Ketegangan yang diciptakan dari ucapan Levin tidak dapat dipercaya Kainan. Itu membuat lawan bicaranya menggeleng dengan senyum merendah.
Pertentangan itu tidak dapat dipungkiri. Pernikahan yang bukanlah karena saling mencintai tidaklah mustahil dilakukan bila kedua pihak memiliki tujuan. Namun, tujuan Levin jelas tidak terlihat di mata Kainan. Tidak mungkin seorang yang bisa mendapatkan wanita manapun seperti Levin mau mengorbankan masa depannya hanya sebagai tanda terima kasih.
Tampaknya pria itu menghindari kontak matanya. Dia tersenyum rendah setelah mengakhiri aksinya dan beralih pada meja bar. Di tempat itu, Levin menuang lagi segelas anggur dan menawarkannya pada Kainan.
"Hatten Noir," sebut Levin memamerkan merk anggur di tangannya. Kainan tidak tampak menolak. Dia menerima meski tanpa mengiyakan.
= 'Brak!' "Apa yang sudah kau lakukan!" Kemarahan Syeril tertuang dari dalam kata-katanya. Tidak hanya itu, kedatangannya yang langsung melempar sebuah koran di atas meja membuat suasana makan pagi mencekam seketika. Jenni yang tengah menyantap sepotong roti hanya bisa terbatuk-batuk akibat bentakan ibunya, sedangkan Kainan, orang yang menjadi pusat kemarahan wanita itu hanya menanggapi dengan santai. "Kenapa kau berisik sekali," komentar ringan Kainan justru membuat mata Syeril mendelik kesal. Ujung jari Syeril menunjuk ke surat kabar yang ada di atas meja. Sebuah berita pernikahan antara Kainan dan Levin tercetak di halaman utama, melebihi berita selebritis nasional. "Kau masih sempat bertanya apa? Lihatlah ber
"Antarkan aku ke kantor calon suamiku!" Itu adalah perintah Kainan sesaat setelah duduk di samping kemudi. Pintu mobil sport merah yang ditumpanginya juga dibanting kasar. Sementara, Elliot hanya menatapnya tidak mengerti. "Royal Group?" tanya Elliot memastikan. Mata monolid nya melirik pada wanita itu. Kainan yang memasang sabuk pengaman menghentikan sejenak aktivitasnya. Mata hazel wanita itu menatap si sekretaris dengan tidak nyaman. "Di mana lagi calon suamiku bekerja?" "Kau benar-benar akan menikah dengan pria itu?" Pertanyaan Elliot beralih. Wanita itu hanya menjawabnya dengan menghela napas berat. Rupanya, dia bosan dengan pertanyaan-pertanyaan klasik tentang rencana pernikahannya. Apalagi, makan pagi dengan
“Hallo, CEO!" Itu adalah kata-kata yang diucapkan Kainan untuk menyapa CEO dari Royal Group yang baru. Si sekretaris wanita yang hendak mengusir keluar Kainan terdiam sesaat. Dia segera menyadari kedudukan wanita berambut marun itu akan sejajar dengan Elgie, sebagai CEO. Berita duka yang memenuhi kolom ekonomi begitu berseberangan dengan sosok pengganti CEO Angkasa Group yang sudah digadang-gadang. Apalagi, Kainan Kristian adalah nama yang tidak diragukan lagi atas kepiawaiannya memimpin perusahaan. Akan tetapi, mereka hanya tidak tahu saja bahwa kedudukan CEO dari perusahaan itu ditentukan berdasarkan surat wasiat. "T-Tuan, beliau adalah-" ucap dari si sekretaris yang terdiam melihat reaksi Elgie yang seolah tidak asing dengan wanita dihadapannya. Dari banyaknya wan
Di tengah jantung kota, tepatnya di salah satu pusat perbelanjaan. Berjajar toko-toko elit yang menyuguhkan segala hal tentang jasa atau sekedar produk impor lainnya. Namun, Kainan lebih memilih singgah di sebuah tempat dengan bangunan bergaya eropa modern. Dia duduk di atas sofa bersama Levin, sambil menunggu seorang desainer pilihannya datang. “Kenapa kita ada di tempat ini?” Dengan penuh keraguan, Levin berkata lirih. Kainan tidak memperhatikan ucapan itu, dia lebih tertarik memandang gaun-gaun indah yang dipasang pada beberapa mannequin. “Aku pikir kau tidak tertarik dengan sebuah pernikahan.” Ucapan Levin berganti. Mata hitamnya tidak bisa lepas dari tatapan Kainan yang bersinar lebar menatap gaun-gaun itu. Mendengar komentar ringan yang dianggapnya tidak peka,
‘Pyar!’ Sebuah gelas melambung ke udara. Pada akhirnya, gelas itu menabrak dinding hingga menjadi butiran kaca. “Berani sekali kau membawa pria itu datang ke rumah ini!” geram Syeril kembali membanting benda pecah belah di atas meja makan. Ucapan dengan nada tinggi dari Syeril dilontarkan pada Kainan. Mengajak Levin datang untuk makan malam di mansion membuat Kainan tampak mendeklarasikan perang dengan ibu tirinya. Meskipun begitu, wanita yang menjadi sasaran kemarahannya dari Syeril tidak menggubris. Dengan santainya dia melepaskan blazer dan tasnya di atas kursi. “Pelankan suaramu itu. Apakah 25 tahun lamanya kau tidak belajar etika di keluarga Wibisama?” olok Kainan
Levin sedang menahan amarah. Dia sedang menyaksikan sendiri calon istrinya berciuman dengan pria lain. Menyadari kedatangan Levin, Kainan menggigit keras bibir Ziel yang masih bersarang di dalam ciuman itu. Kainan juga mengerahkan seluruh tenaganya untuk mendorong Ziel menjauh. Usahanya berhasil. Kainan berhasil lepas dari dekapan pria itu, dia juga berhasil melepas bibir Ziel yang masih ingin melumatnya. "Berani sekali kau melakukan itu padaku!" Dengan sikap tenang, Levin berkata hal yang sebaliknya. Kainan hendak memberikan penjelasan pada Levin tentang apa yang telah terjadi. Namun, wanita itu sibuk mengelap bekas ciuman Ziel pada bibirnya dengan perasaan jijik. "Aku … tidak melakukannya," jawab Kainan den
“Kau fobia darah?” ucap Kainan tidak percaya. Kainan angkat bicara saat Levin memilih diam. Wanita itu kembali terdiam memikirkan apa yang barusan di alami Levin. Tinjuan dari pria itu membuat sudut bibir dari Ziel membekas darah. Alasan itulah yang membuat tubuhnya bergetar. Kainan mengangguk-angguk menerima alasan pria itu. Meskipun begitu, rasa penasarannya bertambah besar. Seorang yang mengalami fobia, pasti memiliki cerita lain di masa lalunya. Namun, Levin hanya bungkam dan mengubur cerita masa lalu hanya untuk dirinya sendiri. "Melihat darah membuat isi perutku terlempar ke luar. Aku tidak bisa bernapas dengan benar. Itu begitu menyiksa," ratap Levin yang tidak cocok dengan mata tajamnya. Terlihat jelas wajah frustasi Levin yang ditutupinya dengan segelas wine
Elgie sengaja mendorong gelasnya pada Levin sehingga dua gelas vodka itu saling bersentuhan dan mengeluarkan bunyi. 'Ting!' Pria berambut cokelat itu sengaja menenggak habis alkoholnya terlebih dahulu, lalu tersenyum tanpa dosa. "Tunggu apa lagi, Levin?" Saat ini, posisi Levin begitu terpojok. Dia tidak bisa menenggak setetes vodka yang bagaikan racun untuknya. Di lain sisi, Levin mustahil menolak keinginan dari kakak kembarnya. Dia harus bertekuk lutut di bawah keinginan dari sang kakak. Tidak ada yang bisa dilakukan Levin lagi. Sosok ayah yang tidak mengakui namanya dan seorang kakak yang berlaku semaunya sendiri. Dia amat menyadari bahwa selama ini Elgie terus memanfaatkannya. Namun, mustahil untuk bisa lepas dari perintah itu dengan tangannya sendiri. Levin