Share

Bunda Alia Kurang Setuju

Seketika merekahlah senyum Ibu Mira. Ada rasa haru saat mendengar penuturan Gilang. Ia memang mengagumi sosok Gilang yang selalu santun, tapi tidak menyangka akan sebijak itu pikirannya.

Mendadak ia malu, malu pada diri sendiri karena banyak mengeluh meskipun hidup tercukupi dengan materi. Kadang, juga mengeluh dengan tabiat sang anak tunggal yang makin hari makin sulit diajak kompromi. Emosi anaknya itu meledak-ledak. Ia juga tidak tega sebenarnya pada Gilang, seakan dirinya ini membiarkan Rara menghancurkan hidup Gilang. Akan tetapi wanita tua itu tidak punya pilihan lain lagi. Gilang baik, pemuda pandai dan harapannya kian besar pada pemuda ini.

Sementara Gilang, saat ditatap oleh Ibu Mira cuma mampu memberi senyum. Senyum penuh makna, senyum yang melambangkan kalau siap, mampu, dan akan bertahan dengan pernikahan yang belum tahu seperti apa terjalnya nanti.

Pemuda berperawakan tinggi kurus agak berisi itu percaya dengan takdir yang telah Allah siapkan. Atas izin Allah, ia siap dan akan berhusnuzan. Lagi pun ada rasa tidak tega saat mendengar keluh kesah Ibu Mira tadi. Ibu Mira adalah penyumbang terbesar di panti asuhan. Itu sebabnya Gilang ingin membalas jasa jasanya dengan menikahi sang putri walau tidak tahu akan seperti apa nanti kehidupan itu.

"Kamu baik sekali, Gilang. Ibu minder jadinya," balas Ibu Mira, ada sedikit air yang tertumpu di pelupuk wanita tua itu.

Gilang kembali mengulas senyum yang makin terlihat hangat, membuat wajah pria itu makin rupawan. Ibu Mira makin menyukainya. Berharap sang anak juga menyukainya suatu saat nanti.

"Ya sudah, kalau begitu Ibu permisi dulu. Ibu mau berkeliling," lanjut Ibu Mira.

"Mau saya temani, Bu?"

"Tidak usah, Ibu mau jalan-jalan sendiri." Ibu Mira melirik Bunda Alia. Ibu Mira ini bukanlah sosok yang kejam, ia paham betul kalau sepertinya ada yang akan Bunda Alia katakan pada Gilang.

"Kamu tunggu saja di sini. Nanti Ibu akan bawa Rara untuk kamu temui."

"Orangnya ada di sini?" Gilang mendadak gugup.

"Ada. Orangnya di mobil. Ya sudah, ibu permisi."

Ibu Mira tersenyum kecil sembari menghalau rasa cemas yang perlahan merayap dan menyelimuti hati. Sebenarnya ia juga takut kalau Gilang akan berubah pikiran saat bicara dengan Bunda Alia. Kendati demikian tetap saja ia akan percaya. Percaya akan kemantapan ucapan Gilang barusan.

Selepas kepergian Ibu Mira, Bunda Alia langsung menarik tangan Gilang. Gilang yang masih ingin melihat punggung Ibu Mira pun terhenyak saat Bunda Alia menariknya. Agak kaget ia saat melihat Bunda Alia kembali menyuruhnya duduk. Dengan raut muka cemas Bunda Alia menutup kembali pintu, setelah itu kembali duduk berhadapan dengannya.

"Kenapa, Bun?"

Alia meremas jari tangannya yang memang sudah banyak keriput. Hampir setengah hidupnya mengabdikan diri di panti mengurus anak-anak termasuk Gilang. Maka dari itu ia cemas.

"Lang, kamu serius mau menikahi anaknya Ibu Mira?"

Gilang kembali menipiskan bibir. "Bunda, aku ikhlas dunia akhirat."

"Tapi Bunda tidak yakin, Nak. Kamu dengar sendiri kan kalau anaknya itu selain lumpuh, dia juga punya emosi yang tidak stabil. Bunda takut nanti kamu malah menderita."

Gilang diam melihat kecemasan yang begitu kentara di wajah orang kekasihnya itu.

"Bunda sayang sama kamu, Gilang. Makanya Bunda ingin memberikan kehidupan yang layak untuk kamu." Bunda Alia membenarkan posisi. "Kamu adalah anak Bunda, jadi maafkan Bunda jika agak egois. Bunda itu ingin kamu mendapatkan jodoh yang sempurna."

"Kesempurnaan hanya milik Allah, Bun."

"Ya ... ya paling tidak istrimu nanti bisa melayanimu. Bisa menjaga harkat dan martabatnya sebagai laki-laki. Bukan sebaliknya."

"Bunda ....'' Gilang menginterupsi dengan pelan.

"Bunda hanya takut kamu menderita saat menikah dengannya. Pernikahan itu untuk seumur hidup, Nak."

"Aku paham, Bun."

"Kalau paham kenapa nekat?" Bunda Alia cemberut dan itu memunculkan senyum Gilang.

"Bunda coba dengar pendapat aku."

Bunda Alia mengangguk dan menatap lamat mata Gilang yang teduh.

"Aku besar di sini, dari kecil sampai sekarang panti ini berati. Aku bisa mandiri karena Bunda. Tapi, Bun, Ibu Mira juga mempunyai andil besar di panti ini. Aku sangat berterima kasih padanya, dia menjadi donatur di panti kita dari dulu sampai sekarang. Dan aku menghormatinya sama seperti aku hormat ke Bunda. Soal permintaannya ini aku ikhlas, Bunda. Aku mau menikahi anaknya."

"Gilang ...." Bunda Alia menatap tak percaya.

Namun lagi dan lagi Gilang memberi senyum hangat. "Sebenarnya sudah lama aku ingin balas budi. Hanya tidak mengerti caranya. Saat tadi mendengar permintaannya aku yakin Allah memberiku jalan untuk membalas jasa. Aku akan maju untuk membantunya."

"Tapi Gilang, anaknya lumpuh. Bagaimana bisa dia memenuhi tugasnya sebagai istri dengan keadaan fisik seperti itu? Bunda takut kamu akan menderita."

"Bunda, segala niat baik pasti akan mendapat balasan yang baik pula. Aku pernah mendengar orang bijak bilang kalau hasil dari sebuah usaha dunia ini hanya ada dua, gagal atau menang. Nah, kalau tidak mencoba pasti tidak akan ada hasil."

Bunda Alia diam, mendadak dia merasa menjadi wanita picik di dunia karena naluri seorang ibu. Ibu mana yang ingin anaknya menderita? Ibu mana yang ingin anaknya mendapat masalah?

Namun, karena Gilang sudah memantapkan hati ia pun tidak bisa berkata lagi. Dengan berat hati ia tersenyum lalu menggenggam tangan Gilang. "Baiklah kalau itu yang kamu mau."

***

Setelah Berkeliling panti, Ibu Mira pun menuju parkiran. Di mobil sudah ada sang anak yang menatap keluar jendela dengan tatapan kosong. Kaca mobil dibuka keseluruhan hingga tangannya menjuntai-juntai menyentuh body mobil. Jarinya yang ramping membentuk bulatan-bulatan.

"Rara, kamu lagi apa?" tanya Ibu Mira.

"Aku hanya bosan." Rara melihat lamat ibunya. "Apa sudah selesai?" lanjutnya lagi

"Sudah. Kalau begitu ayo turun."

Alis Rara mengernyit. "Kenapa harus turun, Ma? Bukannya Mama bilang kalau kita ke sini hanya akan mengantarkan uang?"

Ibu Mira tersenyum kecil mendapat protes dari sang anak. Ia buka pintu mobil dan memerintahkan sang sopir dan baby sitter yang selalu standby di samping Rara untuk membantunya keluar dari mobil. Kursi roda telah disediakan pula.

"Kita akan pulang kalau kamu sudah bertemu seseorang," jelas Ibu Mira. Bernada lembut seperti biasa.

"Lagi?" Rara terlihat protes tapi tak bisa berkata lebih. "Baiklah, Ma. Di mana orangnya? Aku hanya perlu bertemu saja, bukan?"

Ibu Mira kembali tersenyum, walau hatinya agak teriris, hanya saja ia akan berhusnuzan.

Rara yang sudah biasa dijodohkan ke sana-sani hanya diam saja saat Ibunya berkata begitu.

'Sudahlah, aku sedang malas berdebat. Lagi pun orang ini juga pasti akan kabur saat melihat penampilanku yang begini, sama seperti lelaki lain. Aku ini menyedihkan, lebih menyedihkan dari orang yang termenyedihkan di dunia. Jadi mana ada orang yang mau hidup mengurus orang menyedihkan seperti aku?' Rara membatin.

"Bersikap baiklah padanya," ucap Ibu Mira.

Rara cuma diam. Tatapannya kosong saat melihat area panti asuhan yang asri. Panti terlihat sejuk dan damai, hanya saja kegelisahan tak pernah lepas dari hati Rara sejak kecelakaan itu. Membuatnya tidak bisa melihat keindahan apa pun. Semua terasa sangat suram, mengerikan dan ia tak ingin lama-lama berada di luar.

"Kamu tunggu di sini. Mama akan meminta orang itu datang ke sini," ucap Ibu Mira sembari mengelus rambut anaknya dengan pelan, lantas meninggalkannya begitu saja di taman. Taman samping yang lokasinya tidak jauh dari ruang Bunda Alia

Setelah tiba di ruangan, Ibu Mira pun bergegas mendekati Gilang yang berdiri saat tahu kehadirannya. Begitu juga dengan Bunda Alia yang menyambut kedatangan Ibu Mira.

"Maaf, Nak Gilang. Jika berkenan temui anak Ibu. Dia sedang ada di taman."

"Baik, Bu."

Gilang hendak melewati Ibu Mira, tapi Ibu Mira mencekal lengannya. Sebentar mata mereka berserobok.

"Nak Gilang, jika ada lisan Rara yang menyakiti hatimu atau kelakuannya yang tidak berkenan tolong maafkan dia. Tolong maklumi dia."

Gilang cuma tersenyum, lalu berlalu setelah mengucapkan salam. Langkahnya begitu panjang menyusuri koridor menuju taman.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status