Usai puas menciumi bibirnya, bibir itu turun ke bawah. Menikmati setiap jengkal demi jengkal kulit putih milik sang istri.
“Damian … oh my God!” raung Indi sembari meremas sprei lantaran sentuhan Damian yang begitu panas dan membuatnya bergairah hebat. Damian tersenyum menyeringai. “Satu tahun sudah, aku tidak pernah menyentuh perempuan. Akhirnya bisa menyentuh lagi dan tentunya istriku sendiri.” “Oh, yaa? Kenapa nggak nyari perempuan lain di luaran sana? Lemah!” ledeknya kemudian. Damian tersenyum tipis. “Terserah, mau bilang apa, i don’t care! Yang penting saat ini, kamu menjadi milikku dan aku tidak akan pernah melepasmu!” ucapnya kemudian mengisap pucuk dada perempuan itu penuh nafsu. “Arrghh!” pekik Indi seraya membusungkan dadanya dengan spontan. Damian benar-benar membuatnya menggila. Lelaki itu memang hebat hingga berhasil membuatnya mabuk kepayang. Indi sudah masuk dalam perangkap lelaki yang berhasil membuat hasratnya menggila. Lima belas menit melakukan pemanasan, Damian mulai menyatukan dirinya dengan Indi. Membalikkan tubuh perempuan itu dan melajukan temponya dengan alunan yang cukup keras. Pekikan dan raungan berpadu menjadi satu di sudut kamar itu. Peluh keringat bercucuran dengan irama suara desahan saling beradu. “Damian … you! Arggh!” Indi meraung tak karuan. “Bagaimana? Masih kurang, heum?” tanyanya dengan tubuh yang tak jera memompa tubuh Indi. “No! Enough.”Damian terkekeh pelan. “Berjanjilah padaku, jangan main di belakangku. Atau aku akan menghukum kamu!” ancamnya kemudian. Damian kemudian mendudukkan perempuan itu di atas pahanya dan mengusap surai rambut yang berantakan karena ulahnya. “Kalau berani bermain di belakang?” tanyanya menantang lelaki itu lagi. “Aku tidak akan segan-segan menghukum kamu dengan berbagai jenis gaya dan penyiksaan yang akan aku lakukan padamu. Jangan menyesal dan jangan pula marah. Karena kamu yang sudah memulai.” Indi mendengus sembari menatap datar wajah suaminya itu. “Dan kalau elo yang kayak gitu, gue nggak akan segan-segan buat ceraikan elo!” Damian manggut-manggut patuh. “Silakan cari kesalahanku untuk kamu jadikan sebagai alasan agar bisa bercerai denganku. Silakan cari sepuasmu. Kalau memang buktinya kuat, aku akan meminta maaf pada papa kamu karena sudah gagal menjadi suami yang baik untukmu.” Damian kembali menyatukan dirinya karena belum sampai puncak. Indi kembali memekik. Namun, pikirannya terus tertuju pada ucapan Damian tadi. Hampir satu jam lamanya mereka bercinta. Damian akhirnya melepaskan pelepasannya. Melaju dengan sangat cepat agar peluh itu segera keluar. “Damian …!” pekik Indi sembari meremas bahu kokoh suaminya yang tengah terengah-engah. Mata penuh kabut dan sayu saling tatap. “Elo … cinta, sama gue? Bisa-bisanya melakukan itu—““Cinta. Aku cinta sama kamu dan memang inginku menikah denganmu. Enam bulan yang lalu, Papa memintaku agar menikahi anak satu-satunya Papa Wijaya. Namanya Indira Pramesti,” ucapnya menjelaskan. Indi menghela napas pelan. “Cepet banget move on-nya. Nggak cinta atau emang elo tukang ngumbar janji?” tanyanya seraya beranjak dari tempat tidur kemudian menggulung rambut panjang kecokelatan itu.Damian menatap Indi yang masih bertelanjang tak mengenakan apa pun. “Mungkin karena dia akan pergi meninggalkanku selamanya.” Indi menghela napas kasar. “Aneh, jawaban elo. Seolah tahu, kalau dia bakalan mati. Sengaja elo bunuh, kan?” tuduhnya kemudian. Damian menggeleng pelan. “No! Untuk apa, aku membunuh istriku sendiri. Saksinya Pak Sudira. Sopir yang udah bawa kami tapi masih hidup. Ada di penjara. Kamu bisa tanyakan hal itu kepadanya.” Perempuan itu hanya diam. Kemudian masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan miliknya yang terasa lengket akibat hujaman yang dilakukan sebagai malam pertama dengan Damian. Meski bukan lagi gadis pada umumnya, akan tetapi Damian begitu bahagia dan menyukainya. Sebab orang yang kini menjadi istrinya adalah orang yang dia inginkan sejak masih kuliah dulu. Hanya saja, rupanya sulit menaklukan hati Indi yang mungkin masih mencintai mantan kekasih yang sudah meninggalkannya. Waktu sudah menunjuk angka dua belas malam. Kedua insan itu masih terjaga dan sibuk dengan pikiran masing-masing. “Kenapa belum tidur?” tanya Damian kemudian menghampiri Indi yang hanya mengenakan panty dan bra bermotif. Indi kemudian menoleh kepada suaminya itu. “Perlu elo ketahui, gue biasanya tidur jam dua sampai jam tiga pagi. Tapi, jangan khawatir gue nggak bisa bangun di pagi hari. Jam tujuh gue pasti udah bangun. Karena besok masih cuti, jangan ganggu gue bangun di jam segitu.” Damian tersenyum tipis. “Tidak akan. Aku tidak akan mengganggu tidur nyenyak istriku yang seksi ini. Jangan khawatir, Honey!” “Honey, Honey! Jijik, Damian! Nggak usah manggil gue dengan panggilan itu!” seru Indi memperingati Damian agar jangan memanggilnya dengan sebutan yang membuatnya tak nyaman bahkan membencinya.“Baiklah. Memanggilmu dengan sebutan nama saja sudah buat aku bahagia,” ucapnya kemudian mengulas senyum hangat pada sang istri.Indi menjauh sedikit sembari menatap aneh wajah suaminya itu. “Nafsuan lo!” sengalnya kemudian. “Nafsuan pada istri sendiri, kenapa tidak?” tanyanya seraya mengangkat kedua alisnya. Indi lantas menyunggingkan bibirnya. “Aneh, lo!”Pria itu menatap Indi dengan tatapan lekatnya. “Sekarang, aku mau nanya sesuatu sama kamu.”“Heung?” ucapnya singkat tanpa menoleh sedikit pun kepada Damian.Damian menyunggingkan senyum seraya menatap Indi dengan lekat. “Sudah berapa pria, yang tidur dengan kamu?” tanyanya pelan. “Kenapa, nanya kayak gitu?” Indi balik bertanya dengan nada ketusnya.“Hanya ingin tahu saja. Sudah berapa banyak, pria yang mengenal tubuh indah istriku ini,” ucapnya seraya merayapkan tangannya di paha mulus perempuan itu. “Damian, don’t!” Indi menyingkirkan tangan lelaki itu. Namun, rupanya tak berhasil. Tentu saja tenaga lelaki lebih banyak dari tenaga perempuan. “Jawab, Indi. Sudah berapa banyak? Aku hanya ingin tahu saja. Dan … heran juga, kenapa kamu nggak hamil?”“Mainnya hebat lah. Nggak akan kebobolan, walau sudah tidur dengan berbagai pria manapun. Dan elo, cowok paling gila karena mau-maunya sama cewek yang udah dijamah oleh banyak pria!” Indi menyunggingkan bibirnya. Damian tersenyum pasi. Rasanya, ia tidak ingin kehilangan satu detik pun untuk menyentuh tubuh mulus yang kini sudah halal ia sentuh. Dengan sekali cengkeraman, lelaki itu berhasil menarik wajah Indi kemudian meraup bibir perempuan itu dengan penuh nafsu. “Jangan lakukan itu lagi. Sudah ada aku yang akan memuaskan kamu. Saling terpuaskan,” bisik Damian dan itu berhasil membuat darah Indi berdesir hebat. “Dan … belajarlah mencintaiku agar kita bisa menjalani rumah tangga ini dengan bahagia,” sambungnya kemudian menatap lekat wajah cantik istrinya itu.Indi menelan salivanya dengan pelan sembari menatap Damian dengan lekat. “Nggak janji.”“Kenapa? Karena masih mencintai Rangga, yang jelas-jelas sudah mengkhianati kamu?”Indi terdiam seraya menatap Damian dengan tatapan datarnya. “Bukan karena Rangga. Nggak usah bahas dia lagi kalau elo emang mau gue nurut sama elo!” Dengan sengaja, Damian kemudian melingkarkan tangan kekarnya di pinggang ramping perempuan itu. Hingga membuat Indi ingin sekali menghajarnya detik itu juga. “Istirahatlah, sudah malam. Besok pagi, aku punya kejutan untukmu,” ucapnya kemudian mencium pipi kiri sang istri dan melangkahkan kakinya dengan santai ke tempat tidur. Indi menghela napasnya dengan pelan lalu menghampiri Damian yang tengah merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. “Mau ke mana dan jam berapa?” tanya Indi ingin tahu. “Rahasia!” ucapnya dengan lembut. “Have a nice dream, Hone!” ucapnya kemudian mengulas senyumnya. Indi kemudian menyunggingkan bibirnya seraya menatap Damian. “Kayaknya elo seneng banget, nikah sama gue? Aneh, lo!” ucapnya kemudian memutar bola mata. Damian hanya menyunggingkan senyum dengan mata sudah tertutup. Tidak peduli dengan ucapan sang is
Sementara Damian tengah packing pakaian miliknya, Indi menatap datar wajah suaminya itu sembari menyandarkan punggungnya dan melipat tangan di dada. “Extided banget yang mau bulan madu!” ucapnya kemudian mengambil sebuah kotak kecil di dalam lacinya. Mata itu memicing dan menoleh cepat ke arah sang istri. Yang mana rupanya perempuan itu mengambil rokok serta korek api di dalamnya. Dengan cepat Damian lantas beranjak dari duduknya dan menghampiri perempuan itu. “Apa-apaan kamu ambil ini? Kamu … perokok?” Damian bertanya seraya mengambil rokok itu di tangan sang istri. “Emang kenapa kalau gue perokok? Elo udah tahu dunia gue kayak gimana, kalau mau jadiin gue istri elo, harus nerima gue apa adanya, right?” “Yaa tapi nggak harus merokok juga, Indi. Kamu dengar kan, permintaan papa aku dan papa kamu apa tadi? Cucu! Kamu nggak boleh merokok lagi karena ini akan menyeba—““Gue nggak mau punya anak dulu, Damian! Apalagi sama elo yang sama sekali nggak gue cinta!” seru Indi berucap denga
Tangan kekar milik Damian meluncur mulus di atas paha sang istri dengan mata menatap dengan lekat wajah Indi. “Katakan dengan jujur. Kamu … sering bermain dengan mulutmu yang seksi ini?” tanyanya sembari mengusapi bibir itu.“Mau ngapain lo? Nyuruh gue lakuin hal itu di sini?” tanya Indi kemudian.Damian mengangguk seraya menatap Indi. “Ya. Lakukan sekaraang juga!” titahnya seraya membuak celana pendek yang ia kenakan itu. Pusaka itu sudah berdiri tegak menantang Indi yang langsung terpusat padanya. “Lakukan atau aku akan mengurungmu!” ancamnya sungguh-sungguh. Indi berdecak pelan seraya menatap malas pada suaminya itu. “Kenapa? Pasti sudah biasa kan, melakukan itu? Kenapa dengan suamimu sendiri tidak mau?” “Bukan nggak mau, Damian. Ini di pesaw—““I don’t care! Bahkan, kalau kamu mau, di tempat umum aku tidak peduli! Agar semua orang tahu kalau kamu adalah milikku!” Indi tersenyum miring mendengarnya. “Gilak! Elo gila, Damian.”“Karena kamu lebih gila dariku. Jangan banyak alas
Sampai akhirnya mereka tiba di sebuah pulau terpencil yang ada di Chicago, Amerika Serikat. Yang mana hanya ada satu villa di sana sesuai dengan yang disebutkan oleh Damian kepada Indi. Hanya ada mereka berdua di sana dan bisa bebas melakukan apa saja yang mereka inginkan. Indi geleng-geleng kepala menyaksikan pemandangan indah yang ada di depan matanya itu. “Damn! So beautiful,” ucapnya memuji kecantikan pemandangan di sana. Damian tersenyum mendengar ucapan dari istrinya itu. “Aku senang, setidaknya kamu tidak kecewa karena mengagumi keindahan di sini. Semoga betah, Indi.”Perempuan itu lantas membalikkan tubuhnya kemudian melipat tangan di dadanya, menatap datar wajah Damian yang tengah berdiri tepat di depannya. “Ya. Harus kasih poin plus setidaknya gue nggak kabur dari sini kalau pemandangannya membosankan,” ucap Indi kepada sang suami. Damian mengulas senyum tipis. “Enjoy, Indi. Jangan minta yang aneh-aneh karena di sini tidak ada mall atau apa pun itu.”“Lalu, kalau lapar g
“Ada apa, Indi?” tanya Damian dengan suara lembutnya. Mata penuh gairah itu menatap Indi yang tengah mengatur napasnya. Indi menggelengkan kepalanya. “Nothing,” ucapnya parau. Seolah tengah menutupi gairah yang telah hadir dalam dirinya. Damian kemudian menyunggingkan senyum. “Enjoy!” ucapnya lalu menarik tubuh Indi dan meraup dua gundukan kenyal yang sedari tadi ingin dipuaskan. Spontan, perempuan itu membusungkan dadanya. Kepalanya terangkat ke atas dengan tangan meremas rambut hitam nan lebat milik sang suami. Tidak kuasa menahan gejolak gairah yang sudah hadir di dalam dirinya atas permainan luar biasa yang dilakukan oleh Damian kepadanya. “Arggh … Damian!” pekik Indi tak kuasa menahan segala permainan yang dilakukan oleh Damian kepadanya. “You so … arrgghh!” pekiknya lagi.Bukan Indi namanya kalau tidak berisik dan melontarkan kata-kata luar biasa yang dikeluarkan olehnya kala bercinta. Selalu begitu dan Damian sudah sangat hafal dengan istrinya itu. Dan tentunya Damian sanga
Dengan langkah santainya Indi keluar dari kamar mandi sembari mengeringkan rambutnya dengan handuk. “Indi?” panggil Damian dengan suara menekan. Matanya menatap tajam wajah istrinya itu lalu menghela napasnya dengan panjang.“Heung?” ucapnya datar tanpa menatap lelaki itu. "Kenapa muka elo kusut kayak gitu?" tanyanya merasakan keanehan pada raut wajah Damian kala menatapnya.“Apa maksud kamu meminum pil kontrasepsi?” tanya Damian meminta penjelasan Indi. "Kenapa kamu menunda kehamilan, Indi? Apa yang membuat kamu menjaganya, huh?"Perempuan itu lantas menghentikan acara mengeringkan rambutnya itu. Lalu menatap Damian yang tengah memegang pil tersebut. Ia pun menghampiri sang suami dan mengambil pil tersebut. Akan tetapi, begitu kuatnya Damian memegang pil tersebut, lantas tidak bisa diambil begitu saja. “Mau elo apakan pil KB gue, Damian? Nggak usah nanya kenapa gue pakai pil KB. Elo udah tahu jawabannya dan nggak perlu gue jelasin!” ucapnya menantang. Damian menghela napasnya. Men
Belum mendengar jawaban dari Damian, perempuan itu kemudian menggeser tombol hijau untuk mencari jawaban siapa perempuan yang menghubungi suaminya itu. “Indi … a—aku bisa jelasin.” Indi menahan tangan Damian yang hendak mencegah Indi menerima panggilan tersebut. “Damian … kamu di mana? Kenapa nomor kamu baru aktif dan … dan kenapa kamu menghilang gitu aja?” tanyanya dengan lemas bahkan bisa dibilang hendak menangis. Indi kemudian menyalakan loudspeaker agar Damian mendengar semua ucapan yang diucapkan oleh Cindy di dalam panggilan tersebut. “Damian ….” Cindy menghela napasnya dengan pelan. “Aku tahu, aku salah. Tapi, nggak seharusnya kamu pergi gitu aja dan nggak mau maafin aku. Aku janji, nggak akan mengulangi hal itu lagi. Aku janji, Damian,” ucapnya lirih—memohon agar Damian mau memaafkan entah salah apa perempuan itu hingga memohon agar dimaafkan oleh Damian. “Kamu ke mana? Sudah tiga hari ini kamu tidak masuk kantor. Aku tanya ke sekretaris kamu, katanya kamu lagi cuti meni
“Perjanjian apa yang kamu inginkan?” tanya Damian ingin tahu. Sembari melipat tangan di dadanya, Indi menatap Damian dengan tatapan dalam. “Gue mau … elo bebasin gue mau ke mana pun gue pergi, jangan pernah dihalangi. Elo percaya kan, sama gue? Maka dari itu, jangan halangi kemauan gue apa pun yang gue ingin lakukan!” Indi memberi tahu apa yang ingin dia lakukan. Perjanjian yang dibuat dengan Damian setelah ada perempuan yang masih belum tahu siapa perempuan itu. “Indi. Itu bukan perjanjian, tapi meminta aku untuk membebaskan kamu. No! Aku nggak akan membiarkan kamu menuruti kemauan kamu yang ingin bebas apalagi hura-hura sama teman-teman kamu itu. Aku tidak akan mengizinkannya, titik!” Damian menolak permintaan Indi. Mana mungkin dia mau menuruti keinginan perempuan itu sementara niatnya menikahi Indi karena Wijaya yang meminta agar menjaga Indi. Jangan sampai perempuan itu kembali seperti saat masih belum menikah dulu. “Kenapa nggak mau? Belum tentu itu cewek nggak bakalan hubu