Share

Menikah Dengan Dosen Galak
Menikah Dengan Dosen Galak
Penulis: Siti Marfuah

Hukuman

"Duh, sial banget sih, hari ini," Rutuk seorang gadis. Berjalan tergesa-gesa sambil mengetuk keningnya beberapa kali. 

Masih terlihat jelas, rutinitas sejak pagi buta tadi, hingga membuatnya terlambat masuk kelas, di hari pertama perkuliahan ini. Membuatnya diminta menghadap dosen, yang entah siapa namanya. Ia bahkan tidak sempat mengingat nama dosen muda tadi. 

Seorang dosen yang menurutnya galak. Saat ini ia hanya sedang menyiapkan mental untuk kembali bertemu dengannya. Zahira menghentikan langkah di depan ruang yang pintunya tertutup rapat. 

Ia menggigit bibir bawah, demi menetralisir rasa takut tanpa alasan. Ini sudah dua kali zahira mengangkat tangan untuk mengetuk pintu, tetapi tangan mungil itu masih saja tak bergerak. Terpaku oleh rasa bimbang, antara berani dan tidak. 

Namun, saat ia akan memberanikan diri, pintu itu telah terbuka dari dalam. Zahira mengerjap gugup, apalagi yang nampak pertama adalah tag nama bertuliskan Gema Mahardika. 

"Anda telah membuat saya menunggu lama," Suara yang memarahinya di kelas tadi, kini kembali menggema di telinga. Zahira membelalak tanpa kedip beberapa saat. Melihat sosok tinggi di depan, bersuara tanpa menatapnya sedikitpun. 

"Masuk!" Sang Dosen kembali bersuara, Zahira gelagapan. 

"Eh, i, iya, Pak." Ia terlambat menyadari, bahwa saat ia mengatakan kalimat bodoh itu, ternyata dosen tadi telah menghilang dari hadapan. 

Zahira maju dengan langkah terseret, mendekati meja yang pemiliknya telah duduk menatap layar ponsel. Setelah berdiri beberapa saat, ia yakin, sampai nanti pun, dosen itu tidak akan  pernah memintanya duduk. Maka ia memutuskan mengambil inisiatif sendiri, menjatuhkan badan ke atas kursi di dekatnya. 

Menunggu sampai bosan, sebab orang yang memintanya datang ini tak segera bersuara. Malah semakin asyik dengan layar kecil di tangan. Zahira jengah, menunduk takzim sejak tadi pun rasanya tak ada guna. 

"Pak, kenapa saya diminta kesini?" Zahira bertanya jengkel, menatap kesal wajah dosen yang ternyata tetap fokus pada ponselnya. 

Wajah kesalnya makin menjadi, saat beberapa menit berlalu tanpa jawaban sama sekali. Zahira kembali angkat suara, "Pak! Saya tanya, kenapa saya diminta kesini?"

Suaranya cukup lantang, sosok pria itu menatapnya tajam. Zahira perlahan menyadari, bahkan belum terdengar jawaban, ia kembali menunduk. 

"Kenapa? Coba tanya pada dirimu sendiri."

"Iya, Pak. Karena saya datang terlambat, maafkan saya." Zahira menjawab asal karena rasa kesal masih menggenggam dada. 

"Itu, sudah tau." Zahira akan lega jika Dosen itu melanjutkan kata. Sayangnya, malah kembali pada layar ponsel. 

"Saya tau, Pak. Terus, abapak minta saya kesini ini kenapa? Saya minta maaf, dan masalahnya selesai. Nggak usah dibikin panjang. Bisa, kan?"

"Apakah itu sopan?" Zahira mendelik, rasanya ingin bersumpah demi apapun. Dosen itu memiliki sifat dingin, angkuh, cuek, dan sikap-sikap lainnya yang sejenis. Ia mendesah jengkel.Bahkan saat rentetan kalimat yang ia lontarkan tadi, tak berpengaruh apapun pada wajah dosen bernama Gema. 

"Saya ingin menambah hukuman Anda. Nanti sore, temui saya di tempat itu." Dosen tadi berlalu setelah menjatuhkan kertas kecil di depan Zahira. 

Gadis itu, menatap heran punggung yang baru saja keluar pintu. Menggeleng tak habis pikir, bagaimana ada seorang pengajar dengan sikap kejam seperti itu. 

"Restoran?" Gumamnya saat mengetahui keterangan yang ada dalam kertas kecil tadi. "Jadi, hukumannya adalah, makan?" Ia bertanya pada diri sendiri. Kejap selanjutnya, gadis itu melompat girang. 

"Yes. Jarang-jarang ada pengajar yang ngasih hukuman begini. Tapi .... " Bibir yang tadinya melengkung senyum itu, kembali. "Jangan-jangan, aku yang disuruh bayarin makanan dosen galak itu? Hah? Enak aja!" Zahira melesat keluar dengan uring-uringan tak jelas. 

Senang sekaligus penasaran, akan hukuman yang ternyata di restoran. Sepanjang perkuliahan, bahkan Zahira tak sabar menanti sore tiba. 

Sore ini, setelah mengantarkan pesanan pembeli, Zahira memarkirkan motor scoopy kesayangan. Yang ia beli dengan jerih payahnya sendiri. Hasil dari tabungan bisnis pakaian online, selama beberapa tahun ini, hingga ia akhirnya bisa melanjutkan angan terpendam. Yaitu kuliah, meski di usia yang lebih dari yang lain. 

Belum lama ia duduk, dosen tadi datang. Zahira berfikir, pria itu memang orang disiplin dan menghargai waktu. Tak heran lagi, jika hanya dengan alasan terlambat, ia harus menerima hukuman. 

"Ikut saya." Suara Pak Gema, yang bahkan Zahira belum sempat menyapanya. Ia malah dibuat gelagapan dengan perintah mendadak di luar perkiraan. Bahkan saat ini, Gema telah berdiri di depan mobilnya. 

"Kita mau kemana?" Zahira bertanya, setelah menyusul dengan langkah tergesa. 

"Masuk!" Sekali lagi perintah dari sang dosen, Zahira menepuk kening. Meski begitu, ia akan tetap patuh.

Ia masuk setelah mendengus kecil, dan belum sempurna meletakkan badan, matanya kembali dikejutkan dengan tangan Gema, memegang tas kecil di depan wajah. 

"Cepat pakai, dan rapikan rambutmu yang berantakan itu." Zahira kembali mendengus, ia bahkan belum sempat bertanya. 

Beruntung ia bergerak cepat, seenaknya saja pemilik mobil itu masuk dan menghidupkan mesinnya. 

"Kita mau kemana sih, pak? Terus, motor saya gimana?" Tanya Zahira saat mobil melaju kencang, menuju tempat yang ia tak tau kemana. Sayangnya, pertanyaan tadi tak pernah dijawab oleh Pak Gema. 

Hanya saja, tak butuh waktu lama, mobil itu berhenti di depan rumah luas dan asri. Zahira yakin, itu pasti rumah Dosennya. Namun, hingga detik ini, ia tak mengerti, kenapa Dosen itu mengajaknya kemari. 

"Siapa namamu tadi?" Suara Gema membuyarkan lamunan Zahira, membuat gadis itu terkejut berlebihan. Selebihnya adalah, tak habis pikir. Jadi, Dosen yang akan memberikan hukuman itu belum tau namanya. 

Ya Tuhan, ia menepuk kening. "Nama saya Zahira, Pak. Lebih lengkapnya adalah, Wardah Zahira." Ia menekan setiap kata tentang namanya, dan mengetahui pria di depan kemudi tak bereaksi sama sekali. 

"Tidak peduli siapa. Yang jelas, apapun yang akan kamu hadapi setelah ini, kamu hanya cukup menurut dan menjawab iya. Paham, kamu?"

"Iya, Pak Dosen." Ia menjawab nyengir. Mengekor saja, berjalan cepat demi mengejar langkah panjang pria tadi. Sepanjang langkah ia tetap bergumam pada diri sendiri, hukuman apa yang sebenarnya akan diterima. 

Keduanya masuk ruangan depan, yang di sana terdapat beberapa orang berpenampilan indah. Zahira membelalak lebar, masih belum tau apa sebenarnya akan terjadi. Dan yang membuatnya semakin gugup adalah, mengetahui bahwa semua mata di ruangan ini, semua menatap ke arahnya. 

"Gema! Jadi hanya karena perempuan jelek itu, kamu nolak aku?" Teriak sosok yang terlihat paling cantik, dengan dandanan mewah di antara yang lain. 

Zahira memicing, menatap semua orang satu persatu. Tak peduli dengan pandangan mereka semua, yang menyiratkan kebencian entah karena apa. Kini, ia beralih melihat Gema. Pria itu tetap tak bereaksi di sebelahnya. Namun, sedikit banyak, ia paham apa yang terjadi. 

Apalagi perempuan cantik tadi, kini perlahan mendekat, menatapnya penuh amarah dan kebencian. Tatapan yang sama juga terarah pada Gema. Zahira menghela nafas dalam-dalam, hatinya mendadak diliputi rasa khawatir. 

"Jadi kamu lebih memilih dia, daripada aku yang telah bertahun-tahun mencintai kamu, Gema!"

"Kita tidak cocok." Singkat dan padat, mungkin itulah watak dari seorang dosen bernama Gema. 

"Apa yang membuat kita nggak cocok? Latar belakang keluarga kita sejajar!" Perempuan tadi berteriak lantang, tetapi Gema tak lagi merespon. 

"Gema. Apa-apaan ini? Kamu mau bikin malu papa dan mama?" Zahira yang kaget, saat tiba-tiba terdengar suara pria mendekat. Yang ia yakini itu adalah Ayah Gema. 

"Maaf, Papa. Tapi saya tidak mencintai Aurel. Saya akan menikahi dia dalam waktu dekat, bukan begitu, Zahira?" Suara Gema, dan wajah itu mengarah ke Zahira. Ia mendelik kaget. 

Bersambung ***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status