Share

Oleh-Oleh Terindah

Indi terdiam seraya menatap Damian dengan tatapan datarnya. “Bukan karena Rangga. Nggak usah bahas dia lagi kalau elo emang mau gue nurut sama elo!” 

Dengan sengaja, Damian kemudian melingkarkan tangan kekarnya di pinggang ramping perempuan itu. Hingga membuat Indi ingin sekali menghajarnya detik itu juga. 

“Istirahatlah, sudah malam. Besok pagi, aku punya kejutan untukmu,” ucapnya kemudian mencium pipi kiri sang istri dan melangkahkan kakinya dengan santai ke tempat tidur. 

Indi menghela napasnya dengan pelan lalu menghampiri Damian yang tengah merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. 

“Mau ke mana dan jam berapa?” tanya Indi ingin tahu. 

“Rahasia!” ucapnya dengan lembut. “Have a nice dream, Hone!” ucapnya kemudian mengulas senyumnya. 

Indi kemudian menyunggingkan bibirnya seraya menatap Damian. “Kayaknya elo seneng banget, nikah sama gue? Aneh, lo!” ucapnya kemudian memutar bola mata. 

Damian hanya menyunggingkan senyum dengan mata sudah tertutup. Tidak peduli dengan ucapan sang istri yang terus menerus berucap kalau dirinya aneh. Memang seperti itu nyatanya, sebab dia memang sudah mengagumi Indi sejak masih kuliah dulu. 

Waktu sudah menunjuk angka sepuluh pagi. 

Pradipta dan Wijaya sudah ada di rumah baru Indi dan Damian. Sementara pasangan pengantin itu masih terlelap dalam tidurnya. 

Dalam keadaan saling berpelukan dengan tubuh yang belum terbungkus apa pun, membuat keduanya sama-sama nyaman akan kehangatan yang mereka rasakan. 

Mata Indi kemudian terbuka dengan pelan. Ia masih menatap wajah tampan sang suami kemudian ….

“Aaaa …!” teriaknya lalu melepaskan pelukan itu. “Eh, Damian! Ngapain elo peluk-peluk gue? Nyari kesempatan dalam kesempita lo, yaa?” ucapnya kemudian bangun dari tidurnya. 

Damian lantas menaikkan alis kirinya. “Kenapa kaget kayak gitu? Kejadian ini pernah terjadi di satu bulan yang lalu. Kalau itu sih wajar. Kalau sekarang, kenapa harus teriak-teriak macam tidur dengan orang lain? Aneh!” 

Damian menghela napasnya dengan pelan kemudian beranjak dari tempat tidur . Melangkahkan kakinya ke kamar mandi. 

“Mau ke mana? Gue dulu!” ucap Indi kemudian masuk ke dalam kamar mandi dengan langkah lebarnya. 

Tidak ingin kehilangan kesempatan, lelaki itu masuk ke dalam mengikuti langkah sang istri. Berdiri di samping perempuan itu dan mengulas senyumnya. 

“Apaan lo, cengengesan kayak gitu? Nggak lucu, Damian!” Indi menatap malas kepada Damian. 

Pria itu kemudian menarik lengan Indi dan meraup bibi perempuan itu dengan ganas. Tidak bisa memberontak sebab Damian mengunci penuh tubuh perempuan itu. 

“Mau ngapain lagi, Damian?” pekik Indi setelah Damian melepas ciumannya. 

Damian tersenyum menyeringai. “Kapan pun dan di mana pun. You remember? Make love in morning day. Sudah pernah bercinta di kamar mandi dengan gairah yang menggebu?” 

Tangan itu merambat, menyusuri kulit sintal milik sang istri dengan sentuhan sensualnya. 

“Damian … stop!” lirih Indi yang sudah berhasil terpancing oleh sentuhan yang dilakukan oleh Damian. 

Dia yang memiliki kelebihan hormon itu lantas tak kuasa menahan sentuhan yang berhasil membuatnya gila. 

Damian kembali menarik kepala Indi dan meraup bibir seksi itu dengan penuh. Kepalanya memiring agar ada udara masuk saat saling berciuman berlangsung. 

Tangan Damian kembali merambat ke bawah. Masuk tepat di bawah sana dan bermain dengan riang. Spontan perempuan itu melebarkan kakinya seraya menikmati sentuhan yang dilakukan oleh suaminya itu. 

“Arrggh!” pekik Indi tak kuasa menahan sentuhan itu. 

Mata yang sudah dipenuhi oleh gairah itu menatap dengan sempurna wajah tampan milik sang suami. Napasnya tersengal-sengal seraya menahan desahan yang akan membuatnya dicap munafik sebab selalu menolak ajakan Damian, namun sangat menikmatinya. 

“Are you ready?” bisik Damian dengan suara paraunya. 

Tanpa menunggu jawaban dari sang istri, lelaki itu membalikkan tubuh Indi dan mulai melajukan temponya dengan amat dalam. 

“Aarrggh … Damian!” pekik Indi mendesah tak karuan. 

“Enjoy, Honey!” bisik lelaki itu kemudian menarik wajah Indi dan menciumi wajah itu penuh nafsu. 

Tidak akan pernah ia tinggalkan satu centi pun dalam menggerayangi tubuh sintal itu. Mata berwarna kecokelatan itu menatap manis wajah Indi yang sudah berantakan olehnya. Permainan panas yang menggebu-gebu, saling menikmati hingga tidak peduli sudah berapa lama mereka bercinta. 

“Bini elo milih mati bisa jadi karena nggak tahan sama permainan elo, Damian!” seru Indi setelah menyelesaikan pelepasan itu bersamaan dengan Damian.

Pria itu terkekeh pelan. “Sudah takdirnya dia pergi untuk selamanya. Aku tidak pernah melakukan di luar kemampuan dia. Bercinta pun jarang. Maka dari itu, menikah denganmu adalah anugerah yang pernah aku miliki.”

Indi mengibaskan tangannya. “Bulshit! Mana ada anugerah nikah sama  cewek yang udah kenal dengan berbagai bentuk batang pria! Nggak usah aneh-aneh deh, Damian!” 

Waktu sudah menunjuk angka sebelas siang. 

Indi dan Damian keluar dari kamarnya secara bersamaan setelah melihat pesan masuk dari Pradipta di ponsel Damian. 

“Pengantin baru memang beda, yaa. Jam segini baru bangun,” ucap Pradipta usil.

Indi menerbitkan cengiran kepada sang mertua. “Maaf, Pa. Damian nih, yang nggak mau bangun! Padahal udah aku bangunin berkali-kali,” ucapnya menyalahkan Damian. 

Pria itu hanya menyunggingkan senyum. Masa bodoh dengan ucapan istrinya itu meskipun ingin sekali ia menjambak rambutnya sebab sudah menyalahkan dia. 

“Oh, yaa? Damian tidak pernah bangun siang padahal. Mungkin karena rindu tidur bareng perempuan. Makanya kesiangan,” ucap Pradipta yang lebih tahu anaknya. 

Indi lantas menelan saliva dengan berat. Ia kemudian melirik Damian lalu menyunggingkan bibir sedikit. 

“Papa, Papa sekalian ada apa ke sini? Kompak banget.” 

Wijaya menghela napasnya dengan pelan. “Karena kalian mau pergi bulan madu hari ini, mak—“

“Heuuh? Bulan madu? Kapan?” Indi tampak terkejut mendengar Wijaya yang membahas tentang bulan madu. 

“Damian. Kok nggak kasih tahu kalau mau bulan madu? Ke mana?” tanyanya kepada sang suami. 

“Aku sudah bilang kan, ke kamu. Semalam. Lupa?” ucap Damian kemudian mengusap sisian wajah Indi. 

Perempuan itu menepisnya. “Ke mana?” tanyanya lagi. Ia benar-benar ingin tahu ke mana mereka akan pergi. 

“Kenapa dadakan gini sih? Gue belum mau, Damian!” bisik Indi memarahi Damian. 

“Ya sudah kalau begitu. Kami pulang lagi. Have fun, yaa. Jangan lupa saat tiba kembali ke Indonesia, bawa kabar baik.” Pradipta memberi kode agar Indi dan Damian bisa memberi kabar yang akan membuat Pradipta juga Wijaya senang. 

Indi menaikkan alisnya. “Apaan tuh?” tanya Indi yang tak paham dengan ucapan sang mertua. 

“Yaa cucu lah. Apa lagi kalau bukan itu. Oleh-oleh? Kami tidak memerlukanya. Betul begitu, Bung?” 

Wijaya mengangguk sembari mengulas senyumnya. “Ya. Karena itu adalah oleh-oleh terindah yang Papa harapkan.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status