Gila. Mungkin itu adalah kata yang tepat menggambarkan karakter Theo yang mudah membuat keputusan tapi selalu menepatinya. Seperti malam ini ketika Brisia menggandeng lengan Theo yang membawanya bertemu beberapa dewan direksi perusahaan Parson Group.
Ini adalah kali pertama bagi Brisia menghadiri acara makan malam khusus para pebisnis hebat. Untungnya Brisia memiliki kepribadian supel hingga ia tak kesulitan beradaptasi dengan situasi seperti malam ini.
“Hallo, maaf saya datang terlambat!”
Brisia membeku ketika mendengar suara pria yang familiar di telinganya, sementara itu orang-orang menyambut kehadirannya dengan ramah.
“Hai Pak Jonathan! Saya kira ga bakalan datang, padahal malam ini special banget loh Pak!”
Mendengar Elios menyebut nama Jonathan membuat Brisia membulatkan matanya, ia bahkan sampai berhenti mengunyah potongan daging di dalam mulutnya.
“Kenapa, El? Special apanya nih?” Jonathan nampak semangat, membuat Brisia benar-benar mematung. Theo yang menyadari perubahan sikap Brisia segera memperhatikan Jonathan. Ia tahu pasti Jonathan ada hubungannya dengan perubahan sikap Brisia.
“Nih Pak, anda sudah kenalan belum sama calon istrinya Theodore? Namanya Brisia Prameswari, keturunan Indo-Belanda ini Pak, produk unggulan!” jelas Elios.
Ucapan Elios yang mengada-ngada membuat Theo terhenyak.
Gila kali nih anak! Blasteran Indo-Belanda darimananya? Kalo kehidupannya sih emang udah terjajah kayanya, ya … meski tampangnya oke juga, masuklah memenuhi standar pendamping generasi Parson
Jonathan segera melihat gadis yang duduk di sebelah Theo. Matanya terbelalak ketika gadis yang memiliki nama yang sama dengan gadis yang dicintainya adalah benar-benar sahabatnya. Tanpa di duga Brisia hanya melempar senyum pada Jonathan dan melanjutkan santapannya seolah mereka bukan orang yang saling kenal.
Brisia merasa malu sekaligus kasihan pada Jonathan yang tidak tahu apa-apa karena sampai sekarang Brisia belum sempat memberitahu apapun tentang hal ini, juga mengabari Jonathan bahwa Brisia memberitahu pada Jessy bahwa hubungan mereka selesai. Jonathan harus mempersiapkan diri jika Jessy Kembali terobsesi padanya.
Lain halnya dengan Jonathan yang merasa hatinya sakit seperti terkoyak, ia tidak mengerti kenapa Brisia melakukan hal ini. Tapi Jonathan tak mau gegabah, ia hanya bisa diam diantara orang-orang yang berbahagia. Jarak antara Jonathan dan Brisia hanya terhalang satu meja, namun ia merasa perbedaan yang sangat jauh diantara mereka. Pria berlesung pipi itu hanya mampu melihat gadis yang dicintainya dirangkul oleh pria lain tanpa bisa melawannya.
Brisia Prameswari katanya? Apa Brisia menipu orang-orang ini? Atau dia yang menipuku selama ini?
***
Dreeekk!
Seorang gadis mengerjapkan matanya ketika indra pendengarannya menangkap sebuah suara pergesaran pintu lemari. Penglihatannya masih buram, namun ia yakin bahwa ia menangkap sosok seorang pria berdiri memunggunginya dengan punggung polos yang terekspos sempurna sementara sehelai handuk menutupi bagian bawahnya.
“Apa ini?!” Brisia terlonjak ketika matanya dengan jelas melihat seorang pria sedang memakai baju di hadapannya.
Pria itu berbalik, melipat tangannya di dada sementara kemeja putih yang ia pakai belum terkancing semua, sedangkan handuk putih masih melingkar dipinggangnya menutupi bagian bawah tubuhnya.
Brisia tergagap, melihat sosok Theo berada di hadapannya. Rambut basah, dada bidang dan perut kotak-kotak yang memperlihatkan otot sempurna miliknya, membuat Brisia berdebar tak karuan. Ia memedarkan tatapan panik keseluruh penjuru ruangan. Kamar ini berbeda dengan kamarnya, ini kamar yang asing bagi Brisia.
“Dimana ini? Ke-kenapa aku bisa–”
“Drama!”
“Hah?!” pekik Brisia ketika Theo memotong ucapannya barusan. Theo mendekati Brisia dan mencondongkan badannya hingga Brisia bisa mencium aroma mint maskulin dari tubuh Theo.
“Kamu lupa semalam minum sampai bertingkah memalukan di depan dewan direksi?”
“Hah?!”
“Kamu juga lupa sudah muntah di jas milik saya?”
“Hah??!”
Brisia mengkerutkan keningnya, kedua bola matanya beralih ke sisi kiri berusaha mengingat kejadian semalam.
Terakhir kali yang dia ingat adalah ketika salah satu rekan bisnis Theo mengajak mereka minum, tanpa ragu Brisia meneguk habis segelas red wine sampai ia cegukan. Bodohnya gadis itu malah meminum lagi segelas cairan sepat bercampur rasa berry untuk menghilangkan cegukannya, alhasil ia tak bisa mengendalikan pikiran dan tingkah lakunya.
“Jangan minum lagi, kamu udah mabuk! Kamu ga bisa minum, ya?” tanya Theo sambil berusaha mengambil gelas di tangan Brisia. Seperti hilang akal dan putus urat malu, Brisia malah bergelayut di tubuh Theo dan memuja wajah serta tubuh Theo.
“Kamu itu ganteng tapi hobinya marah-marah! Senyum~ bibir ini harusnya senyum, bukan ngata-ngatain aku!”
“Apa sih…? Hehe, dia bercanda, dia suka niruin dialog di drama-drama yang suka dia tonton!” jelas Theo gelagapan, dia tak mau citra dirinya jadi buruk hanya karena omong kosong Brisia. Sementara para tetua dewan direksi malah asik menonton mereka dan memperburuk suasana.
“Nona~ kalau Theodore bicara kasar, hisap saja mulutnya supaya yang tertinggal cuma kata-kata manis!”
Theo membulatkan matanya mendengar ucapan Tuan Marquiss, pria beruban yang dihormatinya namun kali ini ingin sekali Theo sumpal mulutnya.
“Gitu ya? Kalau aku hisap gak akan ada kata-kata kasar lagi?” tanya Brisia dengan nada manja, sedangkan para tetua malah semakin mendukung Brisia untuk melakukan hal itu.
“Hisap aja Nona~ kalau gak di coba kan gak tahu, hahahaha~”
Sial, apa-apaan nih?!
Brisia mengkerucutkan bibirnya, dengan mata terpejam memajukan wajahnya mendekati wajah Theo. Theo membulatkan matanya, detik berikutnya Theo menjepit bibir ranum milik Brisia dengan telunjuk dan ibu jarinya.
“Nnngghh!!!” Brisia meronta membuat Theo melepaskan bibir itu.
“Tuh kan kamu itu pria kasar! Sakit tahu, bisa pelan-pelan gak?” Brisia memukul otot perut Theo dan membuatnya tercengang.
“Wuah?? Perut kamu kok bagus gini? Apa bentuknya kaya potongan roti sobek tiap kali aku sarapan? Wahh aku jadi pengen nyicip!” setelah ocehannya Brisia malah memukuli otot perut Theo layaknya samsak tinju membuat tawa semua orang pecah dan wajah Theo merah menahan malu.
Saat itu Jonathan datang menarik tangan Brisia, mengajaknya pulang.
“Lepasin tangan kamu dari calon istri saya!” tegas Theo dan menarik Brisia ke dalam pelukannya, membuat Jonathan melepaskan tangan Brisia.
“Maaf Pak, sepertinya saya mabuk.” Jonathan tak mau berdebat dan reputasinya menjadi jelek di acara makan malam informal bersama jajaran direksi dan rekan bisnisnya, hingga ia memilih untuk mengalah dan meninggalkan Brisia dengan Theo.
Theo memastikan Jonathan Kembali ke tempatnya sementara Brisia sibuk menepuk-nepuk punggung Theo.
Kali ini apalagi?
Theo melonggarkan pelukannya dan melihat wajah Brisia yang berwarna kemerahan.
“Kamu kenapa? Kamu mau mun–”
“Hooeeekk!!”
Terlambat, kali sebagian isi perut serta red wine yang Brisia minum mendarat sempurna di jas bermerek milik Theo, membuat Theo memijat pelipisnya dan menatap gadis yang tersenyum tanpa dosa dihadapannya.
Melihat perubahan ekspresi Brisia yang sepertinya telah ingat kejadian semalam membuat Theo menyentil dahi Brisia.
Cetaks!
“Aw!” pekik Brisia seraya mengusap dahinya.
“Hah …,” Theo menghempaskan nafas beratnya.
“Saya sempat terkesan dengan cara kamu menghadapi orang-orang itu, tapi kamu memiliki banyak kelemahan dan ga bisa mengatasinya.”
Kedua mata Brisia bergerak-gerik ketika menerima tatapan tajam dari Theo. Pupil Brisia menciut melihat iris mata Theo yang kecokelatan menatapnya begitu dalam. Suara husky milik Theo kembali terdengar menelisik gendang telinga gadis di hadapannya.
“Mulai saat ini kamu tinggal disini dan belajarlah lebih banyak bagaimana cara menjadi istri Tuan Parson. Karena pendamping Tuan Parson, bukan wanita sembarangan!”
“Kamu harus banyak belajar, berpikir dan bertindak selayaknya pendamping hebat Tuan Parson,” sambung Theo.
“Dan berbicara kasar seperti Tuan Muda Parson?” cela Brisia, menyunggingkan senyum di bibir ranumnya membuat Theo terpancing.
“Cuma saya yang boleh bicara seperti itu. Tapi kamu gak suka, ya? Hm … masih ingat saran Tuan Marquiss cara ngilangin ucapan kasar buat saya?”
Nona~ kalau Theodore bicara kasar, hisap saja mulutnya supaya yang tertinggal cuma kata-kata manis!
Suara pria tua itu tiba-tiba terdengar kembali ditelinga Brisia, membuat gadis itu membulatkan matanya sehingga Theo menyeringai.
“Mau coba?”
Lantunan music jazz berjudul The Two of Us milik Seawind menggema di ruang kerja Theo. Pria yang daritadi berkutat dengan beberapa dokumen di meja kerjanya ikut asyik bernyanyi seirama dengan lagu jadul yang terkenal ditahun 80-an.Sesekali, sambil memutar pena ditangannya Theo menyahuti lagu itu dengan suara merdunya. Tak bisa di pungkiri bahwa pria bersuara husky itu juga memiliki bakat dalam bernyanyi, bermain piano serta memainkan Saxophone.Mengingat kejadian tadi pagi saat ia berhasil mengerjai Brisia sampai wajah gadis itu memerah seperti kepiting rebus membuat Theo terus mengulang lagu-lagu Seawind selama tiga puluh menit terakhir.“Tuan, sepertinya mood anda sedang baik, ya?”“Apa sih, Angga?”Theo berdalih pada pria yang berdiri di ambang pintu. Sebenarnya Angga sudah mengetuk pintu daritadi untuk mendapatkan ijin masuk, tapi suara lagu jazz membuat Theo menghiraukan ketukan pintu dari Angga.Theo menekan se
"Bebas dari tempat wanita tua itu, aku malah terkurung disini! Ah, sial!" umpat Brisia ketika melihat pantulan dirinya di jendela. Brisia memandangi senja dengan pandangan kosong. Wajahnya pucat karena perutnya tak terisi apapun sejak pagi. Setelah Theo pergi siang tadi, ia hanya duduk di sofa, memeluk kedua kakinya sambil menatap langit dengan berbagai pikiran negatif silih berganti. “Gimana kabar ibu, ya? Gimana caranya aku bisa keluar dari sini? Kalau aku buat ruangan ini kebakaran, apa pemadam kebakaran bisa nyelametin aku?” gumamnya. Ia beranjak dari tempat duduknya, merasa sesuatu yang basah di sofa membuat Brisia menoleh. “Ah… sial!” keluhnya ketika melihat noda darah disana. Dia sampai lupa bahwa siklus bulanannya mulai hari ini. Tak betah dengan dirinya yang kotor, Brisia memutuskan mandi, membersihkan dirinya sebersih mungkin. Tapi satu hal yang membuatnya kebingungan kali ini, “Si Tuan Muda Parson itu … ga punya pakaian dalam wanita apa ya?
Malu rasanya ketika membelikan pembalut dan pakaian dalam wanita sampai hujan-hujanan dan terpegoki ibu sendiri. Theo yang berada di posisi itu hanya mampu pasrah dan bersikap tenang agar ia tak gegabah.“Sial, kenapa Mama malah berkunjung sekarang?” keluh Theo sambil membilas diri dan memakai pakaian hangat, setelah ini ia harus segera menemui Mamanya dan menjelaskan keberadaan Brisia dengan benar.“Kamu mencintai gadis itu? Sungguh?” suara sopran wanita paruh baya dihadapannya mengintrogasi setelah Theo berhasil menyelesaikan penjelasannya tentang dia dan Brisia.Theo berdehem, berusaha menjawab pertanyaan yang dilontarkan Mamanya dengan baik, “Menurut Mama?”“Coba kamu ceritakan sekali lagi,” pinta Nyonya Vivian dengan suara lembut membuat anak tunggalnya tersenyum kecut.Hujan masih mengguyur Jakarta dengan deras, bahkan kini sudah hampir larut malam. Nyonya Vivian duduk di sofa ruang tamu,
“Dia baik-baik saja, hanya serangan panik ringan dan sepertinya dia juga belum sarapan jadi dia pingsan. Tunggu saja sampai dia siuman, Tuan. Anda bisa membawanya pergi setelah cairan infusnya habis,” jelas seorang dokter pria sebaya dengan Theo. Ya, dia adalah dokter Garra yang telah cukup lama mengenal Brisia. “Sekedar saran, Brisia kadang sulit mengontrol emosinya jadi jangan terlalu ‘mengagetkannya’, Anda paham kan maksud saya?” tanya dokter Garra seraya tersenyum, membuat Theo mengangguk. Dokter Garra ikut mengangguk dan berpamitan keluar ruangan, menyisakan Theo dan Brisia yang masih berbaring di ranjang rumah sakit. Mengetahui bahwa Brisia tiba-tiba pingsan karena tak menemukan sosok ibunya, membuat Theo bergegas menyusul Brisia dan meninggalkan aktivitas kerjaannya sejenak. Theo berdiri di samping Brisia, ia melipat tangan didada sambil memerhatikan wajah gadis di hadapannya yang pucat tanpa riasan. Perlahan kedua bola mata Brisia bergerak dibalik kel
Setelah semua kekacauan di dapur berhenti, Theo segera bangun, kedua netranya bak mesin scanning memindai seluruh kekacauan di sekelilingnya. Ia menghempaskan nafas dan kini mata tajam itu beralih pada gadis yang berdiri di depannya dengan ekspresi terkejut. Kedua bola mata itu seperti hampir keluar, bibirnya sedikit bergetar dengan tangan yang meremas ujung bajunya kuat-kuat, jelas sekali kalau gadis itu sedang ketakutan karena sudah membuat dapur milik Theo luluh lantah layaknya kapal pecah.Bagaimana tidak? Popcorn gosong, biji jagung yang bertebaran dimana-mana, kentang yang berhamburan, cipratan minyak yang membuat perabot dan lantai menjadi kotor, tak lupa bubuk minuman vanilla latte yang tumpah sehingga meja dan lantai menjadi lengket dan sangat kotor.“Bisa gak kamu gak ceroboh? Mau bakar apartement saya ya?!” bentak Theo membuat Brisia terperanjat. Theo memijat pelipisnya sebentar ketika memedarkan tatapan tajamnya untuk mengamati keadaan dapur leb
“Apa kamu serius?”“Apa saya terlihat sedang main-main?”Suara husky milik Theo membuat semburat merah muncul dikedua pipi gadis itu. Brisia hanya menunduk sambil mengkatupkan mulutnya, berusaha menyembunyikan senyuman yang kerap muncul diwajah cantiknya. Theo hanya membalasnya dengan senyuman seraya menyambar kemeja yang ada di balik punggung Brisia. Setelah mendapatkan apa yang ia ambil, Theo segera mengenakan kemeja itu dan pergi begitu saja meninggalkan Brisia yang masih terpaku dengan perasaan campur aduknya setelah beberapa saat lalu Theo meninggalkan pesan bahwa mereka akan melangsungkan pernikahan dalam waktu dekat.***“Brengsek! Gadis sial!” umpatan melengking keluar dari mulut seorang wanita tua. Beberapa lembar berkas berhamburan di meja kerjanya, pikirannya kalut ketika mendapat undangan pernikahan resmi dari rival terberatnya.Jovan yang melihat kekacauan di ruang kerja ibunya, hanya mampu mematung
“Terimakasih karena sudah meluangkan waktu Anda untuk pertemuan ini, saya sangat beruntung karena mendapatkan restu Anda untuk meminang putri bungsu Anda, Tuan Renand Atmadja.”Theo menyeringai sambil menjabat tangan lelaki tua yang berdiri gagah di hadapannya. Tak banyak bicara, Tuan Renand hanya menatap tajam pria muda dihadapannya lalu beralih menjabat tangan pria yang sebaya dengannya.“Setelah acara pernikahan besok lusa, aku berjanji akan memperlakukan putrimu seperti anakku sendiri. Setidaknya aku bisa memegang janjiku untuk merawat putri bungsumu lebih baik dari keluarganya sendiri.”“Cih,” Tuan Renand mendengus mendengar perkataan Christian Parson. Kedua orang ini memang sudah seperti kucing dan anjing jika dipertemukan. Namun bukan Theo namanya jika tidak bisa mendominasi suasana dan mengarahkan kedua orangtua tersebut agar mengikuti alur permainan yang ia buat.Setelah percakapannya dengan Jovan semalam, akhi
“Brisia … kamu belum tidur kan?” bisik Theo. Brisia merasa sensasi geli ditelinganya ketika pria bersuara husky itu memanggil namanya dengan lembut.Dia ini kenapa ga pergi sih? Sebenarnya apa yang akan dia lakukan?"Kamu mau apa?" tanya Brisia sambil menoleh, ia membulatkan matanya ketika wajah pria itu hanya berjarak beberapa centi dari wajahnya.Theo juga sama kagetnya ketika menyadari gadis itu merespon ucapannya. Dia tercekat, tangannya tiba-tiba membatu ketika gadis itu menatapnya.Theo tersenyum, wajah tampannya mengukir seringai indah namun ia tetap menatap lembut gadis yang berada dalam dekapannya. hampir saja Theo tersihir oleh bibir ranum gadis itu, untungnya getaran ponsel di saku celananya membuat ia tersadar dan membuatnya berdiri tegak.ia mengecek layar handphone, entah ada kabar apa namun ekspresinya berubah menjadi dingin dan menakutkan bagi Brisia."Tidak apa-apa, saya cuma memastikan kalau kamu