Extra part ini seperti season 2, selamat membaca.
Maura tengah menimang anak Mawar yang baru berusia satu bulan. Wanita itu berkunjung melihat baby Fauzia, gadis kecil Maura merengek meminta bertemu buah hati Mawar. Delia yang telah berusia enam tahun ini terus menciumi gemas pipi Fauzia.
"Dede Ia, Kakak kangen banget sama kamu," seru Delia saat Maura sudah menidurkan Fauzia di kasur.
"Stttt, Dede Ia lagi bobo. Jangan berisik, kasian," nasehat Maura pelan, membuat Delia mengerucutkan bibirnya.
"Ih ... Bunda, mah. Lia, kan, ke sini pengen main sama Dede Ia," keluh Delia menatap marah Maura yang terkekeh pelan.
"Tapi sekarang waktunya Dede Ia, bobo Sayang. Lia gak boleh begitu, kasian Dede Ia ngantuk," nasehat Maura dibalas anggukan pelan Delia.
"Ya sudah, Lia mau ke Ayah sama Papa dulu ya," kata Delia pamit pada Bunda dan Mamanya, lalu bergegas pergi saat dibalas anggukan Maura.
"Ayah ... Lia kangen Ayah," ucap Delia memeluk kaki
Ayo share karya ini agar otor semangat ngetiknya."Bunda! Bunda, kenapa," pekik Delia menatap Ibunya yang memegang perut, ia terlihat mengatur napas dan dahi berkeringat.Gadis kecil itu langsung mendekati sang Bunda, lalu matanya membulat saat melihat Maura bangkit dari duduk. Terlihat dengan jelas darah di daster wanita itu, Delia semakin terkejut dan berteriak memanggil semua orang. Mertua Maura lekas berlari tergesa-gesa kala mendengar pekikkan sang cucu, dia mendekat memandang Delia bingung."Itu Nek, baju Bunda ada darahnya, merah-merah gitu," seru Delia menunjuk Maura yang bersandar di sofa lagi, ia terus mengatur napasnya."Ra! Kamu mau lahiran," pekik Aulia, lalu segera menelepon anaknya."Aji! Maura mau lahiran," pekik Aulia saat sambungan telepon terhubung, handphone lelaki itu hampir terlempar saking terkejut."Langsung bawa ke rumah sakit, Mah. Nanti aja nyusul, Aji langsung berangkat ke rumah sakit yang suda
Terus dukung author, dengan memberi bintang 5 dan gams"Ra, jangan teriak. Lihat cucuku nangis," tegur Aulia membuat Maura menoleh dan meminta maaf."Maafin, Mama ya, Sayang," lirih Maura pelan, mengusap sayang kepala anaknya lalu melihat sang suami tengah meminta dibukakan gerbang dan masuk membuka pintu utama."Lo masuk dulu ya, gue parkirin mobil dulu," seru Aji dengan santai mengulas senyum mempersilakan gadis itu masuk ke kediaman lalu melangkah ke mobil."Mas," panggil Maura terhenti saat melihat suaminya tengah menerima telepon."Ahh ... ayo berkumpul, kalian ke rumahku saja," seru Aji lalu mematikan sambungan telepon dan memasuki gerbang, tak lupa memarkirkan kendaraan roda empat miliknya."Ayo keluar," ajak Aji membantu sang istri menuju ke rumah.Gadis itu memandang Maura yang dipapah oleh Aji. Melihat perlakuan sayang Aji pada wanita yang menyandang sebagai istri, membuat ia cemburu, menatap Maura dengan
Tolong berikan bintang 5, agar saya semakin smngt untuk nulis. Jangan lupa kasih gams jga ya, biar karya ini dipromosikan oleh pihak GNSedangkan tatapan Maura ke arah mereka sulit sekali diartikan. Melihat suaminya mengangguk serasa beribu jarum menancap di jantung, sakit tapi tak berdarah. Angel melihat tingkah Shilla pada Aji jadi serba salah, seperti ia harus mengingatkan sahabatnya."Ya sudah, gue sama Angel pergi beli makanan. Kalian buat tenda ya! Mengenang masa dulu," perintah Shilla membuat semua orang saling memandang."Gue beli tenda kalau gitu," seru Bagas lalu pergi."Bocah itu maen nyolong aja," gerutu Shilla menatap kepergian Bagas."Ampun ... gak nyadar kalau dia sendiri yang bocah, udahlah dia ngerasa jadi nenek-nenek kali," ucap Dimas membuat Shilla menatapnya dengan tajam."Awas ya, lo!" geram Shilla lalu mendekati Dimas yang sudah kabur takut kena amukan Shilla."Shilla kadang masih bertingkah sep
Terimakasih dukungannya, terus dukung saya ya.Waktu berlalu begitu saja, sudah tiga hari Shilla menginap di kediaman mereka. Gadis itu terus menempel pada suaminya. Maura mengembuskan napas kesal, memilih fokus dengan sang buah hati."Mas berangkat kerja dulu ya, Sayang," pamit Aji mencium kening sang anak dan istrinya."Mas, Shilla ikut ya," ucap Shilla yang telah rapi tak lupa menenteng tas."Boleh," kata itu meluncur dari bibir Aji, membuat Maura terdiam seketika."Ngapain dia ikut, Mas. Mendingan dia bantuin Mama," seru Maura menatap sinis ke arah Shilla membuat gadis itu mendengkus marah."Enak saja, Shilla ke sini buat liburan sambil belajar, masa disuruh di rumah terus, bosen dong! Apalagi Shilla anak gaul," seru Shilla protes memandang Maura penuh permusuhan."Udah-udah, jangan berantem. Biar Shilla ikut sama aku, Ma. Kasian udah beberapa hari dia diem di rumah bantuin Mama," ujar Aji membuat Maura hanya mengerucu
terimakasih atas dukungannya, kira² mau gak baca kalau saya lembar naskah ke sini, judulnya. Malam Pertama Dengan Kakak IparNetra Maura membulat kala melihat sebuah foto yang membuat dia terbakar cemburu. Tanpa sadar ia mencengkram lengan kiri anak perempuannya yang tengah diam di meja lipat untuk belajar. Gadis kecil itu mengaduh lalu menarik tangan mungil yang terasa sakit."Bunda ... sakit!" pekik Delia dengan mata berkaca-kaca."Apa tulisan Lia jelek, jadi Bunda marah?" tanya gadis kecil itu sambil terisak hingga wajah mungil itu basah oleh air mata. "Sayang, maaf. Bunda gak sengaja nyakitin kamu," jelas Maura kala sadar memandang anaknya yang sudah berurai air mata lalu menghapus jejak itu di pipi. "Sakit, Bun," keluh Delia mengusap tangannya yang sedikit memerah."Maafkan Bunda," kata Maura langsung mendekat anak perempuannya."Pasti karna tulisan Lia jelek, makanya Bunda marah," ucap Delia masih teguh dengan pe
maaf karna gak post, otor sebenernya masih sakit. otor paksain buat setengahnya. oh iya, otor udh kirim naskah Malam Pertama Dengan Kakak Ipar kalian bisa mampir kali aja jatuh hati, tapi masih dalam versi web ya, karena baru ajukan kontrak☺Kaki Shilla telah diobati, Aji menghembuskan napas lega. Gadis dihadapannya ini ceroboh tak hilang-hilang. Ia baru teringat jika dia tengah video call tadi, dengan cepat melihat ke arah handphone yang telah mati."Haduh, baterainya segala habis," keluh Aji lalu mendaratkan bokong di kursi kebesaran."Pasti Maura mengerti, dia tak akan marah," gumam Aji pelan menyakinkan hatinya."Kenapa Mas, berbicara sendiri? Sudah gila ya," seru Shilla disertai tawa kala mendapatkan tatapan tajam Aji. "Santuy, Mas. Maaf Shilla jadi ngerepotin deh," ucap gadis itu lalu bahagia karena rencananya berhasil, tak sia-sia menyakiti diri sendiri."Kamu memang selalu merepotkan," tutur Aji membuat Shilla memasukan bibir ce
"Ayo, Mas! Aku pengen ke kamar," pinta Shilla dengan manja, membuat Aji akhirnya mengangguk dan melangkah.Setelah mengantar Shilla ke kamar perempuan itu, kala keluar dari ruangan tersebut tangannya ditarik oleh sang ibu membuat Aji terkejut. Ia memandang wanita yang melahirkannya saat sampai, tatapan teduh Aulia layangkan pada sang anak. Lalu mengajak Aji duduk kursi."Ada apa, Mah?" tanya Aji membalas tatapan wanita yang telah melimpahkan kasih sayang pada dirinya."Jangan terlalu dekat dengan Shilla, kamu harus lebih memperhatikan Maura, dia baru beberapa hari habis melahirkan, Aji," nasehat Aulia membuat Aji mengangkat alisnya bingung."Sikapku sepertinya gak berlebihan, Mah. Aku bersikap seperti biasa," sahut Aji pelan."Maura juga sudah tau, kan, karena kami berteman," jelas Aji membuat Aulia menghela napas karena anaknya sama sekali tak peka dengan keadaan sang istri. "Iya, tapi harusnya kamu memberikan batasan pada Shi
jangan lupa terus dukung author agar smngt lagi"Mas, aku ingin ngomong empat mata denganmu," ajak Maura menarik lengan suaminya ke kamar."Ngomong apa, Sayang?" tanya Aji semangat, karena istrinya mulai mengajak bicara setelah cukup lama mereka saling diam."Shilla nginep berapa lama?" Maura bertanya kala mendaratkan bokong di kasur dengan tatapan sedingin es."Memang kenapa, Sayang. Shilla sudah Mas anggap seperti adik, orang tuanya pun menitipkan dia pada kami," ujar Aji memandang istri yang tak memberikan sedikit senyuman."Kalau gitu, kamu harusnya jaga jarak sama dia," ucap Maura membuat Aji mengernyitkan alisnya.Baru saja Aji hendak menjawab, Maura telah menyela. "Mas dan Shilla itu terlalu dekat, udah kaya prangko lengket banget!" tutur Maura dengan memggebu-gebu. "Mas itu pria beristri, harus menjaga jarak. Mas dan Shilla itu bukan mahram, Mas!!" sembur Maura membuat Aji perlahan menerbitkan senyuman.