'Brak!'
Sebuah pukulan keras dilakukan Levin pada dinding di dekatnya yang tak berdosa.Pukulan itu membuat tangannya yang terkepal meneteskan cairan darah hingga memercik di atas lantai putih di dalam toilet itu. Perasaan gelisah bercampur mual tidak lagi bisa menutupi amarahnya. Tangan pria itu bergetar sambil mengarahkan tinjunya pada cermin, tubuhnya ambruk sesaat tetapi ditahannya dengan sisa tenaga.“Ceroboh! Aku ceroboh! Seharusnya aku sendiri yang menjemputnya!”Perasaan kesal atas kelemahannya sedang bergejolak di tengah amara. Tanpa adanya kemampuan berkelahi, pria itu tampak tidak berguna dalam keadaan seperti ini, seakan otot yang dimilikinya hanya sebagai aksesoris yang tertempel di tubuh.“Apa yang harus aku lakukan untukmu,” sesalnya pada dirinya sendiri.Levin sungguh ingin menyelamatkan calon istrinya, tetapi tindakan gegabahnya berhasil dicegah Elliot. Akhirnya, dia harus mengalah pada pria yang tidak disukainya untuk menggantikan kewajibann‘Brak! Brak! Brak!’Di tengah kegaduhan itu, mata hazel Kainan terbuka perlahan. Sayup-sayup, wanita itu mengerjap sesaat. Penglihatan yang awalnya buram kini terlihat jelas. Namun, mata indahnya memicing melihat penjahat yang telah menculiknya menghajar seseorang secara membabi buta. Tidak terlihat jelas siapa, suasana gelap dan hanya seberkas cahaya kecil dari lampu kuning menghalangi penglihatannya.Kainan yang masih terduduk mencoba mengingat kembali apa yang terjadi padanya, tetapi dia tersadarkan akan suatu hal. Tubuhnya tidak bisa bergerak, sebuah ikatan dari tali membatasi pergerakannya. Seseorang telah mengikat tangan dan kakinya dengan rapat.“Siapa yang berani melakukan hal ini!” geramnya dalam hati. Namun, tidak ada satu pun jawaban yang ditemukan Kainan, kecuali gambaran pria yang telah menculiknya.‘Brak!’Wanita yang masih terikat itu tersentak kaget, dia melihat seseorang jatuh menabrak dirinya, lalu tersungkur tepat di bawah kakin. Kainan dapat m
Di tengah senyum mempelai pria, hati Levin sedang resah. Beberapa Kali mata hitamnya terlihat menatap pintu, terkadang dia menunduk untuk melihat arloji di tangan.“Aku belum melihat mempelai perempuan, aku pikir Kainan datang terlambat.” Suara dari pria pemilik Imperial Lux yang datang menghampiri Levin. Tampaknya dia terlihat terburu, meskipun begitu pria itu tidak bisa langsung pergi tanpa menampakkan wajahnya pada mempelai perempuan.“Tiga puluh menit dari acara yang sudah ditentukan, apa terjadi sebuah masalah?” desaknya yang membuat Levin tersudut. Namun, dia hanya membalas dengan senyuman. Sambil memastikan pada arlojinya sendiri, Levin menutupi rasa cemas. Dia mengambil dua gelas wine putih dan memberikannya pada pria itu.“Kenapa kita tidak menikmati waktu luang ini untuk bersu
“Levin Gerald Jawson, apakah kau berjanji akan setia dalam suka dan duka, dalam sehat dan sakit untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan.”Ucapan dari seorang pendeta di hadapan Levin membuat pernikahan itu menjadi sakral. Tidak ada satu pun yang berbicara, para undangan hanya memperhatikan kedua pengantin dalam balutan gaun putih. Begitu juga dengan Levin, dia terlihat tampan dengan sebuah rangkaian mawar kecil yang disematkan di lapel jas putihnya.Di samping Levin berdiri Kainan. Pria itu menggenggam tangannya seolah tidak ingin lagi kehilangannya. Sebuah tangan dengan ukuran yang lebih kecil dari miliknya itu adalah tangan seorang wanita yang untuk pertama kalinya Levin genggam.Pada mata hitam Levin yang pekat, terefleksikan senyum kecil Kainan dengan wajah merona merah. balutan gaun mermaid sederhananya tidak menghilangkan kesan mewah. Meskipun dia adalah sedikit dari banyaknya pengantin
"Semua aset perusahaan dari Angkasa Group Construction akan diwariskan pada salah satu putri dari Almarhum Adimas Wibisama." 'Deg!' Kata-kata itu membuat seluruh darah dari tubuh Kainan menyembur ke otak. Jantung yang tengah terpompa pun seakan terlempar dari mulutnya. Wanita 27 tahun itu benar-benar tidak bisa lagi membendung luapan emosi. "Salah satu putri?" Suara Kainan menyela dengan nada tinggi. "Adimas Wibisama hanya memiliki satu putri kandung, Kainan Kristian Wibisama, yaitu aku!" tunjuk wamita itu pada dirinya sendiri. Suasana yang tadinya tenang seketika menjadi gaduh. Ketiga orang dalam ruangan itu saling berbisik menanggapi aksi nekat dari Kainan. Sementara itu, pria beruban di hadapannya adalah seorang yang berprofesi sebagai notaris. Pekerjaannya membac
“Kau gila, Kai!” Teriakan lantang seorang pria yang duduk menikmati suasana club malam, spontan membuat matanya mendelik karena terkejut. Namun, dia segera mengecilkan volume suara saat sadar perhatian orang-orang tertuju pada mejanya. “Kai, kau betulan gila atau lupa ingatan? Sendirinya lajang, kenapa kau mengatakan akan menikah? Kau akan menikah dengan siapa, Kai?” cerocos mengesalkan pria dengan nama Elliot. Suara cerewet Elliot menggema bersama jedag-jedug musik disco di dalam club itu. Meskipun begitu, Kainan, wanita yang sudah memakai gaun cocktail merah di hadapannya dapat mendengar dengan jelas, tetapi dia hanya berpura-pura tidak tahu saja. Kepalanya bergoyang seirama musik techno yang disetel tinggi. "Kai, kau dengar aku, tidak?" sela Elliot mencari perhatiannya.
Pada mata hazel yang terbelalak, Kainan melihat seorang pria asing dalam keadaan terikat di atas kursi. Pria berjas mahal dengan tubuh proporsional duduk tenang meski dalam keadaan seperti itu. Tidak terlihat jelas wajahnya, sebuah kain hitam menutup kedua mata miliknya. Kain itu hanya menyisakan sudut pipi dengan tulang rahang yang tegas, serta rambut bagian depan yang menjuntai menutupi keningnya. Tidak akan ada yang menyangka bahwa pria dengan penutup mata itu adalah pria yang berperan sebagai ujung tombak sebuah perusahaan. Meski jabatannya hanya sebagai direktur utama, dia adalah pria yang cakap dalam pekerjaannya. "Si-siapa?" Pertanyaan itu dilontarkan Kainan dengan nada tegang. Bahkan, dengan mata yang membulat sempurna. Kakinya kaku tidak bisa digerakkan, tetapi otak wanita itu sudah menemukan kewarasan.
"Argh!" eram seseorang kehabisan napas. Suara eraman itu bukan berasal dari Levin yang terluka, tetapi si gendut yang memegangi lehernya. Sesuatu telah menjerat leher pria itu hingga dia jatuh tersungkur di atas lantai. Tidak hanya tubuh gendutnya saja, tetapi juga senjata tajam yang dia pegang ikut terlempar. 'Prang!' "Si-siapa kau-” Pria yang wajahnya mengenakan penutup hitam menoleh ke belakang. Dia melihat Kainan sekuat tenaga menarik sebuah tali. Tali itu adalah tali dari tas yang digunakan untuk menjerat pria gendut itu. "Rasakan itu!" cemooh Kainan memastikan pria itu benar-benar sudah tak berdaya. Tidak puas menjerat, Kainan memberi tendangan untuk akhir dari serangannya. Tendangan kecil itu membuat ujung gaun merah miliknya terangkat dan mengumbar bagian pa
Mendadak Levin terbangun, pria itu tersentak saat melihat adanya perbedaan pada langit-langit kamarnya. Tempat itu bukanlah kamar apartemen Levin tempat dia tinggal, tetapi kamar asing yang tidak pernah didatanginya satu kali pun. “Argh!” eram pelan pria itu saat berusaha duduk. Rasa sakit mendadak muncul di bagian bahunya. Dengan telanjang dada, dia dapat melihat sebuah perban yang di dalamnya masih merembes darah. Rupanya, itu adalah darah yang dia dapat dari kejadian semalam. Sebuah tusukan dari orang yang sudah menculiknya membuat memori Levin bekerja kembali. Bahkan, sepintas sosok Kainan terbesit dalam ingatan. “Wanita itu-" gumam Levin pada dirinya sendiri. “Siapa? Aku?” sahut Kainan menyentak tiba-tiba. Wanita yang sudah duduk di hadapan Levin menanggapinya dengan santai.