Dita kembali menerima pesan singkat dari Radit saat ia membereskan barang-barangnya sebelum pulang kerja. Lagi-lagi Radit lembur hari ini dan tak bisa pulang bersamanya. Dita menghela napas. Dilihatnya cincin di jari manis yang melingkar. Sebuah permata menghias indah lingkaran emas tersebut.
‘Haruskah gue lepas cincin ini biar gak ada yang tahu kalau gue udah nikah?’ batinnya. ‘Tapi … gimana dengan Radit? Pasti dia marah kalau gue lepas nih cincin. Gue capek berdebat sama dia. Dia ngediemin gue dua hari ini aja gue rasanya sepi banget ….’ Dita terus bermonolog.
‘Apa bener Radit suka sama gue? Gimana caranya gue cari tahu kalau dia emang beneran suka ke gue?’ tanyanya dalam hati.
“Duuh …! Napa pikiran gue malah jadi ke situ, sih?” gerutunya. Ia pun berg
Dita bangun lebih awal dari biasanya. Selesai mandi di kamarnya, ia ke dapur untuk menyiapkan telur dadar, roti, dan susu untuk sarapannya bersama Radit sebelum ke kantor. Untuk saat ini, Dita memang belum bisa memasak seperti wanita bersuami kebanyakan. Sebab, selama gadis ia termasuk manja dan tak pernah ikut mamanya ke dapur.Saat menuangkan telur yang sudah dikocok ke teflon, ia terperanjat mendapati seseorang begitu dekat di belakangnya.“Bikin apa, Ta?” Bisikan Radit di telinganya menciptakan angin yang menjalar ke seluruh tubuh.Belum selesai keterkejutannya, ia kembali terlonjak saat membalikkan badan. Radit yang hanya mengenakan celana pendek bertelanjang dada, dengan santainya mengusap-usapkan rambutnya yang masih basah di dekat Dita.Spontan Dita menutup mata dengan tangannya.
“Kenapa gak kita tunaikan aja keinginan mereka, Ta?” Radit terus mendekat. Tatapan matanya tak seperti biasa. Rasa panas dan hasrat lelakinya terus membuncah akibat minuman yang sudah ditetesi sesuatu oleh mamanya Dita. Ia kini bagaikan macan yang siap menerkam Dita, mangsa empuk di depan mata.“Dit, sadar! Lo harus lawan!” Dita semakin panik. Ucapannya sama sekali tak digubris oleh Radit. Ia terus mundur, sedangkan Radit semakin maju mendekatinya.“Ayolah, Ta. Kita, ‘kan, udah nikah.” Radit semakin menggila. Ia menangkap Dita dalam sekali tarikan tangannya.“Radiiit …! Lepasin gue!”Radit terus memeluknya erat dan berusaha menciumnya.Tak habis akal, Dita menggigit tangan Radit hingga lelaki itu kesakitan. Kesempatan tak disia-siakan,
“Kak Danu?” Dita tampak salah tingkah. Radit menatap tajam pada sosok laki-laki di hadapannya.Danu pun mendekat pada dua orang yang sedang berselisih itu. “Tadi … saya keluar cari angin. Tak sengaja melihat kalian di sini,” alasan Danu. Ia tak ingin suasana di sana menegang karena kehadirannya. “Ayo, masuk!” ajak Danu, melihat Radit dan Dita bergantian.Dita bergeming.“Gue mau pulang!” tegas Radit pada Dita. “Lo ikut gue, atau ke dalam sama dia?” Ada kilat kemarahan dari sorot matanya.Dita masih bergeming. Ia merasa berada di persimpangan dan bingung harus memilih jalan yang mana.Radit menatap lekat-lekat pada Dita yang menoleh padanya dan Danu bergantian. Tak mendapat jawaban, Radit melangkah tanpa kata meninggalkan tempat i
Minggu pukul 06.00, keluarga Dita dan Radit sudah datang untuk mengantar pengantin baru itu ke bandara. Penerbangan mereka terjadwal pukul 09.15 dan akan mendarat di Lombok pukul 11.15. Dita dan Radit sudah membawa dua koper berukuran sedang.“Kenapa pakai dua koper? Gak pakai satu aja yang besar?” tanya Bu Meri.Radit dan Dita saling berpandangan. Mereka tidak memikirkan jika orang tuanya akan berkomentar terkait koper itu. Mereka sendiri tak mungkin mengemasi pakaiannya dalam satu koper yang sama.“Koper besar dipinjam teman, Ma. Belum dibalikin,” jawab Radit berbohong.Mamanya Dita pun mengangguk.“Ya, sudah. Ayo ke bandara. Nanti sekalian kita sarapan di sana,” sahut papanya Dita.“Tunggu, tunggu!” Mamanya
⚠️WARNING⚠️Otak dilarang traveling baca bab ini. 😆❤❤❤‘Sialan Radit! Kapan sih dia gak godain gue?’ batin Dita. Dadanya naik turun menahan kesal. Ia lantas mandi agar tubuh dan pikirannya segar kembali. Namun, setelah selesai mandi, ia baru sadar kalau handuk dan pakaiannya masih terlipat rapi di dalam koper.‘Gara-gara Radit, gue jadi lupa ambil handuk sama baju! Gimana, nih? Gak mungkin gue keluar gak pakai baju. Bisa-bisa Radit langsung nerkam gue! Kalau nyuruh Radit ngambilin, entar dia lihat daleman gue di koper, terus kumat usilnya.’Dita mondar-mandir di dalam kamar mandi. Ia pun me
Kedua insan yang sedang berbulan madu itu menikmati tiap sentuhan pasangan di bibirnya. Tangan Radit mulai mengusap kepala Dita, tanpa melepaskan ciumannya. Lalu turun ke lengan, hingga ke punggung. Jemarinya mulai menarik bagian bawah kaus Dita ke atas. Semakin ke atas ….Kini, kulit di jari-jemari Radit langsung bersentuhan dengan punggung Dita tanpa sekat. Terus menjalar ke samping dan … tiba-tiba Dita menghentikan tangannya. Radit menjauhkan wajah dan menatapnya heran. Beberapa detik kemudian, ia kembali mendekatkan wajahnya. Namun, Dita justru menolak.“Kenapa, Ta? Lo belum siap?” tanya Radit lembut.Dita menggeleng pelan.“Terus?”“Gue ….” Dita tampak ragu-ragu mengatakannya.Radit menggenggam tangann
Dita tampak tertidur lelap saat Radit memasuki kamar hotel, tepat pukul 02.00. Lampu kamar masih menyala terang. Ponsel masih tergenggam di tangan Dita. Radit tahu, Dita pasti terus mencoba menghubungi nomornya yang sengaja ia non-aktifkan.Radit memandangi wajah Dita lekat-lekat. Ia lalu menggeser kaki Dita agar posisi tidurnya lurus, kemudian menyelimutinya. Radit menghela napas sambil menatap wajah polos Dita saat tertiduralu mematikan lampu kamar dan menyalakan lampu tidur, lalu merebahkan diri di sofa.Saat pagi, Dita yang terbangun lebih dulu, terkejut ketika melihat kamarnya sudah tak seterang sebelum ia tidur.“Radit?” Ia langsung bangkit dan mematung saat melihat lelaki itu masih terlelap di sofa, dengan posisi sedikit meringkuk dan melipat kedua tangan di dada.Perlahan Dita mendekati dan menyelimuti Radit
Hari kedua kerja setelah bulan madu, lagi-lagi Radit meninggalkan Dita hingga wanita itu harus naik taksi lagi ke kantor. Saat siang pun, Radit kembali makan berdua dengan Tiara. Namun, kali ini Dita tak lagi mengganggu mereka. Ia lebih memilih menahan lapar di ruang kerjanya dari pada harus melihat kebersamaan Radit dengan staf baru itu.Sepulang kerja, Dita yang sedang menunggu taksi online, bersisian dengan Radit yang berjalan menuju parkiran bersama Tiara. Pandangannya sempat bertemu dengan pandangan Radit, yang menatapnya tajam. Seketika, hatinya bagai dihujani batu-batu besar. Matanya terasa panas dan mulai berkaca-kaca. Dita menunduk. Setetes demi setetes air matanya mulai mengalir. Segera ia usap dengan tangan.Dari kaca spion, Radit dapat melihat Dita menangis. Kesedihan pun menyergapnya. Ia pegang kemudi dengan erat dan merapatkan gigi-giginya untuk menahan segala perasaannya.