Share

3. Tuduhan

Author: Rizu Key
last update Last Updated: 2024-08-29 09:58:10

"Kamu mungkin tidak ingat, karena dalam kondisi mabuk di sini, Kasih!”

Seseorang berteriak lagi, menentang keyakinan Kasih yang kukuh bila ia difitnah.

“Baru juga lulus SMA, sudah mabuk-mabukan! Bukankah katanya dia siswa berprestasi dan dapat beasiswa? Apa sekolahnya tidak tahu, kalau tenyata siswa kebanggaannya justru mencoreng nama baik sekolah?”

Kasih langsung menoleh ke arah orang yang berbicara kalimat barusan. Dengan mata berkaca-kaca, ia masih mencoba membela diri. "Tapi, Bu ... Saya tidak mabuk. Saya bahkan tidak pernah menyentuh alkohol sedikit pun."

Tanpa diduga, Bulik kemudian mendengus. “Alah, nggak usah membela diri, Kasih! Lagaknya kayak nggak pernah minum-minum!” Wanita setengah baya itu langsung menatap para tetangga. “Padahal setiap malam dia mabuk-mabukan. Saya sendiri yang sering memergokinya.”

"Bulik ...." Kasih menoleh dengan tatapan kaget. Mengapa buliknya malah menambahkan berita bohong tersebut? Kepalanya menggeleng cepat. "Kenapa Bulik bohong!”

"Kamu yang bohong!” seru Bulik mengibaskan tangan ke udara dengan ekspresi jengah. “Sudahlah, Bulik sudah capek nasihatin kamu. Sekarang, terserah warga dan Pak RT saja, mau diapakan keponakan kurang ajar saya!”

Omongan Kasih yang dianggap hanya anak-anak, juga barang bukti foto, dan kini ditambah kesaksian Nilam—bulik Kasih, semakin membuat warga yakin untuk mengusir gadis itu.

“Sudah, Pak RT! Usir saja dia!”

“Benar! Kami tidak mau kampung yang damai ini dapat musibah karena kelakuannya.”

“Tenang, tenang dulu semua….” Pak RT kembali mencoba menengahi. Ia kemudian menatap Kasih dengan penuh wibawa. “Kasih, apa kamu ada bukti kalau semua itu fitnah?”

Gadis itu berpikir, lalu teringat jika ada seseorang yang bisa menjadi saksi sebab semalam mereka bersama.

“Arina, Pak RT.” Dengan suara bergetar dan pelan, Kasih menyebut nama anak Nilam. “Semalam, dia yang pergi bersama saya,” ujarnya lagi begitu yakin jika sepupunya itu bisa membebaskannya dari tuduhan keji.

Tak beberapa lama, Arina yang masih menggunakan seragam sekolah, sebab hari ini adalah hari kelulusan mereka, muncul. Para warga menunggu kesaksian Arina dengan tak sabaran, begitu pun Kasih.

Namun, harapan Kasih hancur lebur ketika kesaksian Arina justru semakin membuatnya terperosok ke dalam jurang.

“Foto itu benar.” Arina menatap Kasih dengan berani. “Aku sudah mencoba menghentikan Kasih agar tidak minum, tapi, dia justru bertindak semakin parah dengan mengundang 3 pria yang tidak kami kenal.”

Saat itu, rasanya hidup Kasih seperti kiamat. Tidak pernah ia bayangkan, jika kenyataan yang diingatnya semalam, justru diputar oleh Arina—entah untuk tujuan apa.

“Arina, apa yang kamu katakan….”

“Aku mengatakan yang sebenarnya, Kasih. Kamu bahkan hampir saja membuatku celaka dengan mengundang pria-pria menjijikkan itu!” lanjut Arina, kini sembari sesenggukan.

Kasih menggeleng tak percaya. Namun, sekeras apa pun ia menyangkal, ia hanyalah seorang diri. Tidak adanya satu bukti pun yang bisa Kasih tunjukkan membuat Pak RT akhirnya menyetujui keinginan warga untuk mengusir Kasih dari kampung ini.

“Maaf, Kasih. Kalau begitu, silakan kamu keluar dari kampung kami.”

**

Matahari mulai merangkak naik, ketika Xavier sudah kembali ke hotel tempat ia meninggalkan Kasih.

“Gadis itu kabur, Tuan!” lapor sang asisten usai mencari keberadaan Kasih yang tidak ia temui di sudut mana pun kamar hotel ini.

Pria itu kemudian menatap potongan-potongan kertas yang berserakkan di lantai. "Sial, beraninya dia tidak menuruti perintahku!"

“Apa Tuan ingat ciri-cirinya?” tanya sang asisten lagi.

“Namanya Kasih. Dia tinggal di sebuah kampung yang tak jauh dari sini. Dan dia ...." Pandangan pria itu seketika semakin menggelap. "Masih remaja."

Johan—asisten Xavier terkejut mendengar penuturan tersebut. Pasalnya, peristiwa penjebakan atau hadiah wanita malam untuk menghibur para pemimpin adalah hal yang sudah biasa di dunia bisnis. Hanya saja, baru kali ini ia menemukan jika wanita yang diberikan sebagai hadiah itu adalah seorang remaja.

Xavier yang semula sudah lunak dan bahkan berniat bertanggung jawab karena telah mengambil kesucian gadis itu, perlahan berubah pikiran.

Dengan kaburnya Kasih, ia menganggap praduganya benar, jika Kasih adalah wanita bayaran yang disuruh pesaing bisnisnya.

“Aku akan menemukannya, Johan.” Dengan mata berkilat, Xavier bertekad. “Aku akan pastikan dia mengatakan siapa yang telah mengirim dirinya padaku!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menikahi Billionaire Bodoh   145. Kebahagiaan yang Sempurna [TAMAT]

    Waktu berlalu begitu cepat, Aidan kini telah berusia lima tahun. Dan kehangatan keluarga kecil Xavier dan Kasih semakin terasa. Setelah Aidan genap berusia satu tahun, Kasih memutuskan untuk melanjutkan kuliah yang sempat tertunda. Usahanya yang gigih selama empat tahun terakhir kini membuahkan hasil. Hari ini adalah hari wisudanya, momen yang sangat ditunggu-tunggu oleh keluarga kecil itu. Xavier dan Aidan datang ke acara wisuda Kasih dengan setelan rapi. Xavier mengenakan jas hitam elegan yang mempertegas wibawanya, sementara Aidan mengenakan kemeja putih kecil dengan rompi abu-abu yang membuatnya tampak seperti miniatur ayahnya. Rambutnya yang hitam ditata rapi oleh Xavier pagi tadi, meski bocah itu sempat memberontak karena tak mau diam. Namun, ada satu hal yang membuat Xavier sedikit geleng-geleng kepala—Aidan menolak digendong olehnya. "Ayah, aku bukan bayi lagi!" protes Aidan dengan nada malu-malu, sambil memalingkan wajahnya yang tampan dan menggemaskan. Xavier tersen

  • Menikahi Billionaire Bodoh   144. Kebahagiaan

    Malam berlalu dengan tenang, dan keesokan harinya, keluarga kecil itu menikmati waktu bersama di rumah. Xavier sengaja mengambil cuti untuk menghabiskan waktu bersama dengan Kasih dan Aidan. Dan tentu saja Johan yang akan menghandel semuanya.Saat pagi menjelang, Xavier membantu Kasih memandikan Aidan yang tertawa gembira saat air hangat menyentuh kulitnya. Atas permintaan Kasih lah mereka merawat Aidan sendiri, tanpa adanya baby sitter. Karena menurut Kasih, dia ingin merawat Aidan dengan benar dan penuh kasih sayang agar ikatan batin di antara orang tua dan anak semakin kuat."Aidan selalu ceria, ya," kata Xavier sambil mengeringkan badan putranya dengan handuk lembut. Kali ini pria itu yang memutuskan untuk memandikan Aidan.Kasih tersenyum, memperhatikan suaminya yang begitu telaten dan penuh kelembutan. "Ya. Aidan memang selalu ceria," jawabnya lembut.Xavier menoleh, menatap istrinya dengan senyum kecil. "Kalau begitu, dia pasti punya sifat seperti itu dari Bundanya yang cantik

  • Menikahi Billionaire Bodoh   143. Tujuan Baru Xavier

    Hari-hari berlalu dengan cepat, dan Aidan tumbuh menjadi bayi yang sehat dan ceria. Kasih sering menghabiskan waktu di rumah untuk merawat anaknya dan Xavier. Sementara Xavier, meski sibuk dengan urusan perusahaan, selalu menyempatkan waktu untuk pulang lebih awal. Hal ini tak lain karena ia ingin melakukan perannya sebagai seorang ayah dan juga suami dengan baik.Suatu sore, Xavier pulang lebih awal dari biasanya. Pria itu menemukan Kasih dan Aidan di ruang tengah. Kasih sedang duduk di lantai dengan Aidan yang tertawa riang saat ia memainkan mainan berbentuk bola. Xavier berdiri di ambang pintu, tersenyum lebar melihat pemandangan itu."Serunya! Sepertinya kalian bersenang-senang tanpa ayah, ya?" katanya sambil berjalan mendekat. Senyumannya lebar telihat bahagia karena keluarganya aman dan baik-baik saja."Ayah sudah pulang!" Kasih menyambut kepulangan suaminya dengan senyum lebar. Aidan, meski belum sepenuhnya mengerti, segera mengulurkan tangan kecilnya ke arah sang ayah.Xavier

  • Menikahi Billionaire Bodoh   142. Haris Terbukti Bersalah

    Malam itu, Xavier kembali ke rumahnya dan duduk di ruang kerja ayahnya yang kini menjadi miliknya. Di atas meja, ada sebuah foto lama keluarganya— ayahnya; William, serta ibunya; Melinda, dan Haris berdiri berdampingan dengan senyum lebar.Xavier menatap foto itu dengan campuran emosi. Di satu sisi, ia merasa lega karena telah mengungkap kebenaran. Di sisi lain, ia merasa kehilangan yang sangat besar. Tak dia sangka pamannya lah yang menjadi orang paling mencurigakan yang telah mencelakai kedua orang tuanya.Saat dirinya sedang bersedih, Kasih datang mendekat dan meletakkan tangannya di bahu Xavier. "Apa yang sedang kamu pikirkan?"Xavier menghela napas. "Ayahku selalu percaya bahwa keluarga adalah segalanya. Tapi sekarang aku tahu, bahkan keluarga pun bisa menjadi ancaman yang nyata."Kasih menggenggam tangan suaminya, memberikan kekuatan. "Apa yang kamu lakukan sudah benar, Xavi. Kamu melindungi harga diri keluargamu. Ayahmu pasti bangga padamu."Xavier tersenyum tipis. "Aku harap b

  • Menikahi Billionaire Bodoh   141. Orang di Balik Zero [Bagian 3]

    Xavier duduk di ruang kerjanya, dikelilingi oleh dokumen-dokumen, rekaman suara, dan foto-foto yang membuktikan keterlibatan pamannya, Haris, dalam berbagai insiden tragis yang menimpa keluarganya. Wajahnya tegang, matanya menatap tajam pada berkas yang baru saja diserahkan Johan, kepala tim investigasinya.Setelah sekian lama, akhirnya meski dengan paksaan dan mencari sampai ke titik yang sulit dijangkau, Xavier menemukan pelaku utama yang selama ini dia cari setelah mendapatkan petunjuk dari catatan lama milik ayahnya."Tuan Xavier, semua bukti ini sudah cukup untuk mengamankan Pak Haris. Dari kecelakaan kedua orang tua Anda hingga penculikan Tuan Muda Junior, semuanya mengarah padanya. Jeremy, yang sudah kita jebloskan ke penjara, akhirnya mengakui bahwa dia hanya menjalankan perintah dari ayahnya, alias ‘Zero,’" lapor Johan dengan tegas.Xavier mengangguk pelan, mencoba mengendalikan emosinya. "Kali ini aku tidak akan membiarkan dia lolos. Om Haris telah menghancurkan keluargaku.

  • Menikahi Billionaire Bodoh   140. Orang di Balik Zero [Bagian 2]

    "Xavi, sebaiknya kamu istirahat dulu," ucap Kasih dengan lembut."Maaf, Sayang. Tapi aku harus segera menyelesaikan masalah ini. Aku ingin kita bertiga aman," balas Xavier sembari memeluk sang istri. Lalu pria itu mencium lembut bibir Kasih."Kalau begitu tetaplah hati-hati, Xavi. Kamu juga jangan sampai kelelahan ...." ucap Kasih lagi. Wanita itu memang benar-benar perhatian pada suaminya.Xavier mengangguk. "Pastinya. Kamu juga istirahatlah. Maaf karena aku tidak bisa ikut menjaga Aidan malam ini," ucapnya."Aku mengerti, Xavi. Yang penting kamu jaga kesehatanmu dan semoga masalah ini segera berakhir," ucap Kasih penuh harap.Malam itu, Xavier memutuskan untuk melanjutkan penyelidikan tanpa menunggu waktu lebih lama. Ia tahu bahwa kebenaran sudah ada di depan mata, tetapi harus digali lebih dalam untuk memastikan semua bukti tidak terbantahkan. Ia memanggil Johan dan Bagas ke ruang kerjanya di tengah malam."Johan, Bagas, kita harus memanfaatkan momen ini. Om Haris pasti tahu bahwa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status