Leon menghentikan mobilnya tepat di halaman panti asuhan Kasih Bunda. Beberapa anak kecil sontak berlari mengerubungi mobilnya."Kak Aeris!" teriak mereka saat melihat Aeris turun dari mobil Leon."Mereka mengenalmu?" Aeris mengangguk lalu mengusap puncak kepala anak itu satu-persatu. Gadis itu terlihat sangat menyayangi mereka. "Dia siapa? Kenapa Kak Aeris tidak datang bersama kak Sean?" tanya anak laki-laki berambut keriting, namanya Michael. "Dia ...." Aeris melirik Leon takut-takut. Leon pasti kesal karena Michael menanyakan Sean."Perkenalkan, nama Om Chandra Yasodana Leon, suami Kak Aeris.""Yey! Putri Aeris sekarang sudah memiliki Pangeran Leon!" teriak Michael diikuti anak-anak panti yang lain.Leon mengerutkan dahi bingung. "Kenapa mereka menyebut kita putri dan pangeran?" tanyanya tidak mengerti."Itu ...." Aeris menggaruk rambut yang tidak gatal. Malu untuk memberi tahu jika dia sering menceritakan kisah putri cantik yang hidup bahagia bersama pangeran tampan pada anak-a
Gadis kecil berusia 12 tahun itu terus bersembunyi di belakang tubuh Hana. Kedua tangannya meremas ujung drees Hana hingga meninggalkan kerutan di sana. Keringat dingin keluar membasahi tubuh gadis kecil bernama Aeris itu. Wajahnya pun terlihat sedikit pucat, kedua matanya terus saja memperhatikan sekitar, takut jika orang yang dia sebut papa tiba-tiba datang lalu kembali memukulinya."Aeris." Hana berjongkok agar tingginya sejajar dengan gadis kecil itu. Tangan kanannya membelai pipi Aeris dengan lembut."Emh ...." Aeris malah beringsut karena dia takut Hana akan memukulnya."Jangan takut, Aeris. Ibu tidak akan pernah menyakitimu." Hana menatap anak kandung sahabatnya itu dengan sendu. Aeris mengalami trauma hebat karena sering dipukuli oleh ayahnya hingga membuatnya selalu merasa ketakutan jika didekati seseorang.Aileen dan Kris sering sekali bertengkar. Tidak jarang Kris melayangkan tangan, memukuli wanita yang sudah melahirkan darah dagingnya. Aeris yang melihat Kris memukuli Ail
Kristal bening itu jatuh begitu saja membasahi pipi Aeris. Gadis itu merasa amat sangat bahagia karena Leon akhirnya membalas perasaannya."Ke-kenapa kamu menangis?" tanya Leon panik karena melihat Aeris menangis. "Apa aku salah bicara?"Aeris menggeleng pelan. "Aku sangat bahagia, Leon, jawabnya di sela isak tangis.Leon tersenyum lantas mengusap air mata yang membasahi pipi Aeris. "Kalau bahagia kenapa menangis?""Aku menangis karena kamu akhirnya membalas perasaanku."Leon tersentak mendengar ucapan Aeris barusan. "Apa kamu juga mencintaiku?" tanyanya sambil menatap Aeris dengan pandangan tidak percaya.Aeris mengangguk."Sejak kapan?""Mungkin sejak dua bulan yang lalu," jawab Aeris ragu karena dia sendiri tidak ingat tepatnya kapan jatuh hati pada Leon."Serius?" tanya Leon untuk memastikan.Aeris mengangguk. Dia sendiri pun tidak pernah menyangka bisa jatuh cinta secepat ini pada Leon padahal keponakannya itu sangat menyebalkan dan sering membuatnya kesal. Cinta memang rumit dan
Leon dan Aeris pun segera minum segelas air putih untuk menghilangkan rasa panas yang menjalar di kerongkongan mereka."Apa saya salah bertanya?" tanya Bunda Rara tidak enak.Leon mengatur raut wajahnya agar terlihat lebih tenang, Aeris pun melakukan hal yang sama."Em, tidak. Bunda do'akan saja, semoga kami segera diberi momongan. Iya kan, Sayang?" Aeris terkejut karena Leon tiba-tiba meraih jemari tangannya dan menggenggamnya dengan lembut. Apa dia tidak salah mendengar? Momongan? Apa Leon ingin segera mempunyai anak darinya? Wajah Aeris sontak bersemu merah. Apa dia sudah siap memberi hak Leon sebagai suami? "I-iya," jawabnya terbata-bata.Bunda Rara tersenyum hangat. "Saya pasti mendo'akan yang terbaik untuk kalian."Setelah makan, Leon membantu Aeris mencuci piring kotor di dapur. Namun, Leon tidak hanya membantu, dia terus saja menggoda Aeris hingga membuat gadis itu merasa malu sendiri."Bagaimana?" "Bagaimana apanya?" Aeris malah balik bertanya. Berusaha agar tidak terlihat
Leon membetulkan kaca mata hitamnya yang sedikit melorot lantas memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Di hadapannya terbentang laut biru yang sangat luas, Pantai Jimbaran namanya.Leon sebenarnya ingin mengajak Aeris berbulan madu ke luar negeri. Namun, karena keterbatasan waktu, dia hanya bisa mengajak gadis itu pergi ke Bali.Selain karena jaraknya yang dekat, Bali ternyata menjadi salah satu destinasi wisata yang dipilih oleh beberapa pasangan untuk berbulan madu, bahkan menggelar acara pernikahan. Latar belakang yang mempesona berupa pantai, tebing, dan laut membuat Bali menjadi tempat yang kuat akan kesan romantis dan cocok untuk bulan madu."Lautt ...!" teriak Aeris sambil memasukkan kakinya ke dalam air. Gadis itu terihat cantik memakai floral dress tanpa lengan berwarna kuning. Aeris sebenarnya ingin memakai bikini seperti pengunjung yang lain. Namun, Leon malah melarang karena lelaki itu tidak ingin tubuhnya dilihat oleh lelaki lain.Leon benar-benar menyebalkan!
Warning 21+Leon menatap Aeris yang berada di dalam dekapannya dengan lekat. Tatapan Leon perlahan-lahan turun, menatap bibir mungil milik Aeris yang berwarna merah alami itu dengan penuh minat.Pelan dia mendekat, menepis jarak di antara mereka. Aeris pun memejamkan kedua matanya saat bibir Leon menyentuh bibirnya. Lumatan Leon membuat Aeris merasa sesak napas karena rasa bahagia. Sapuan hangat lidah Leon yang menjelajahi rongga mulutnya membuat perut Aeris terasa seperti tergelitik, geli.Aeris tanpa sadar mencengkeram kemeja Leon sebagai pelampiasan karena terbuai akan ciuman Leon yang begitu memabukkan.Leon melepas pagutan bibirnya, memberi kesempatan Aeris untuk mengambil napas. Tangannya perlahan terangkat, mengusap bibir Aeris yang terlihat sedikit membengkak akibat ulahnya. "Maaf," ucapnya tanpa suara.Aeris tersenyum. "Aku baik-baik saja."Leon kembali mendekat, mengecup kening Aeris begitu lama dan dalam. Leon tidak pernah merasa sebahagia ini sebelumnya, mendapatkan gadis
Kebahagiaan Aeris dan Leon berbanding terbalik dengan apa yang saat ini sedang Alea rasakan. Gadis itu meringkuk di atas tempat tidur dengan seluruh selimut yang menutupi tubuhnya. Kristal bening itu kembali menetes dari sepasang matanya yang terpejam. Dada Alea terasa begitu sesak. Rasanya seperti ada ribuan pisau yang menancap tepat di ulu hatinya. Sakit.Alea benar-benar tidak menyangka Leon sudah menikah. Semudah itukah Leon melupakan dirinya?Di mana janji Leon dulu?Janji akan tetap mencintainya walaupun dia pergi. Janji akan setia menunggunya sampai kembali.Di mana?Hati Alea terasa semakin berdenyut. Apa Leon sengaja melakukannya untuk membalas sakit hati yang dia rasakan?Leon benar-benar jahat. Sangat jahat!"Alea! Buka pintunya!"Entah sudah berapa kali Kai menyuruh Alea untuk membuka pintu kamarnya karena sudah tiga hari ini gadis itu sengaja mengurung diri di kamar. Namun, Alea tetap memilih hanyut dalam sakit hati yang dia rasakan. Kai takut terjadi sesuatu dengan Alea.
Leon mengerjapkan kedua matanya perlahan saat cahaya matahari yang menerobos masuk melalui celah-celah tirai di dalam kamar jatuh mengenai wajah tampannya. Leon pun menggeliat pelan untuk merenggangkan otot tubuhnya yang terasa kaku sebelum bangun lalu mendudukkan diri di atas tempat tidur. Senyum tipis menghiasi bibirnya ketika melihat samping tempat tidurnya telah kosong, Aeris pasti sudah bangun dan mungkin sedang menyiapkan sarapan di dapur.Leon pun beranjak karena ingin menemui Aeris. Istrinya itu ternyata sedang membuat roti bakar untuk menu sarapan mereka. Leon menyandarkan tubuhnya di daun pintu dapur. Sepasang mata hezel miliknya memperhatikan Aeris yang sibuk memasak memakai kemeja putihnya yang terlihat kebesaran di tubuhnya.Wanita itu asyik membolak balik roti bakarnya sambil bersenandung kecil menikmati musik yang diputar melalui music box. Sepertinya Aeris tidak sadar kalau Leon sudah bangun dan memperhatikannya sejak tadi."Ah!" Aeris berjingkat karena sepasang tangan