku bisa diambil, nggak?" lirih
Baca selengkapnya
Bab 8 Motor atau Mobil
Bab 8 Motor atau Mobil"Katakan?! Siapa yang menyuruhmu kemari?!""Zen. Aku....""Jangan sebut nama itu!""Ma... maaf, Mas Alan. Sa... saya. Ough! Sakit."Entah kenapa sakit kepala sebelahku tiba-tiba menyerang kembali. Akhir-akhir ini aku sering merasakannya. Apa mungkin efek kelelahan dan banyak pikiran, entahlah.Aku berharap Zen tidak menduga kalau aku berbohong."Kamu terlalu pintar untuk menipuku lagi. Tidak usah berpura-pura sakit di depanku. Aku tidak akan kena tipu untuk kedua kalinya."Nyes,Ucapan Zen seperti sembilu yang menyayat hati. Aku berusaha menahan luka yang tak kasat mata. Biarlah sakit hatiku mengalahkan peningnya kepala yang teramat sangat. Berusaha menegakkan kepala agar air mata yidak tumpah, aku memberanikan diri menatapnya. Meskipun tatapan Zen masih sedingin es, aku tidak peduli. Aku tidak ingin menangis di depannya.Beberapa kali aku meringis menahan sakit kepala. "Saya tidak sengaja sampai di rumah ini. Bu Tya yang menolong saya waktu kena copet di termi
Baca selengkapnya
Bab 9 Siapa yang Penipu
Bab 9 Siapa yang Penipu (Pov Author)"Dia nggak protes, kok," sanggah Syam pada kakaknya."Mana berani dia protes!" seru Zen."Kita tanya Ning saja. Ning kamu mau naik motor atau mobil?"Dilema merajai hati, Ning merasa takut melirik wajah dua-duanya."Sudahlah, ayo masuk mobil! Saya nggak terima penolakan."Melihat Zen tak acuh masuk mobil duluan, Ning tidak enak hati. Ia tidak mau membuat laki-laki berambut cepak dengan tinggi sekitar 170cm itu murka."Maaf, Syam. Saya ikut mobil Mas Alan ya."Syam berdecak kesal, sia-sia dia mau bersaing dengan kakaknya. Niat hati sampai kampus pamer dengan teman-temannya kalau ada cewek yang bisa dia boncengin. Ujung-ujungnya detngah jalan ditebas niatnya oleh Zen."Mas Zen menyebalkan."Syam menyantolkan helm yang dipakai Ning ke motor. Gegas ia menghidupkan mesinnya lagi dan melajukan motor sportnya menuju kampus. Sempat menyalip mobil kakaknya dengan membunyikan gas kencang. Rasa kesalnya hilang, Syam mendahului mobil itu.Sepanjang perjalanan h
Baca selengkapnya
Bab 10 Bercanda
Bab 10 Bercanda"Iya, kamu kira aku baik secara cuma-cuma. Kamu juga harus balas dengan kebaikan dong.""Maksudnya?""Misalnya jadi pacarku gitu.""Apa?!"Syam tiba-tiba terbahak membuat wajah kaku Ning memudar."Bercanda, Ning. Serius amat, sih.""Ishh, nyebelin kamu Syam."Keduanya berjalan menuju kantin FEB, Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Motor Syam sudah dipindahkannya ke parkiran khusus mahasiswa. Kampus yang menjadi impian Ning untuk belajar materi itu merupakan kampus dengan mayoritas mahasiswa menaiki mobil. Entah impiannya akan terwujud atau tidak. Setidaknya Ning sudah pernah mengambah kampus impiannya."Mahasiswa yang kuliah di sini kaya-kaya ya, Syam?" celetuk Ning. Ia masih mengamati mobil yang berjajar di depan gedung. Tahu arah pembicaraan Ning, Syam mengukir senyuman lebar."Ya, nggak semuanya, Ning. Orang biasa pun bisa kuliah di sini. Mobil yang kamu lihat itu mobilnya dosen kali. Tuh, banyak mahasiswa yang ngontel. Bahkan mahasiswa yang jalan kaki pun ada.Ning menangg
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status