Share

Bab 7

Lantunan music jazz berjudul The Two of Us milik Seawind menggema di ruang kerja Theo. Pria yang daritadi berkutat dengan beberapa dokumen di meja kerjanya ikut asyik bernyanyi seirama dengan lagu jadul yang terkenal ditahun 80-an.

Sesekali, sambil memutar pena ditangannya Theo menyahuti lagu itu dengan suara merdunya. Tak bisa di pungkiri bahwa pria bersuara husky itu juga memiliki bakat dalam bernyanyi, bermain piano serta memainkan Saxophone.

Mengingat kejadian tadi pagi saat ia berhasil mengerjai Brisia sampai wajah gadis itu memerah seperti kepiting rebus membuat Theo terus mengulang lagu-lagu Seawind selama tiga puluh menit terakhir.

“Tuan, sepertinya mood anda sedang baik, ya?”

“Apa sih, Angga?”

Theo berdalih pada pria yang berdiri di ambang pintu. Sebenarnya Angga sudah mengetuk pintu daritadi untuk mendapatkan ijin masuk, tapi suara lagu jazz membuat Theo menghiraukan ketukan pintu dari Angga.

Theo menekan sebuah tombol di remote hingga volume lagu tersebut mengecil. “Ada apa, Ga?”

“Sudah waktunya makan siang, Tuan mau makan di luar? Atau saya pesankan?” tawar Angga pada Theo yang menyandarkan punggungnya di kursi, melipat tangannya di dada sambil menderlingkan mata.

“Hmm ….”

***

Hari sudah beranjak siang. Seorang gadis dari tadi mengelilingi seluruh ruangan apartement megah yang hanya dihuni oleh dirinya sendiri. Gadis itu sibuk mencari akses keluar, semua pintu dan jendela terkunci, hanya pintu balkon yang terbuka. Namun tak mungkin baginya untuk lompat dari balkon lantai 29, bisa jadi kehilangan nyawa jika dia nekat melakukan itu.

“Hah …,” Brisia menghempaskan nafasnya, ia terduduk di lantai sambil menenangkan pikiran. Ia takut hal-hal buruk terjadi pada ibunya, mengingat ia terkurung di apartement milik Theo tak lupa ponselnya pun dirampas oleh pria itu.

Brisia mendengar pintu utama terbuka, derap langkah pria bersepatu pentofel terdengar mendekatinya. Brisia menunduk sampai ia melihat ujung sepatu berwarna hitam berdiri tak jauh darinya.

“Kamu ngapain?” suara husky milik Theo bertanya, saking kesalnya Brisia memilih untuk mengacuhkannya.

Theo melirik tray yang berisi sarapan untuk Brisia, semuanya masih utuh. Nampaknya gadis itu tak menyentuh sedikit pun makanan lezat yang di siapkan pelayan Theo untuk Brisia.

“Bangun!” titah Theo. Brisia masih membisu dan kini memilih mematung, bisa terlihat jelas bahwa kedua orang di ruangan ini sama-sama keras kepala dan berdiri teguh diatas ego-nya masing-masing.

“Bangun sebelum saya seret kamu ke kursi!” tegas Theo.

“Aku mau keluar!” sahut Brisia sambil mendongkakkan wajahnya.

“Pintunya daritadi terbuka, kenapa kamu ga langsung lari pas saya datang?” hardik Theo dengan wajah sinisnya, membuat Brisia geram.

“Hape!” todong Brisia seraya mengulurkan tangan, sementara Theo secara otomatis memasukkan tangannya ke dalam saku celana.

“Hapeeee!” rengek Brisia.

“Kamu ga ngabisin sarapan, gimana saya mau balikin ponsel kamu?”

Apaan sih? Emangnya aku anak kecil?

“Abisin makanannya, baru saya kasih pinjam ponselmu, lima menit!” seru Theo membuat Brisia membulatkan matanya.

“Kasih pinjam?! Itu kan hape aku!”

“Makanya, makan!”

Brisia berdiri, emosinya kembali hadir karena merasa kesal dipermainkan pria jail dihadapannya. “Rotinya udah kering! Aku ga mau makan!”

“Oke, kalau gitu kamu harus makan siang,” ujar Theo dan menepuk tangannya seolah memberi aba-aba pada seorang pelayan agar masuk dan mendorong trolly berisikan makanan makan siang.

Apa-apaan nih? Aku ga mau makan, aku maunya cepet pergi dari sini! Aku takut ibu kenapa-napa!

“Makan habis itu kupinjamkan ponselmu, lima menit!”

“Makan terus balikin hape aku dan biarin aku pergi!” tawar Brisia menyolot.

“Makan dan kupinjamkan ponselmu,” balas Theo teguh dengan pendiriannya.

“Kamu apa-apaan sih? Aku ga bisa disini terus dan aku butuh hapeku!”

“Di ponselmu ga ada notifikasi apapun!”

“Bohong! Jonathan pasti ngehubungin aku! Aku perlu bicara sama Jonathan, aku butuh bantuannya sekarang!”

Braaakk.

Theo membanting trolly di sampingnya, membuat trolly itu terjatuh, begitupun dengan sejumlah hidangan di atasnya, makanan lezat itu berhamburan, piring serta gelas pecah. Semuanya luluh lantah di lantai marmer yang indah. Brisia yang terkejut hanya mampu membelalakan mata. Degup jantungnya berdebar cepat, tak sangka Theo melakukan ini dengan wajah datarnya.

“Kalau kamu ga mau makan, ga usah mempersulit saya!” ucap Theo dan berbalik seraya meninggalkan Brisia diruangan itu. Brisia bergegas menyusul Theo, tapi pintu utama apartement kembali tertutup dan terkunci, membuat Brisia hanya mampu meneriaki nama Theo, memintanya agar bisa keluar sambil menendangi pintu kokoh tersebut.

Theo berjalan menuju lift, ia merasa kesal ketika Brisia menyebut-nyebut nama Jonathan dan seakan dia bergantung sekali pada Jonathan. Bersamaan dengan itu ponsel Brisia berbunyi, Theo melihatnya. Banyak chat dan miscall dari pria bernama Jonathan. Theo merasa geram ketika Jonathan menghujani Brisia dengan pesan penuh kekhawatiran.

“Cih, memangnya kamu siapa? Bastard!” umpat Theo. Angga yang mendengar umpatan Tuannya hanya mampu menelan saliva.

“Angga, cari tahu kebenaran tentang pesan dari Jonathan. Kalau perlu kamu langsung cek TKP sekarang, kalau sampai pria itu bohong, ajak dia main-main sebentar!” ujar Theo dan memberikan ponsel milik Brisia. Angga mengangguk, ia tahu betul apa yang dimaksud main-main sebentar oleh Tuannya.

“Kamu urus sampai beres ya Ga, saya mau handle yang lain!” sambung Theo dan ketika mereka sampai di basement, Theo dan Angga segera berpencar menggunakan mobil masing-masing.

Sementara itu di salah satu rumah sakit ternama Jakarta, Jonathan sedang gelisah. Ia tak bisa menghubungi Brisia, yang bisa Jonathan lakukan adalah bernegosiasi dengan pihak rumah sakit.

“Dengan sangat menyesal kami tidak bisa memenuhi permintaan anda, Pak. Nyonya Anne telah meminta kami untuk memblacklist pasien tersebut, sehingga kami tidak bisa berbuat banyak. Kami hanya mampu memberikan rujukan agar pasien pindah ke rumah sakit lain, di luar negri yang peralatannya memadai, bagaimana Pak?”

Jonathan tertegun, keningnya berkerut dan berpikir keras,

Gimana nih? Brisia ga bisa di hubungi sementara kesehatan ibunya terancam! Kalau ga segera ditangani bisa-bisa … Ah, kenapa keputusan sebesar ini ada padaku? Apa yang harus aku lakukan??

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status