Dzi masuk ke gerbang Rumah Sehat Alfitrah dengan kondisi tubuh yang masih lemas. Sudah lama ia tidak berlatih sehingga saat melawan enam preman yang mengganggunya, ia merasa kewalahan. Ia merasakan kepalanya pusing. Mual dan matanya sedikit berkunang-kunang.
Setelah memarikir motornya, Dzi melangkah masuk Alfitrah. ia mengedarkan pandangan untuk mencari Dokter Andini untuk mencoba mencari pertolongan. Beberapa pasien yang melihatnya nampak kebingungan dengan kondisi Dzi namum, mereka tidak berbuat apapun.
“Kamu kenapa Saifi?”
Dokter Andini yang baru keluar ruang tindakan pasien putri, menghampiri Dzi yang berjalan terhuyung di depannya. Dzi mengulurkan tangannya, meminta bantuan Andini.
“Tolong bawa aku ke ruang perawatan. Aku butuh pertolongan sekarang, Dok.”
Andini langsung menuntun Dzi ke ruang perawatan pasien. Mereka melangkah dengan cepat tanpa menghiraukan tatapan pengunjung
“Kamu kenapa sampai begini kon
Tok tok tokAndini, Willy dan Mira menolah ke pintu. Sedang Dzi hanya memejamkan matanya.“Silakan masuk!”Seorang pemuda berpenampilan sederhana masuk. Andini, Willy dan Mira menatap sang pemuda dengan tatapan datar.“Maaf, Dokter. Saya mau menengok pacar saya.”Dzi yang sedang memejamkan mata terkejut mendengar suara laki-laki yang sangat dihafalnya. Jantungnya berdegup kencang. Ia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Membuka mata dan menerima kunjungan Khalid atau tetap memejamkan mata dan berpura-pura tidur.“Apakah dia yang kau maksud?”Andini bertanya sambil memandang Khalid yang memandang Dzi khawatir. Khalid mendekat. ia tatap wajah Dzi yang masih memejamkan matanya lalu mengangguk.“Iya. Dia kekasihku.”“O ternyata.”Mira yang sejak awal tidak suka dengan Dzi tersenyum. Ia bahagia saat tahu kekasih Dzi bukanlah orang yang bisa dibanggakan. Sela
Khalid segera mengangkat panggilan. Ia melangkah ke sudut ruangan setelah meminta ijin pada Dzi.“Halo”Suaranya ia buat selembut mungkin membuat Defandra tercengang. Defandra yang tak pernah mndengar suara lembut Khalid justru tak mampu bicara. Ia lupakan topik yang akan ia bahas dengan Bosnya.“ada apa?”“Tu. . .tuan.’“Katakan!”Defandra diam. Ia mencoba menganalisa perubahan suara Khalid dan penyebabnya. Ia tahu ada yang tidak beres dengan Khalid. Defandra memutuskan untuk mengakhiri panggilan setelah mengucapkan kalimat terakhirnya.“Temui saya di tempat biasa, Tuan.”Akhirnya Khalid mengerti. Ia sudah membuat asisten pribadinya tidak bisa mengatakan apa yang menjadi kepentingannya saat ini. Khalid tersenyum ketika sadar bahwa dirinya sedang bersama Dzi. ia mematikan panggilan dan menatap Dzi yang masih duduk di tempatnya melihatnya.“Sayang&rdq
Mata Dzi terbelalak melihat nama kontaknya disimpan dengan “Yang Mulia Ratuku” ia sama sekali tidak mengira kalau Khalid akan melakukan itu padanya. Ia dianggap sebagai ratu oleh Khalid.“Ya sudah ya, Sayangku. Mas akan pergi dulu. Setelah urusan Mas selesai, Insya Allah Mas akan datang lagi, Assalamualaikum”“Waalaikum salam warahmatullah”Khalid meninggalkan Dzi sendiri di ruang perawatannya. Dzi segera memejamkan mata dan mencoba untuk tidur setelah menyelesaikan salat isya. Ia ingin segera terlelap. Ingin melupakan peristiwa pengeroyokan preman yang sama sekali ia tidak tahu ada motif apa di dalamnya.Beberapa menit berlalu. Dzi masih gagal. Ia hanya mampu memejamkan mata tanpa bisa terlelap. Angannya masih melayang membayangkan perlakuan Khalid. Sangat manis namun membuat Dzi takut. Ia tahu itu dosa. Berdua-dua dengan laki-laki non muhrim dan saling memegang tangan.Bukan maksudnya menerima perlakuan manis i
“Siapa?”Andini menggeleng. Ia ingin sekali cerita semua perasaannya pada Dzi tapi saat ini ia merasa kalau semua belum saatnya.“Kapan-kapan saja deh. Aku ingin kau tahu sendiri. Biar surprise”Dzi mencibir. Ia kesal pada sikap Andini yang tak mau terbuka padanya. ia segera mengibaskan tangannya mengusir Andini dari ruang perawatannya. Ia ingin tidur. Saat bangun nanti ia berharap bisa kembali ke posisi sehat seperti sediakala.“Sudah sana keluar! Aku ingin tidur malam ini”“Yee, bukannya berterima kasih malah kamu mengusir”Dzi merebahkan tubuhnya di dipan. Ia tarik selimut dan mulai memejamkan matanya. Ia benar-benar ingin Andini paham pada kemarahannya dan mengubah jalan pikirannya agar mau menceritakan perihal lelaki yang sedang mengisi hatinya. “Kau benar-benar ingin tidur? Baiklah. Aku keluar. Kalau butuh apa
Andini terpana memandang Khalid yang baru saja meninggalkannya. Ia mulai memahami mengapa Dzi mencintainya. Secara wajah Khalid memang memiliki ketampanan wajah di atas rata-rata walau penampilannya sangat sederhana. Penampilan yang sangat menarik dan tubuh atletis serta memesona.Andini menggelengkan kepalanya mencoba menghilangkan bayangan wajah Khalid. Ia mulai mengagumi laki-laki yang kini sudah hilang dari pandangannya..‘Jangan sampai aku jatuh cinta padanya karena dia milik sahabatku” gumam Andini sambil terus menggelengkan kepalanya.Sementara Khalid yang baru saja masuk ruangan Dzi segera meletakkan tasnya di meja pasien. Ia melangkah mendekati Dzi yang masih terlelap. Ia pandang wajah Dzi yang tersenyum dalam tidurnya. Ada dengkuran halus terdengar sampai telinga Khalid membuat Khalid menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.Ini adalah kali pertama Khalid melihat Dzi dalam posisi tidurnya. Ia berharap akan ada waktu kedua, ket
“Aku akan menikah kalau semua sudah siap. Kalau sekarang rasanya tidak mungkin”Andini tertawa. Ia tahu Dzi sedang bercanda. Cara Dzi bercanda yang tak biasa membuat Andini menjadi semakin penasaran tentang laki-laki bernama Sahal. Ia bertekad untuk mencaritahu sendiri bagaimana Sahal mencintai Dzi. Ia tidak mau Dzi sakit hati. Yang ia inginkan Dzi bahagia dengan pilihan hatinya.“Apakah Sahal tidak mengatakan kapan dia akan melamarmu? Mengapa kau mengatakan tidak tahu kapan menikah? Bukannya tadi kalian sudah saling bicara ya sebelum aku datang?”Dzi membelalakkan matanya. Ia putar mata kekanan kiri atas dan bawah mendengar pertanyaan Andini yang beruntun.“Kalau bertanya satu satu, Din. Aku bingung mau jawab yang mana dulu”“Habisnya kamu sama sekali tidak memberi klarifikasi”Andini mencibirkan bibirnya. ia tahu ia salah. Ia tahu ia terlalu campur tangan urusan Dzi. tapi sebagai orang yang d
“Willy”Andini mengangkat kedua tangannya. Wajahnya pucat ketika Dzi menyebut nama pria yang sudah menempati satu sudut hatinya. Melihat Andini mengangkat kedua tangan menyerah, Dzi tertawa. Tawanya yang keras mengundang perhatian beberapa orang yang sedang lewat di luar ruangannya.“Jangan keras-keras ah. Suaramu mengerikan tahu? Tidak pernah tertawa sekali tertawa malah sekeras itu”“Astaghfirullah. Maaf”Dzi menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Ia mencoba mengedarkan pandangan melihat orang-orang yang lalu lalang di depan ruang perawatannya. Nampak seorang gadis sedang memperhatikan tingkah keduanya dengan tatapan tak biasa. Dzi mengangguk, memberi hormat kepada Mira yang membawa nampan dan masuk ke ruangannya tanpa salam.“Kelihatan asik sekali, Mbak Saifi. Seperti orang sehat saja”Sapaan Mira benar-benar luar biasa menonjok. Suaranya ketus dan aura wajahnya sangar luar biasa mem
Nancy yang sedang memegang ponsel terlonjak mendengar pertanyaan dari gadis yang sangat dihafalnya. Ia pandang gadis di hadapannya dengan tatapan tak senang. Matanya memicing, mencoba menganalisa mengapa Mira ada di Alfitrah.“Kau? Mengapa kau ada di sini?”“Ha ha ha Nyonya mengapa bertanya seperti itu? Nyonya lupa kalau saya perawat yang merawat Tuan Raharja kan?”Nancy mengangguk. Yang dikatakan Mira benar. Dia adalah perawat yang bertanggung jawab mendampingi suaminya saat di rawat di rumah sakit Medika dua tahun lalu. Saat itu Tuan Raharja belum divonis mengalami kelainan jantung. Nancy awalnya menghendaki Mira untuk menikah dengan Khalid namun Khalid menolak karena ia tidak tertarik melihat penampilan Mira yang manis di depan Nancy namun kasar di depan pasien miskin.Nancy memandang Mira dari atas sampai bawah, memastikan bahwa tidak ada perubahan pada gadis yang dulu ia inginkan sebagai menantunya. Melihat tatapan Nancy, Mira