Home / Romansa / Menikahi Calon Mertua / 3. Menikahi Calon Mertuanya

Share

3. Menikahi Calon Mertuanya

Author: Vhiaraya
last update Last Updated: 2023-06-16 21:40:21

Dengan jantung yang berdegup kencang, Dilara menghentikan langkahnya. "Bukan. Saya salah satu tamu undangan hadir," sahut Dilara berbohong.

Setelah menjawab, ia bergegas melanjutkan langkahnya dengan terburu-buru. Masuk ke dalam lift dan menghilang dalam sekejap mata.

Sementara itu, Guzel kembali setelah dari toilet. Ia membuka pintu perlahan dan tidak mendapati putrinya di kursi. Melangkah masuk ke dalam dan mengedar pandangan. Namun sayangnya, Dilara tetap tidak ada di sana.

"Apa Lara sudah dibawa ke pelaminan? Tapi, kenapa tidak menungguku?" batin Guzel bertanya-tanya.

Berhubung pikiran Guzel putrinya sudah dibawa ke pelaminan. Jadi, ia bergegas melangkah keluar.

"A-aww!" pekik Guzel terkejut.

Wanita itu hampir terjatuh karena menginjak sesuatu. Ia lekas membungkukkan tubuhnya dan meraih benda berwarna putih.

"Apa ini? Bukankah ini mirip seperti ... hak tinggi. Yah, hak tinggi." Ia lekas meraih hak tinggi di kakinya untuk memastikan, "Bagaimana bisa ini ada di sini?" tanyanya sambil menatap benda itu lekat.

Ketika sedang bergelut dengan pikirannya, pintu terbuka lebar diiringi dengan sebuah tanya dari seorang pria dengan suara beratnya.

"Lara mana? Kenapa dipanggil-panggil tidak ke depan juga?"

"Hah? Apa?" Guzel terkejut dan menjatuhkan sepatu hak tinggi yang ada di tangannya.

Ia menoleh dan manik matanya menangkap sosok pria tampan dengan balutan tuxedo hitam. Auranya sangat dingin dan hanya dengan menatapnya sebentar saja membuat seluruh tubuhnya merinding.

"La-lara ... Lara belum ke depan?" imbuhnya bertanya.

"Kalau sudah, kenapa aku datang ke sini?" sanggah pria itu yang diketahui adalah Serkan, calon mempelai pria.

"Kalau Lara belum ke depan, lalu dia di mana? Atau jangan-jangan ..."

Pikiran Guzel melayang jauh di mana putrinya mengancam akan kabur. Kemudian, ia menundukkan kepalanya dan menatap benda yang sepertinya mirip sekali dengan gagang hak tinggi.

"Apa kau benar-benar kabur, Lara?" batin Guzel bertanya-tanya dengan raut terkejut.

Jujur, ia sama sekali tidak berpikir bahwa ancaman yang putrinya lontarkan bukan sekedar ancaman belaka. Kalau tahu kejadiannya akan seperti ini, ia akan menahan dan tidak akan pergi ke toilet meski perutnya sakit.

"Jangan-jangan apa?" tanya Serkan penasaran.

"Sepertinya Lara kabur," lirih Guzel menatap calon menantunya dengan tatapan kosong.

"Apa? Kabur? Bagaimana bisa?" tanya Serkan terbelalak.

Pria tampan dan mapan itu tidak percaya kalau Dilara kabur di acara pernikahannya. Seharusnya ia yang kabur dan bukan Dilara. Memangnya gadis itu siapa? Sekaya dan secantik apa sampai-sampai berani meninggalkannya?

"Sejak kemarin, Lara mengancam akan pergi kalau dipaksa menikah. Dan ternyata--"

"Cepat ganti bajumu dan kita akan ke altar," potong Serkan dingin sambil menunjuk ke arah gaun yang terpajang di dalam ruangan.

"A-apa?" Guzel mengangkat kepalanya dan menatap Serkan dengan manik mata membola.

Sepertinya ia sudah salah dengar. Bagaimana bisa Serkan memintanya ganti baju dan pergi ke pelaminan bersamanya?

"Ganti bajumu dengan gaun itu dan gantikan putrimu menikah denganku," sanggah Serkan tegas.

Jangan sampai acara pernikahan gagal dan membuat malu seluruh keluarga. Apalagi tamu undangan yang datang merupakan tamu penting. Bahkan beberapa media pun ikut datang untuk meliput, meski secara sembunyi-sembunyi.

"Aku? Tidak, aku tidak bisa." Guzel menggelengkan kepalanya kuat-kuat menolak perintah calon menantunya, "A-ku akan menghubungi Lara dulu. Mungkin dia hanya berkeliling area ini saja."

Wanita itu berjalan ke arah kursi dengan langkah pincang. Kaki kanan masih memakai sepatu hak tinggi dan kaki kirinya tidak. Ia lekas meraih tas dan merogoh ponsel di dalamnya.

"Tidak ada waktu. Lebih baik kau ganti baju sekarang," ujar Serkan dingin. Ia menatap kesal Guzel yang tidak bisa membaca situasi.

Guzel menatap Serkan dan membujuk, "Sebentar. Beri aku waktu tiga menit. Ah tidak, satu menit saja."

Sementara Guzel sibuk menghubungi putrinya, Serkan melangkah masuk. Langkahnya terlihat besar dan pasti. Wajahnya memerah karena menahan amarah.

"Angkat, Lara, angkat. Mama mohon jangan buat masalah sebesar ini," lirih Guzel.

Tepat di samping Guzel, Serkan menghentikan langkahnya. Ia menyentuh lengan wanita itu dan menariknya dengan keras.

"Aww!" pekik Guzel kesakitan.

"Aku bilang ganti bajumu." Serkan membentak dengan manik mata yang membola, "Atau kau mau aku yang menggantikan gaun itu untukmu?" imbuhnya berbisik dengan gigi yang saling diadu.

Manik mata Guzel terbuka lebar karena terlalu terkejut. Bagaimana bisa Serkan membantunya mengganti baju? Memang pria itu pikir Guzel anak kecil? Terlebih, mereka sepasang pria dan wanita dewasa.

"Baiklah, kalau memang itu maumu."

Serkan semakin mengeratkan pegangan tangannya, bahkan sampai mencengkeram lengan Guzel. Lalu, ia menariknya ke arah gaun di sudut ruangan.

"Ti-tidak. Bi-biar ak-aku mengganti baju sendiri," kata Guzel sambil menatap Serkan panik.

Mendengar ucapan Guzel, sontak Serkan menghentikan langkahnya. Ia menatap calon mertua sekaligus calon istrinya kesal.

"Kenapa tidak sejak tadi? Buang-buang waktu saja." Serkan menghempaskan tangan Guzel hingga terhuyung.

Belum sempat meminta untuk menunggu di luar, Serkan sudah berbalik dan melangkah keluar lebih dulu.

"Apa memang ini yang kau inginkan, Lara? Baiklah, jika memang ini maumu. Mama akan menggantikanmu menikah dengan Serkan," lirih Guzel sambil menatap gaun pengantin.

Wanita itu melangkah maju. Meraih gaun pengantin dan bergegas mengganti baju. Setelah selesai, ia menarik nafas dalam-dalam dan melangkah keluar.

"Apa kau sudah siap?" tanya Serkan dengan suara beratnya.

"Tidak," sahut Guzel.

"Siap tidak siap, kau tetap harus siap." Tatapan mata Serkan bak mata belati. "Kau harus mempertanggungjawabkan perbuatan putrimu. Beraninya dia kabur. Memangnya dia pikir dia siapa?"

Sejak tadi, Serkan berusaha menahan emosinya. Namun, mendengar kata tidak keluar dari mulut Guzel membuatnya ingin meledak.

"Tapi, kenapa tidak orang lain saja? Kenapa harus aku?" tanya Guzel dengan nada mengeluh.

"Kau itu bodoh atau apa? Sudah tidak ada waktu lagi untuk mencari pengganti," sahut Serkan kesal.

Kalau bisa, ia ingin menolak perjodohan itu. Kalau bisa, ia ingin mencari pengganti yang lain. Namun faktanya, ia diburu waktu dan dengan amat sangat terpaksa, ia harus menikahi calon mertuanya.

"Lalu, bagaimana dengan kita? Aku tidak mencintaimu dan kau juga tidak mencintaiku," tanya Guzel frustasi. Akhirnya, ia merasakan apa yang putrinya rasakan.

"Kau pikir, aku mencintai putrimu?" Serkan melotot sambil menggertakkan giginya.

Yah. Serkan tidak mencintai Dilara, bahkan sama sekali tidak kenal. Melihatnya meski hanya sekilas saja belum pernah. Jadi, apa bedanya dengan Guzel?

"Tapi aku tidak bisa," sungut Guzel frustasi.

"Aku tidak peduli. Pokoknya sekarang kita harus pergi ke pelaminan," kata Serkan bersikeras.

Tidak peduli seberapa keras Guzel menolak, Serkan tidak peduli. Ia meraih tangan Guzel dan lekas berjalan. Tepat di depan karpet merah, Serkan memindahkan tangan Guzel ke lengannya.

"Lakukan dengan baik dan jangan membuatku marah atau kau akan menyesal," peringat Serkan merasakan pergerakan Guzel seolah ingin melarikan diri.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menikahi Calon Mertua    94. S2 - Tumbuh Janin di Rahim Dilara

    Dilara seolah menerima perlakuan Gregory, padahal ia berusaha menahan. Awalnya ia ingin mendorong tubuh pria itu menjauh, tetapi takut tekanan yang dibuat akan membuat ayah kedua anaknya kesakitan.Meskipun demikian, lama-kelamaan ia mulai terlena. Tanpa sadar meresapi dan membuka mulutnya secara perlahan memberi akses Gregory untuk menjelajahi setiap rongga mulutnya.Ketika napas keduanya memburu, keringat gairah menyelimuti, Gregory menjauhkan kepalanya. Bola mata berkabutnya menatap netra cantik Dilara yang sama berkabutnya dengannya."Bisakah kita melakukannya?" tanya Gregory dengan suara serak."Hah? Apa?" Dilara tersentak kaget mendengar pertanyaan Gregory. Ia sampai melangkah mundur dengan tidak seimbang."Tidak, tidak ada." Gregory menggeleng sambil tersenyum.Bisa lebih banyak interaksi dan sampai berciuman saja sudah membuat Gregory sangat bahagia. Jadi meski ingin, ia tidak boleh terlalu terburu-buru. Sedikit menahannya tidaklah sulit, sementara selama ini ia bisa menunggu

  • Menikahi Calon Mertua    93. S2 - Aku Mencintaimu

    "Pagi, Sayang," sapa Gregory dengan suara renyah.Semalam setelah mengetahui Satya mengatakan tentang kondisinya pada Dilara, Gregory tidak bisa tenang. Sekedar untuk menutup mata dan tidur saja kesulitan. Pikirannya kacau takut membuat anak-anaknya khawatir. Jadi tepat pukul tiga pagi, ia meminta Satya agar mengantarnya pulang. Kini, di sanalah pria dua anak itu berada. Berdiri di depan pintu ruang meja makan menatap tiga orang tercintanya.Sontak, semua orang yang ada di meja makan menoleh ke asal suara. Manik mata si kembar terlihat berbinar-binar. Mereka beranjak berdiri dan mendorong kursi ke belakang."Daddy!" teriak si kembar bersamaan sambil berlari mendekat.Melihat betapa antusias kedua putranya, muncul guratan khawatir di wajah Dilara. Ia ingat betul luka yang Gregory alami ada di dada kiri. Kemudian, lekas beranjak mengejar Shine dan Shane berusaha melindungi Gregory dengan cara berdiri membentangkan kedua tangan tepat di depan tubuh pria itu."Mommy, Shine mau peluk Daddy

  • Menikahi Calon Mertua    92. S2 - Koma

    Satu minggu kemudian.Waktu menunjukkan pukul delapan malam dan saat ini si kembar sedang berbaring mengapit ibunya di kamar tamu, tempat Dilara menghabiskan malam selama tinggal di rumah Gregory."Mommy, Shine rindu Daddy," rengek Shine."Shane juga, Mommy," kata Shane menimpali."Iya, Sayang, mommy tahu." Dilara menatap kedua putranya sendu secara bergantian.Ia tahu betul bagaimana perasaan Shine dan Shane. Setiap saat mereka akan mempertanyakan perihal ayahnya. Tidak berhenti menatap ponsel dengan gelisah hanya menunggu ayah mereka menelepon atau melakukan panggilan video. Tidak fokus dalam bermain dan terlihat lesu. Tidak nafsu makan, bahkan lebih sering melamun."Bukankah sudah waktunya Daddy pulang? Tapi kenapa sudah semalam ini belum juga sampai?" Shine mengangkat kepala menatap sang ibu.Sejak pertama kali Gregory pergi, pria mungil itu sibuk menghitung hari. Rasanya tidak sabar ingin berkumpul bersama sang ayah dan bermanja-manja."Iya, benar. Seharusnya Daddy pulang sejak p

  • Menikahi Calon Mertua    91. S2 - Dasar Om Greg Mesum!

    "Menjauh, menjauh dariku!" Dilara menggerak-gerakkan kepalanya tidak sudi."Diam atau kau akan menyesal, Lara!" ancam Gregory.Sontak, Dilara langsung terdiam. Sementara itu, Gregory merapikan rambutnya yang berantakan. Pada kesempatan ini, Dilara menyentuh dada bidang Gregory dan mendorongnya. Tidak bisa dibayangkan kalau sampai pria itu berbuat nekat. Bahkan ia sendiri tidak berani membayangkannya."Aku memang bilang begitu, tapi kau tidak mau menurut. Jadi, jangan salahkan aku." Gregory mendekatkan wajahnya setelah tersenyum menyeringai. Ia tidak bisa menahan lagi untuk tidak mengecup bibir merah Dilara."Oke-oke, aku mengaku salah. Sekarang berbaringlah dan aku akan menemanimu tidur dengan tenang," ujar Dilara menyerah.Selain mengalah, tidak ada yang bisa Dilara lakukan. Posisinya tidak ada yang menguntungkan dan justru ia akan menyesal jika salah bertindak."Tidak. Aku tidak bisa mempercayaimu begitu saja," tolak Gregory tanpa bergerak sedikit pun."Astaga, Om Greg. Berbaringlah

  • Menikahi Calon Mertua    90. S2 - Mengungkung Tubuhnya dan Mengunci Kedua Tangannya

    "Lepas, turunkan aku! Turunkan aku, Om Greg!" teriak Dilara histeris. Tangannya bergerak memukuli Gregory dan kakinya diayun kuat-kuat.Tanpa menghiraukan pergerakan Dilara, Gregory masuk ke dalam kamar mandi. Meletakkan wanita itu di wastafel dan tersenyum lembut."Sebentar ya, mommy-nya anak-anak. Daddy-nya anak-anak akan menyiapkan air hangat agar kau bisa berendam dengan nyaman."Dengan napas yang memburu, Dilara merapikan pakaian dan rambutnya yang berantakan. Mengingat pikiran kotornya membuat pipinya memerah. Padahal Gregory tidak melakukan apa pun selain membawanya ke kamar mandi."Tidak perlu. Aku tidak ingin berendam. Lebih baik kau keluar sekarang," sanggah Dilara ketus."Ya sudah, terserah kau saja. Kalau begitu, aku keluar dulu," pamit Gregory.Pria itu langsung keluar dengan jantung yang berdegup kencang. Ingin sekali melakukan hal liar dengan Dilara di kamar mandi, tetapi belum berani. Jadi, ia hanya bisa membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur sambil membayangkan ma

  • Menikahi Calon Mertua    89. S2 - Mimpi Indah di Pelukanku

    "Apa yang kau lakukan, Om Greg?! bentak Dilara panik. Ia bergegas duduk dan menjauh sedangkan Gregory tetap berbaring.Raut wajahnya menunjukkan rasa takut yang teramat. Bagaimana tidak? Pria itu memintanya untuk menemani tidur. Pria dan wanita dewasa di dalam kamar di malam hari, kalau bukan untuk melakukan hal itu lalu apa lagi?"Astaga, Lara! Sikapmu ini seolah aku memintamu untuk melayaniku," ujar Gregory menggeleng tidak habis pikir."Lalu, apa lagi? Bukankah itu yang ada di isi kepalamu?" tanya Dilara nyalang."Astaga." Gregory mendesah keras sambil mencengkeram rambutnya frustasi.Kalau boleh, memang ia ingin melakukannya. Namun, tidak sekarang melainkan nanti setelah Dilara benar-benar mau menerima dan menikah dengannya."Kemarilah!" Gregory menepuk-nepuk kasur sebelahnya."Tidak!" tolak Dilara tegas. Duduk bersandar kepala ranjang sambil memeluk lututnya."Mau ke mari atau aku paksa?" ancam Gregory.Dilara menggeleng cepat. Napasnya bergerak cepat dengan tubuh bergetar yang s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status