Beranda / Romansa / Menikahi Gadis Lumpuh / Bunda Alia Kurang Setuju

Share

Bunda Alia Kurang Setuju

Penulis: Anarita
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-02 09:25:30

Seketika merekahlah senyum Ibu Mira. Ada rasa haru saat mendengar penuturan Gilang. Ia memang mengagumi sosok Gilang yang selalu santun, tapi tidak menyangka akan sebijak itu pikirannya.

Mendadak ia malu, malu pada diri sendiri karena banyak mengeluh meskipun hidup tercukupi dengan materi. Kadang, juga mengeluh dengan tabiat sang anak tunggal yang makin hari makin sulit diajak kompromi. Emosi anaknya itu meledak-ledak. Ia juga tidak tega sebenarnya pada Gilang, seakan dirinya ini membiarkan Rara menghancurkan hidup Gilang. Akan tetapi wanita tua itu tidak punya pilihan lain lagi. Gilang baik, pemuda pandai dan harapannya kian besar pada pemuda ini.

Sementara Gilang, saat ditatap oleh Ibu Mira cuma mampu memberi senyum. Senyum penuh makna, senyum yang melambangkan kalau siap, mampu, dan akan bertahan dengan pernikahan yang belum tahu seperti apa terjalnya nanti.

Pemuda berperawakan tinggi kurus agak berisi itu percaya dengan takdir yang telah Allah siapkan. Atas izin Allah, ia siap dan akan berhusnuzan. Lagi pun ada rasa tidak tega saat mendengar keluh kesah Ibu Mira tadi. Ibu Mira adalah penyumbang terbesar di panti asuhan. Itu sebabnya Gilang ingin membalas jasa jasanya dengan menikahi sang putri walau tidak tahu akan seperti apa nanti kehidupan itu.

"Kamu baik sekali, Gilang. Ibu minder jadinya," balas Ibu Mira, ada sedikit air yang tertumpu di pelupuk wanita tua itu.

Gilang kembali mengulas senyum yang makin terlihat hangat, membuat wajah pria itu makin rupawan. Ibu Mira makin menyukainya. Berharap sang anak juga menyukainya suatu saat nanti.

"Ya sudah, kalau begitu Ibu permisi dulu. Ibu mau berkeliling," lanjut Ibu Mira.

"Mau saya temani, Bu?"

"Tidak usah, Ibu mau jalan-jalan sendiri." Ibu Mira melirik Bunda Alia. Ibu Mira ini bukanlah sosok yang kejam, ia paham betul kalau sepertinya ada yang akan Bunda Alia katakan pada Gilang.

"Kamu tunggu saja di sini. Nanti Ibu akan bawa Rara untuk kamu temui."

"Orangnya ada di sini?" Gilang mendadak gugup.

"Ada. Orangnya di mobil. Ya sudah, ibu permisi."

Ibu Mira tersenyum kecil sembari menghalau rasa cemas yang perlahan merayap dan menyelimuti hati. Sebenarnya ia juga takut kalau Gilang akan berubah pikiran saat bicara dengan Bunda Alia. Kendati demikian tetap saja ia akan percaya. Percaya akan kemantapan ucapan Gilang barusan.

Selepas kepergian Ibu Mira, Bunda Alia langsung menarik tangan Gilang. Gilang yang masih ingin melihat punggung Ibu Mira pun terhenyak saat Bunda Alia menariknya. Agak kaget ia saat melihat Bunda Alia kembali menyuruhnya duduk. Dengan raut muka cemas Bunda Alia menutup kembali pintu, setelah itu kembali duduk berhadapan dengannya.

"Kenapa, Bun?"

Alia meremas jari tangannya yang memang sudah banyak keriput. Hampir setengah hidupnya mengabdikan diri di panti mengurus anak-anak termasuk Gilang. Maka dari itu ia cemas.

"Lang, kamu serius mau menikahi anaknya Ibu Mira?"

Gilang kembali menipiskan bibir. "Bunda, aku ikhlas dunia akhirat."

"Tapi Bunda tidak yakin, Nak. Kamu dengar sendiri kan kalau anaknya itu selain lumpuh, dia juga punya emosi yang tidak stabil. Bunda takut nanti kamu malah menderita."

Gilang diam melihat kecemasan yang begitu kentara di wajah orang kekasihnya itu.

"Bunda sayang sama kamu, Gilang. Makanya Bunda ingin memberikan kehidupan yang layak untuk kamu." Bunda Alia membenarkan posisi. "Kamu adalah anak Bunda, jadi maafkan Bunda jika agak egois. Bunda itu ingin kamu mendapatkan jodoh yang sempurna."

"Kesempurnaan hanya milik Allah, Bun."

"Ya ... ya paling tidak istrimu nanti bisa melayanimu. Bisa menjaga harkat dan martabatnya sebagai laki-laki. Bukan sebaliknya."

"Bunda ....'' Gilang menginterupsi dengan pelan.

"Bunda hanya takut kamu menderita saat menikah dengannya. Pernikahan itu untuk seumur hidup, Nak."

"Aku paham, Bun."

"Kalau paham kenapa nekat?" Bunda Alia cemberut dan itu memunculkan senyum Gilang.

"Bunda coba dengar pendapat aku."

Bunda Alia mengangguk dan menatap lamat mata Gilang yang teduh.

"Aku besar di sini, dari kecil sampai sekarang panti ini berati. Aku bisa mandiri karena Bunda. Tapi, Bun, Ibu Mira juga mempunyai andil besar di panti ini. Aku sangat berterima kasih padanya, dia menjadi donatur di panti kita dari dulu sampai sekarang. Dan aku menghormatinya sama seperti aku hormat ke Bunda. Soal permintaannya ini aku ikhlas, Bunda. Aku mau menikahi anaknya."

"Gilang ...." Bunda Alia menatap tak percaya.

Namun lagi dan lagi Gilang memberi senyum hangat. "Sebenarnya sudah lama aku ingin balas budi. Hanya tidak mengerti caranya. Saat tadi mendengar permintaannya aku yakin Allah memberiku jalan untuk membalas jasa. Aku akan maju untuk membantunya."

"Tapi Gilang, anaknya lumpuh. Bagaimana bisa dia memenuhi tugasnya sebagai istri dengan keadaan fisik seperti itu? Bunda takut kamu akan menderita."

"Bunda, segala niat baik pasti akan mendapat balasan yang baik pula. Aku pernah mendengar orang bijak bilang kalau hasil dari sebuah usaha dunia ini hanya ada dua, gagal atau menang. Nah, kalau tidak mencoba pasti tidak akan ada hasil."

Bunda Alia diam, mendadak dia merasa menjadi wanita picik di dunia karena naluri seorang ibu. Ibu mana yang ingin anaknya menderita? Ibu mana yang ingin anaknya mendapat masalah?

Namun, karena Gilang sudah memantapkan hati ia pun tidak bisa berkata lagi. Dengan berat hati ia tersenyum lalu menggenggam tangan Gilang. "Baiklah kalau itu yang kamu mau."

***

Setelah Berkeliling panti, Ibu Mira pun menuju parkiran. Di mobil sudah ada sang anak yang menatap keluar jendela dengan tatapan kosong. Kaca mobil dibuka keseluruhan hingga tangannya menjuntai-juntai menyentuh body mobil. Jarinya yang ramping membentuk bulatan-bulatan.

"Rara, kamu lagi apa?" tanya Ibu Mira.

"Aku hanya bosan." Rara melihat lamat ibunya. "Apa sudah selesai?" lanjutnya lagi

"Sudah. Kalau begitu ayo turun."

Alis Rara mengernyit. "Kenapa harus turun, Ma? Bukannya Mama bilang kalau kita ke sini hanya akan mengantarkan uang?"

Ibu Mira tersenyum kecil mendapat protes dari sang anak. Ia buka pintu mobil dan memerintahkan sang sopir dan baby sitter yang selalu standby di samping Rara untuk membantunya keluar dari mobil. Kursi roda telah disediakan pula.

"Kita akan pulang kalau kamu sudah bertemu seseorang," jelas Ibu Mira. Bernada lembut seperti biasa.

"Lagi?" Rara terlihat protes tapi tak bisa berkata lebih. "Baiklah, Ma. Di mana orangnya? Aku hanya perlu bertemu saja, bukan?"

Ibu Mira kembali tersenyum, walau hatinya agak teriris, hanya saja ia akan berhusnuzan.

Rara yang sudah biasa dijodohkan ke sana-sani hanya diam saja saat Ibunya berkata begitu.

'Sudahlah, aku sedang malas berdebat. Lagi pun orang ini juga pasti akan kabur saat melihat penampilanku yang begini, sama seperti lelaki lain. Aku ini menyedihkan, lebih menyedihkan dari orang yang termenyedihkan di dunia. Jadi mana ada orang yang mau hidup mengurus orang menyedihkan seperti aku?' Rara membatin.

"Bersikap baiklah padanya," ucap Ibu Mira.

Rara cuma diam. Tatapannya kosong saat melihat area panti asuhan yang asri. Panti terlihat sejuk dan damai, hanya saja kegelisahan tak pernah lepas dari hati Rara sejak kecelakaan itu. Membuatnya tidak bisa melihat keindahan apa pun. Semua terasa sangat suram, mengerikan dan ia tak ingin lama-lama berada di luar.

"Kamu tunggu di sini. Mama akan meminta orang itu datang ke sini," ucap Ibu Mira sembari mengelus rambut anaknya dengan pelan, lantas meninggalkannya begitu saja di taman. Taman samping yang lokasinya tidak jauh dari ruang Bunda Alia

Setelah tiba di ruangan, Ibu Mira pun bergegas mendekati Gilang yang berdiri saat tahu kehadirannya. Begitu juga dengan Bunda Alia yang menyambut kedatangan Ibu Mira.

"Maaf, Nak Gilang. Jika berkenan temui anak Ibu. Dia sedang ada di taman."

"Baik, Bu."

Gilang hendak melewati Ibu Mira, tapi Ibu Mira mencekal lengannya. Sebentar mata mereka berserobok.

"Nak Gilang, jika ada lisan Rara yang menyakiti hatimu atau kelakuannya yang tidak berkenan tolong maafkan dia. Tolong maklumi dia."

Gilang cuma tersenyum, lalu berlalu setelah mengucapkan salam. Langkahnya begitu panjang menyusuri koridor menuju taman.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menikahi Gadis Lumpuh   (Happy Ending) Rara & Gilang

    ***Rara terdiam, agak aneh menurutnya Gilang ini. Namun, ketika teringat betapa sederhana dan bijaknya Gilang, ia pun tidak berani menyela."Tapi paling tidak kita rayakan, Lang. Sebagai istri aku rasanya tidak enak kalau hanya menghabiskan hari kelahiranmu dengan hanya berdiam diri."Gilang memegang dagunya. Ia mulai berpikir."Bagaimana kalau pesan kue?" usul Rara. Matanya berbinar.Sayangnya usul itu mendapat gelengan kepala."Lalu maunya apa?" Rara kembali cemberut."Bagaimana kalau masak. Aku ingin mencicipi masakanmu," balas Gilang."Masak?"Gilang mengiakan dengan anggukan."Emang mau masakan apa?" tanya Rara lagi.Gilang pun terlihat berpikir. "Buatkan aku sayur asem dan ikan asin saja, bagaimana?""Cuma itu?" Rara benar-benar tidak habis pikir."Jangan bilang cuma, kamu tau menu itu sukses buatku nambah tiga kali.""Masa cuma itu.""Tapi aku maunya itu, bagaimana?"Mulanya Rara ragu, tapi setelah melihat Gilang yang tampak sangat berharap ia pun mengiakan dengan anggukan."W

  • Menikahi Gadis Lumpuh   Satu Tahun Berlalu

    Setahun kemudian.Rumah tangga Gilang dan Rara semakin membaik dari waktu ke waktu. Layaknya rumah tangga pada umumnya, di rumah sederhana Gilang itu selalu ada canda, tawa, kadang ada sedikit pertengkaran kecil antara mereka.Namun, itu tak jadi pemicu keretakan. Justru sebaliknya, mereka saling memahami antara lain, membuat rumah tangga mereka kian kokoh.Satu tahun itu pula Gilang berhasil menunjukkan keseriusan. Cinta yang tulus membuatnya tak pernah lelah maupun mengeluh dengan kondisi Rara yang cacat. Justru, rasa sayang serta peduli untuk Rara makin menggebu.Rara sendiri sama, dia terus berusaha sembuh. Kabar baiknya sekarang sudah bisa berjalan menggunakan tongkat. Terakhir, Rara juga sudah mulai berjalan dengan dua kaki, meskipun hanya bertahan lima langkah.Kendati demikian tak buat asanya putus. Ada Gilang yang selalu menyemangati dan itu buat Rara semangat lagi. Ia ingin cepat berjalan normal agar bisa mengimbangi langkah Gilang. Ingin seperti pasangan kebanyakan yang men

  • Menikahi Gadis Lumpuh   Sesampainya Dirumah

    Dari semenjak kejadian tadi siang, Rara menjadi lebih banyak diam. Gilang sendiri juga belum berani cerita apa-apa. Pria itu masih berusaha menyusun kata yang pas supaya tidak menyakiti hati Rara Nantinya."Ra, kamu baik-baik aja 'kan?" Gilang melongok ke kamar. Tampak Rara tengah duduk sembari membaca buku bertema islami dengan posisi kaki selonjoran."Itu pertanyaan kamu yang ke empat kali. Memangnya kamu tidak bosen?" balas Rara tanpa menatap.Diperlakukan seperti membuat Gilang salah tingkah. Kelakuannya saat ini makin tambah belingsatan saja."Ra, kamu baca apa?" Gilang mendekat, matanya seketika membola saat mengetahui halamaan buku yang Rara baca. "Kamu ngapain baca begituan?" tanya Gilang spontan."Memangnya kenapa? Aku hanya penasaran saja dengan hukum poligami. Ternyata poligami sangat indah jika dijalani sesuai kaidah. Aku tidak menyangka pahala istri yang dipoligami sangat besar!"Mendengar itu, Gilang makin tambah misuh-misuh. Ia berebut buku tersebut lantas menaruhnya ke

  • Menikahi Gadis Lumpuh   Luka Yang Terlihat

    Pemandangan yang baru saja dilihat membuat Rara memutuskan untuk menutup pintu mobil. Di titik ini, Rara merasa harga dirinya dijatuhkan seketika. Ia dapat melihat dengan jelas bagaimana suaminya itu dipeluk oleh wanita lain, akan tetapi ia tidak bisa berlari untuk sekadar mencegah, apalagi sampai membuat perhitungan kepada Nayla.Dari jendela mobil juga, Rara melihat Nayla yang terus menyeret koper lalu hilang di balik pintu gerbang. Setelah itu ia melihat ke arah Gilang. Lelaki itu terlihat memapah Bunda Alia masuk ke dalam rumah.Kini tinggallah Rara di dalam mobil seorang diri. Kesunyian halaman di panti asuhan saat ini sukses menambahkan momen sakit di hati Rara semakin menggebu-gebu. Ia menangis. Hatinya menjerit atas semua yang baru saja ia saksikan.Rara bukan mempermasalahkan pelukan perpisahan yang dilakukan oleh Nayla, tapi Rara menyayangkan dirinya yang tidak bisa berbuat apa-apa saat semua itu terjadi. Bahkan untuk sekadar menyusul Gilang saja, Rara tak mampu melakukannya

  • Menikahi Gadis Lumpuh   Boncap 5 : Salam Perpisahan

    Gilang baru saja hendak menurunkan Rara dari mobil saat suara ribut-ribut terdengar di pelataran panti. Lelaki itu gagas menoleh, dari kejauhan ia melihat Bunda Alya sedang terlibat cekcok dengan Nayla. Sepertinya perdebatan mereka cukup serius. Gilang pun segera meminta izin pada Rara agar melerai keduanya terlebih dahulu."Ra, kamu di mobil sebentar ya! Kayaknya Bunda lagi bertengkar sama Nayla. Aku pisahin mereka dulu."Saking paniknya, Gilang gagas berlari tanpa menunggu jawaban Rara terlebih dahulu. Di sofa mobil yang pintunya sudah terbuka, Rara hanya dapat menatap punggung Gilang yang semakin menjauh darinya. Ia juga menatap kursi roda yang baru saja dibentangkan oleh Gilang. Namun, sayang, Rara tidak bisa menggapai benda yang sangat dibutuhkannya tersebut karena posisinya terlalu jauh.Sementara Gilang. Lelaki itu berlari secara membabi buta. Lalu berdiri di tengah-tengah mereka." Ada apa ini?" seru Gilang sambil menatap Bunda Alya dan Nayla secara bergantian, bahkan ia lupa

  • Menikahi Gadis Lumpuh   Boncap 4 : Ada Apa

    ***"Gawat, Ra! Gawat!"Gilang masuk ke kamar begitu saja saat Rara sedang asik membaca buku panduan salat. Wanita itu sedang menghafalkan beberapa hafalan doa dan tata cara salat tahajud saat Gilang mendekat dengan mimik wajah cemas."Ada apa? Kenapa kamu cemas begitu?""Nayla Ra … Nayla ….""Nayla kenapa?" Rara memekik.Hati Rara sedikit tercubit melihat Gilang begitu mencemaskan Nayla. Namun, ia tepis segala perasaan tidak baik itu karena Nayla dan Gilang memiliki ikatan persaudaraan yang cukup kuat meski bukan saudi kandung."Anak panti bilang Bunda Alia bertengkar dengan Nayla. Ternyata kepergiannya Nayla ke Singapur terlalu mendadak, dan tanpa sepengetahuan Bunda.""Kok bisa, Lang?""Entahlah, Ra! Anak panti bilang Nayla mau berangkat sore nanti, dia juga bilang kalau Nayla sudah terlanjur tanda tangan kontrak dan menerima dana sebesar 150 juta.""Astagfirullahallazim. Kamu serius, Lang? Aku takutnya Nayla itu ditipu. Perusahaan mana yang berani memberi DP sebanyak itu?""Maka d

  • Menikahi Gadis Lumpuh   Boncap 3 : Gawat

    "Tapi Bunda—" Nayla mendongak dengan tatapan tidak senang. Mendengar nama Gilang disebut, hatinya serasa melompat dari tempat. Inilah yang membuat Nayla terpukul karena lagi-lagi harus dibayangi nama Gilang ketika tinggal di sini.Dengan pergi ke tempat yang jauh, Nayla bisa fokus melupakan Gilang sepenuhnya."Maaf Nay, bukannya Bunda bermaksud menyeret Gilang ke dalam hidupmu lagi. Bunda tahu maksud kamu baik ingin melupakan cinta yang salah, tapi tolong tunggu sebentar, biarkan bunda berdiskusi dengan Gilang terlebih dahulu sebelum kamu berangkat," kata Bunda."Tapi sore nanti Nayla harus pergi karantina ke asrama, Bu. Sekalipun Bunda dan Abang berdiskusi, Nay tetap akan berangkat.""Tahan dulu ya, Nay!" Bunda Alia mengelus puncak kepala gadis itu. Namun, Nayla menepiskan dengan gerakan agak keras."Maaf, Bun! Untuk kali ini Nay tidak bisa menuruti permintaan Bunda.."Sambil menahan tangis yang hendak pecah lagi, Nayla gagas berlari meninggalkan ruangan Bunda. Untuk kali ini Nayla a

  • Menikahi Gadis Lumpuh   Boncap 2 : Lancang

    ****Entah kenapa Bunda Alia tidak senang mendengarnya. Wanita itu terlihat menggeleng samar. "Bunda tidak mau menerima uang itu, Nay. Sebaiknya kamu pulangkan saja uang itu dan tetaplah tinggal di sini. bagaimana pun juga kamu jauh lebih berharga dari uang itu. Apalah artinya uang jika kamu tidak ada," kata Bunda Alia serius.Nada larangan itu membuat Nayla memandang Bunda Alia dengan memelas. "Tapi Nay sudah terlanjur tanda tangan kontrak, Bun. Nanti sore Nay akan dijemput untuk karantina dan belajar di asrama. Nay tidak bisa menolak karena kesepakatan ini sudah terjadi ," ujar Nayla."Kamu lancang Nay!" Bunda Alia memekik marah. "Seharusnya kamu bicarakan ini pada Bunda ataupun Abang!"Wanita itu meraup wajahnya. Terlihat frustrasi sekali. "Singapur itu jauh, Nay! Bagaimana kalau kamu tidak betah di sana? Uang seratus lima puluh juta itu banyak. Itu pasti merupakan pemberat agar kamu tetap bekerja di sana!""Tidak, Bunda. Itu hanyalah uang gaji Nay selama satu tahun!""Ngeyel kamu

  • Menikahi Gadis Lumpuh   Boncap 1 : Serius?

    Tak banyak yang Nayla bicarakan dengan Gilang dan Rara pasca mendadak ia mengatakan ingin pergi ke Singapur. Selepas itu, Nayla pamit untuk pulang. Keadaan jiwanya saat ini sedang tidak baik-baik saja, dan berada di sana hanya akan membuat luka di hatinya semakin menganga.Sesampainya di rumah, Nayla gagas masuk ke kamar. Ia membereskan barang-barang untuk persiapan bekerja di Singapur. Tidak langsung ke sana, nantinya Nayla akan dijemput oleh seseorang, di antar ke asrama untuk mengurus beberapa surat keberangkatan sambil belajar penyesuaian diri sebelum berangkat menjadi TKI di sana.Dulunya Nayla pernah mencoba kuliah di jurusan keperawatan. Namun terhenti di tengah jalan karena terhalang biaya. Namun tak lama kemudian, pihak kampus mendatangi Nayla, menyuruh wanita lanjut kuliah dengan full beasiswa asalkan ia mau kuliah di jurusan tata boga. Akhirnya Nayla melanjutkan kuliahnya.Dari bekal itu, sekarang Nayla memberanikan diri mendaftarkan sebagai perawat orang sakit. Mirip pemba

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status