Suara lantang Noah sontak membuat Sierra menghentikan langkahnya.
Sierra pun sempat terdiam sejenak, sebelum ia kembali membalikkan tubuhnya dan berdiri berhadapan dengan Noah. "Membocorkan pada semua orang siapa aku sebenarnya? Memangnya siapa aku, hah?" tantang Sierra tanpa takut sedikit pun. Noah pun kembali menyeringai dan mendekati Sierra lagi. "Oh, kau pintar sekali berpura-pura ya! Kau itu hanya seorang wanita murahan, Sierra! Katakan padaku apa dulu kau punya banyak pelanggan, hah? Pantas saja sejak awal kau masuk sebagai perawat, aku sudah merasa familiar denganmu, aku baru menyadarinya akhir-akhir ini kalau aku memang pernah bertemu denganmu di suatu tempat yang jauh dari sini ...." Noah sengaja menggantung kata-katanya dan terlihat seolah menyimpan sebuah rahasia. Namun, Sierra yang mendengarnya pun hanya bisa tertawa sinis dan menanggapi semuanya dengan tetap tenang. "Apa kau mabuk, Noah? Aku sama sekali tidak mengerti apa yang kau bicarakan! Lagipula aku juga tidak merasa punya rahasia apa pun jadi aku tidak takut pada ancamanmu!" "Benarkah kau tidak takut, Sierra? Aku benar-benar punya kartu As-mu yang bisa membuatmu langsung diceraikan oleh pria tua itu!" Sierra kembali tertawa. "Diceraikan? Silakan saja! Katakan saja pada pria tua itu apa yang kau ketahui tentangku! Kutegaskan sekali lagi kalau aku tidak takut, Noah! Menjauhlah dariku dan jangan coba-coba mengancamku seperti ini lagi!" Sierra menatap tajam pada Noah, sebelum ia berencana pergi dari sana, namun lagi-lagi Noah menghentikan Sierra dengan mencengkeram erat lengan Sierra. "Kau benar-benar wanita misterius dan pemberani ya, Sierra! Aku jadi makin menyukaimu!" Noah tersenyum nakal di depan wajah Sierra. "Lepaskan aku, Noah!" geram Sierra sambil berusaha menarik lengannya. Mereka pun masih saling bertatapan saat Bastian yang sudah tidak tahan lagi pun akhirnya muncul. "Apa yang sedang kalian lakukan?" tanya Bastian yang memergoki keduanya. Bastian sendiri tadinya baru saja akan ke toilet saat ia mendengar pembicaraan Sierra dan Noah yang membuatnya mengurungkan niatnya. Noah yang mendengar suara Bastian pun langsung melepaskan tangannya dan nampak gugup di depan Bastian. "Eh, Bastian! Wanita ini ... mencoba menggodaku! Aku sudah menolaknya tapi dia terus menggodaku," tuduh Noah melindungi dirinya. Sierra lagi-lagi hanya bisa tertawa kesal sambil menatap Bastian. "Kau percaya itu, Bastian? Aku menggodanya? Kau sudah tiga bulan tinggal di rumah untuk tahu pria seperti apa Noah ini dan kalau kau percaya pada ucapannya berarti kau bodoh, Bastian!" seru Sierra sarkastik. Tanpa banyak bicara lagi, Sierra pun segera meninggalkan Bastian dan Noah dengan perasaan kesal. Bastian sendiri masih terdiam di tempatnya dengan Noah yang masih berusaha membela dirinya. "Sumpah dia menggodaku, Bastian! Aku sudah menolaknya tapi dia terus menggodaku! Dia itu wanita murahan, Bastian!" "Kau dengar apa yang Sierra katakan kan, Noah? Kalau aku percaya padamu berarti aku bodoh. Dan perlu kutegaskan padamu kalau aku tidak bodoh dan juga tidak buta. Aku jelas bisa melihat siapa yang menggoda dan siapa yang digoda," seru Bastian, sebelum ia ikut meninggalkan Noah begitu saja. Noah yang ditinggalkan pun mengumpat kesal. "Ah, sial! Mengapa Bastian harus tiba-tiba muncul dan merusak kesenanganku? Ck, tapi tidak mungkin Bastian melapor ke Stephanie kan? Dia tidak sekepo itu! Ah, sial!" Noah terus merutuk kesal. Sedangkan Bastian sudah berhasil menyusul Sierra sampai ke salah satu stall minuman. "Jadi yang benar siapa menggoda siapa, hah?" bisik Bastian yang tiba-tiba sudah berdiri tepat di belakang Sierra. Hembusan napas Bastian yang mengenai leher Sierra membuat Sierra menegang sejenak. Sierra pun langsung menoleh ke arah Bastian yang ternyata sudah menatapnya intens. "Bukankah sejak awal aku sudah pernah bilang padamu terserah kau mau menganggapku apa kan? Jadi percayailah apa yang mau kau percayai, Bastian!" sahut Sierra acuh. "Hmm, baiklah! Lalu apa maksudnya dia memegang kartu As-mu? Rahasia apa yang sedang kau sembunyikan, Sierra? Siapa kau sebenarnya?" Sierra langsung membelalak tidak percaya mendengarnya. "Kau menguping pembicaraan kami? Di mana sopan santunmu, Bastian?" "Aku tidak menguping, Sierra. Mungkin kau harus diingatkan di mana kalian tadi bicara. Kalian berdebat di depan toilet umum yang berarti siapa pun yang ada di dekat sana bisa mendengar pembicaraan kalian." Sierra pun terdiam sejenak. Sial! Bastian benar! Semoga saja tidak ada orang lain lagi yang mendengarnya selain Bastian. Sierra mengembuskan napas panjang dan tetap berusaha setenang mungkin. "Noah itu maniak, Bastian. Dia itu perayu ulung dan dia suka menggoda semua wanita." Bastian mengangguk, namun alih-alih menanggapi tentang Noah, Bastian malah kukuh pada pertanyaan awalnya. "Jadi apa yang kau sembunyikan, Sierra? Siapa kau sebenarnya? Wanita panggilan? Mata-mata, hah?" "Jangan bicara ngawur, Bastian! Tidak ada yang kusembunyikan dan aku bukan siapa-siapa selain diriku sendiri. Jangan dengarkan Noah! Sudah kubilang dia itu maniak jadi dia akan selalu bicara asal demi menarik perhatian wanita." "Ah, begitu ya?" Bastian melangkah mendekati Sierra. "Lalu apa kau tidak tertarik padanya, Sierra? Apa kau menolaknya karena dia suami Stephanie? Jadi kau hanya akan menggoda pria yang single atau duda, hah? Seperti ayahku yang duda ... atau mengapa kau tidak mempertimbangkan aku? Aku single, Sierra," ucap Bastian dengan nada yang menggoda sekaligus mencemooh. Jelas terlihat bahwa Bastian masih menganggap Sierra seperti wanita murahan. Sierra pun hanya memutar bola matanya kesal. "Jangan mulai lagi, Bastian!" Sierra masih membuka mulutnya untuk kembali bicara pada Bastian, tapi seorang manager mendadak menyapanya. "Selamat malam, Bu Sierra!" Sierra yang mendengarnya pun sontak berbalik memunggungi Bastian dan langsung mengabaikan anak tirinya itu. "Oh, hai, aku tidak melihatmu tadi, Pak. Senang bertemu keluargamu!" Sierra menjabat tangan manager itu dan langsung mengobrol dengan ramah bersama keluarga manager itu. Bastian yang diabaikan pun hanya terdiam di tempatnya dengan tatapan yang sudah fokus pada pemandangan punggung terbuka di hadapannya. Punggung Sierra terlihat begitu sempurna, begitu halus tanpa bintik-bintik sama sekali dan wanita itu memiliki lengkung tubuh yang begitu indah. Ditambah rambut ranjangnya yang distyle natural dan tergerai indah pun seolah memanggil siapa saja untuk menyentuhnya. Semakin Bastian menatap, ia semakin tidak tahan lagi. Baiklah, ini bukan nafsu! Tentu saja Bastian tidak akan tergoda oleh ibu tirinya sendiri. Bastian hanya merasa perlu menguji sendiri bagaimana seorang wanita murahan merespon sebuah sentuhan. Tentu saja dari responnya, Bastian bisa menilai seberapa ahlinya wanita itu. Dengan alasan absurd di otaknya, Bastian pun melangkah hingga berdiri tepat di belakang Sierra. Bastian mengenalkan dirinya sebagai anak dari Jacob Sagala agar ia bisa ikut dalam obrolan mereka, namun tangan Bastian mulai bekerja. Punggung tangan Bastian membelai punggung bawah Sierra dan terus naik ke atas sebelum ia menggunakan ibu jarinya menekan punggung itu seolah memijatinya. Dan Sierra pun menegang merasakannya. Sierra langsung menegakkan tubuhnya hingga kaku seperti patung dan perlahan kehilangan senyumnya, berbanding terbalik dengan reaksi Bastian yang saat ini justru mulai tersenyum. **Setelah serangkaian acara selesai, anak-anak pun makan bersama lalu bermain bersama. Gelak tawa dan teriakan anak-anak memenuhi pinggir kolam renang sampai membuat Jacob dan Lidya pun terus tertawa senang. "Masa tua kita akan terus bahagia melihat para cucu kita yang tumbuh besar, aku senang sekali akhirnya kita menjadi keluarga besar, Bu Lidya." "Aku juga senang, Pak Jacob. Aku tidak pernah menyangka hari ini akan tiba. Masih teringat jelas bagaimana semua hal buruk itu terjadi dulu, tapi semua benar-benar sudah berubah beberapa tahun terakhir ini. Dan selama beberapa tahun ini aku hanya merasakan kebahagiaan, aku bersyukur sekali." "Haha, kau benar, Bu Lidya. Kau benar. Karena aku juga merasakan yang sama. Sejak Bastian menikah dengan Sierra, aku hanya merasakan kebahagiaan, aku bahagia sekali." Lidya yang mendengarnya hanya mengangguk dan tersenyum menatap anak-anak yang bermain bersama. Kali ini Bastian dan Jonathan mengobrol bersama, sedangkan Rosella dan Sierra pun mengobro
Satu tahun kemudianSpanduk bertuliskan "Happy birthday Victor Sagala" membentang di pinggir kolam renang rumah Jacob pagi itu. Jacob ngotot menjadi tuan rumah dalam acara ulang tahun cucunya itu dan keluarga Sierra pun akhirnya merayakan ulang tahun Victor di sana. Lidya dan Sierra pun berangkat ke rumah Jacob membawa Santos dan Sania yang sudah berlarian kesana kemari dan tidak bisa diam itu. Namun, Santos dan Sania sangat menyayangi Victor. Perbedaan umur mereka yang hanya 1.5 tahun membuat mereka terlihat lucu saat bersama. Santos dan Sania akan menggandeng Victor di tengah dan Victor yang baru belajar berjalan itu begitu senang setiap kali digandeng oleh kakak kembarnya itu. Seperti pagi itu di pinggir kolam renang rumah Jacob. "Hati-hati, Santos! Jangan miring-miring jalannya! Nanti kalian bertiga bisa masuk ke dalam kolam!" seru Sierra yang masih sibuk menyusun kue-kue di meja untuk foto. Santos dan Sania membawa Victor berkeliling dan mereka berjalan zigzag. Kadang mere
Beberapa bulan berlalu dan perut para Ibu hamil pun sudah membola. Rosella sendiri sudah mendekati waktu melahirkan, namun ia masih begitu aktif bekerja sampai Adipura tidak tahan melihatnya. "Aduh, Rosella! Kau di rumah saja ya! Istirahat saja! Tinggal menghitung hari kau akan melahirkan! Ayah tidak mau cucu Ayah lahir di kantor!" "Aku baik-baik saja, Ayah. Lagipula aku tidak setiap hari ke kantor kan?" "Tapi Ayah takut sekali melihatmu berjalan dengan perut sebesar itu!" "Haha, benar, Rosella! Dengarkan ayahmu, dia sampai tidak bisa tidur memikirkanmu." Imelda mengulum senyumnya. Rosella sendiri ikut tersenyum. "Haha, baiklah, Ayah! Baiklah, besok aku tidak akan ke kantor ya," kata Rosella akhirnya. "Ah, iya, iya." Adipura pun bernapas lega dan jantungnya terus berdebar kencang karena terlalu antusias. Bahkan Adipura ikut diam di rumah bersama Rosella keesokan harinya. "Makan yang banyak, Rosella! Kau harus punya tenaga untuk melahirkan," pesan Adipura yang terus menghitung
Hamil dalam keadaan sadar dan hamil dalam keadaan gila tentu saja adalah dua hal yang sangat berbeda. Dulu waktu Rosella hamil Julio, setiap hari ia hanya bisa berteriak dan memukuli perutnya, menolak kehadiran Julio dan terus mengamuk. Rosella benar-benar gila dulu dan rasanya apa yang terjadi dulu sudah tidak bisa lagi diungkapkan dengan kata-kata. Tapi di atas semua itu, Rosella bersyukur karena semua hal buruk sudah berlalu dan digantikan hal baik yang tiada henti di kehidupannya yang sekarang. Rosella memiliki keluarga yang hebat, suami yang hebat, mertua yang hebat, dan anak yang hebat. Pekerjaan yang hebat juga dan semua hal yang membuatnya tidak pernah menyesal telah dilahirkan, yang membuat Rosella tidak pernah menyesali lagi semua yang sudah terjadi di masa lalunya. Dan yang membuat Rosella paham bahwa Tuhan selalu punya rencana dalam hidup kita. Mungkin seringkali kita bertanya mengapa aku yang harus mengalami semua hal buruk itu, aku tidak kuat, aku tidak sanggup.
Lidya dan Sierra masih begitu syok sampai mereka tidak tahu harus senang atau tidak, namun semua anggota keluarga yang lain malah memekik senang, terutama Jacob yang tidak berhenti tertawa senang. "Selamat ya, Sierra! Selamat! Haha! Ayah senang sekali akan bertambah cucu! Hahaha!" Sierra pun hanya memaksakan senyumnya sampai tidak lama kemudian, Bastian pun pulang ke rumah karena Sierra mengirimkan hasil tespeknya ke ponsel Bastian.Bastian yang baru memarkir mobilnya pun langsung berlari masuk dan mencari istrinya. "Sierra, Sayang, benarkah itu? Kau hamil lagi, Sayang?" Bastian langsung menangkup kedua bahu Sierra. "Entahlah, tespeknya bilang begitu!" Bastian yang mendengar jawaban Sierra pun langsung tertawa sumringah. "Bukankah tespek tidak pernah bohong, Sayang? Sekarang kita tanya ke dokter ya! Ayo, Sayang! Ayo!" Bastian pun langsung mengajak Sierra pergi ke dokter kandungan siang itu dan jantung Sierra pun terus berdebar tidak karuan sampai akhirnya ia dipanggil masuk dan
Hampir satu minggu setelah acara pernikahan dan semua orang akhirnya bisa bersantai lagi dari padatnya acara mereka. Saking banyaknya undangan yang diundang oleh Adipura dari berbagai kota dan negara membuat jadwal keluarga mereka pun begitu padat untuk menjamu semuanya. Dan ketika semuanya berakhir, Rosella sendiri mengalami kelelahan yang tidak biasa. Ia lelah sekali sampai lemas dan tidak bernafsu melakukan apa pun, bahkan nafsu makan pun tidak ada. Selama tiga malam Rosella dan Jonathan masih menginap di hotel lalu setelahnya mereka pun pulang ke rumah Adipura. Jonathan memang belum mengajak Rosella tinggal berdua di apartemen karena keluarga Adipura masih begitu menikmati kumpul bersama seperti ini, apalagi sekarang Julio sudah tinggal bersama mereka. "Kau tidak apa, Sayang? Kau kelelahan ya?" Jonathan membelai kepala Rosella yang sedang berbaring tidur siang itu. "Hmm, aku lelah sekali, Jonathan. Aku sedikit meriang, kurasa aku tidak mau melakukan apa-apa dulu." "Kau mau