Ros sudah kembali bersama Bik Momo dan Riswan ke Jakarta. Sudah memulai hari seperti biasa. Riswan berangkat ke kantor pukul tujuh pagi, lalu kembali ke rumah en sore. Jabatan yang sekarang ia emban, membuat dirinya cukup sibuk di hari kerja. Namun, Riswan selalu berusaha meluangkan waktunya di hari sabtu dan minggu.
Ros juga menjalani perannya dengan baik, sebagai istri sekaligus ibu sambung bagi Melati. Pagi hari, adalah jadwalnya Ros jalan pagi ditemani oleh Riswan. Seperti pagi ini, keduanya tengah berjalan santai sambil menggerakkan tangan, ke kanan dan ke kiri. Riswan sesekali berlari kecil di sekitaran taman komplek, yang lahannya berbentuk kotak. Sedangkan Ros menyusul sambil berjalan santai.
Kehamilannya yang memasuki usia lima bulan tak membuat Ros kepayahan, justru ia sangat menikmatinya. Justru Riswanlah yang cukup payah, karena selalu saja harus ada mangga dan nanas di rumah. Riswan juga beberapa kali muntah di pagi hari. Namun, tetap bisa beraktifit
Ros tidak berani keluar rumah, sejak tahu ada Ken yang pindah di depan rumahnya. Pukul sembilan pagi, biasanya dia selalu berdiri di samping tukang sayur, memilih aneka sayur mayur untuk menu masakan esok hari. Namun, karena rasa takut dan khawatir bertemu Ken, maka ia memutuskan untuk berdiam diri saja di dalam rumah sambil menemani Melati bermain dan melatih Melati berbicara.Bik Momo yang diminta oleh Ros untuk berbelanja di tukang sayur langganan mereka.DrrtDrrtPapa Sayang["Awas loh, Ma. Gak boleh ngintip tetangga."]Ros tergelak membaca pesan dari suaminya. "Ada-ada saja," gumamnya sambil menggelengkan kepala.["Ngapain ngintip? Masih lebih keren lagi suami aku."]Balas Ros ditambahi emot gambar hati.["Papa gak tenang nih. Apalagi tadi Bik Momo bilang perutnya gak kayak badut."]Ros kembali tergelak. Pikirannya melayang pada perut buncit suaminya yang semok nan manja, dan selalu saja beradu dengan pe
Seorang wanita muda yang hanya memakai daster pendek tanpa lengan, kini tengah duduk memandang bulan yang sedang mengintip malu-malu dari balik awan malam. Udara dingin begitu terasa menusuk di setiap inci kulitnya, apalagi saat ini pakaiannya begitu terbuka. Namun tidak membuatnya beranjak dari kursi plastik di depan kamar kosnya.Rokok yang baru saja dua isapan ia nikmati, kini ia lemparkan ke jalanan sepi. Tidak! semenjak mengetahui dirinya hamil tanpa tahu siapa lelaki yang menanam benih di rahimnya. Ia sudah memutuskan untuk tidak merokok. Meskipun ia tidak bisa dengan mudah keluar dari kehidupan malam, namun untuk merokok rasanya sudah tidak bisa lagi. Lidahnya terasa pahit jika menyesap rokok, bahkan bagai mati rasa.Bintang-bintang bertaburan seperti membentuk lambang huruf 'L'. Wanita itu mendongak menikmati gugusan bintang yang begitu indah. Menghiasi malam yang tampak benderang dengan sinar malu rembulan.
"Sorry Jek, gua ke belakang dulu ya," katanya sambil berpura-pura menutup dadanya yang basah oleh asi dengan tissu.Kojek mengganguk sambil geleng-geleng kepala melihat tingkah teman semasa putih abu-abunya itu.****Di lain tempat, di sebuah minimalis seorang bayi masih dengan sedihnya menangis kencang, "oeekk...ooeekk..," bayi Melati menangis kencang hingga wajahnya memerah. Riswan dengan sigap bangun dari tidurnya begitu juga dengan Bik Momo."Ya Allah Nak, kenapa?" tanya Riswan kebingungan sambil mengangkat bayi Melati dari boxnya.Bik Momo dengan sigap menghangatkan asi yang disimpan di freezer lalu memberikannya kepada Riswan. Tidak lama berselang, bayi Melati pun tertidur pulas di pangkuan ayahnya."Bik, tidur aja deh biar saya yang menjaga Melati," kata Riswan"Bener Pak, ga papa?" tanya Bik Momo ragu."Iya saya ga papa, Melati jug
Lama Riswan memandangi nomor ponsel Viona yang baru saja dikirimkan oleh Cello. Maju mundur jarinya untuk menekan nomor tersebut ."Tak ada salahnya mencoba, toh aku bukan menikahinya, hanya meminta bantuan dan aku pun memberikan imbalan. Mudah-mudahan wanita seperti Viona mau menolong. Ya... kalau tidak mau, berarti belum rezeki Melati," gumam Riswan dalam hati.Riswan memberanikan diri menghubungi kontak Viona. Tentu saja dengan perasaan gugup dan salah tingkah.["Hallo, pagi Mba?"]["Pagi juga, Om. Siapa ya?"]["Saya yang tadi malam di cafe."]["Pelanggan kemarin banyak Om. Yang mana ya? Maaf saya lupa. Hehehehe..."]["Mmhh..itu anu..saya yang bertanya apakah kita pernah bertemu di bank asi."]["Ohh.. Iya yaa saya ingat, ada apa ya om?"]["Mmhh anu... "]["Anunya
Hangat tangan mungil bayi Melati melingkar di telunjuk Viona, saat wanita lembut menggendongnya. Seketika itu juga bayi Melati tersenyum lucu melihat wajah Viona sehingga Viona tak kuasa menahan air mata lalu berbalik untuk menutupi lukanya.Lama Riswan memperhatikan Viona menggendong bayi Melati."Eehhmm, Viona," panggil Riswan. Viona menoleh pada Riswan."Ini Bik Momo pembantu rumah tangga saya, tapi sudah saya anggap seperti orangtua saya sendiri," jelas Riswan memperkenalkan Bik Momo.Viona tersenyum sambil menjabat tangan wanita paruh baya itu. Bik Momo pun membalas jabat tangan Viona sambil ikut tersenyum."Nama saya Rosmala, panggil saja Ros. oke, Bik." Viona memperkenalkan dirinya dengan nama asli sesuai pemberian orang tuanya."Lho, bukannya nama kamu Viona?" tanya Riswan bingung."Itu kalau di tempat kerja namanya Viona biar keren Om, ehh Mas Ris
"Mulai malam ini bayi Melati tidur denganku," bisik Ros memberi tahu Riswan sambil berlalu menuju ke kamarnya dengan bayi Melati belum lama terlelap.Riswan terdiam mendengar ucapan Ros. Ada raut tidak suka di sana. Menurutnya, Ros tidak bisa mengatur apa yang harus dirinya lakukan di rumahnya."Kan dia sudah tidur, jadi biarkan dia tidur bersamaku," ucap Riswan setengah memelas. Semenjak istrinya meninggal, Melatilah yang menemaninya tidur di kamar. Ia pasti akan susah tidur, jika Melati tidak berada di sampingnya."Kalau tengah malam dia bangun?" tanya Ros."Aku akan hangatkan asi yang di kulkas, seperti biasa," jelas Riswan dengan suara tegas dengan posisi masih berdiri berhadapan dengan Ros."Ssssttt... ahh kau ini, Mas. Suaramu tidak bisa pelan?" Ros menginterupsi Riswan kembali. Karena Melati mulai merengek mendengar suara Riswan."Sini ber
Satu minggu kemudian."Kamu pahamkan yang saya bilang tadi?" tanya Riswan kepada Ros yang sedang di dapur mencuci piring."Iya Pak, paham. Tenang saja, Bik Momo juga sudah saya beritahu," ujar Ros. Lalu mengikuti langkah Riswan dari belakang.Riswan mengambil kunci motor lalu menyalakan motornya. Ros masih setia berdiri di depan pintu rumah memperhatikan Riswan yang tengah sibuk memakai jaket motor beserta helm."Saya berangkat." ucap Riswan berpamitan pada Ros. Disambut anggukan oleh Ros sambil tersenyum. Setelah motor Riswan menghilang dari balik pagar. Barulah Ros menutup pagar itu kembali.Beep...bepp...Ros bergegas masuk mencari suara ponselnya yang berbunyi."Hallo Daren.""Hai apa kabar lu?""Gue sehat, lu apa kabar? cafe rame atau sepi?"
Sepanjang perjalanan pulang dari klinik, Riswan hanya diam saja tanpa suara begitu juga Ros. Hawa dingin dari pendingin mobil bagai menusuk kulit Ros yang saat ini sedang meriang. Ingin minta dinaikkan suhunya, tentu saja sungkan. Apalagi majikannya error seperti ini. Mobil rasa kuburan bagi Ros."Eehmm...Ros, maaf kalau perkataanku hari ini ada yang menyinggung. Aku hari ini benar-benar sedang lelah, banyak pekerjaan." ucap Riswan menjelaskan sambil memasukkan mobil ke dalam garasi."Santai aja, Pak. Majikan mah, bebas." ucap Ros lalu turun dari mobil tanpa menoleh pada Riswan.Baru saja langkahnya sampai di depan pintu, Ros mendengar Melati menangis. Dengan cepat Ros mencuci tangan lalu menggendong Melati yang sedang ditenangkan oleh neneknya."Aduuhh cayangnya bude mama kangen yaa, Melati haus? ayo kita nen lagi." ucap Ros mencium gemas tangan Melati sambil membawanya masuk ke dalam kamar.Padahal saat itu Ros merasakan seluruh badan