Share

Pt. 01 - Become A Figuran

Apa yang kalian pikirkan tentang transmigrasi? Konyol? Menggelikan? Atau mustahil?

Itulah yang Naya pikirkan pada awalnya. Sebelum, semua menjadi petaka yang tidak dirinya mengerti.

Namanya, Naya Raeka Elastien. Mahasiswa tahun terakhir yang tengah sibuk menulis skripsi. Naya tinggal sendiri setelah memutuskan untuk kuliah di luar kota.

Yogyakarta.

Di kota inilah sekarang Naya tinggal.

Kehidupannya bisa di bilang biasa saja. Sampai suatu hari, Naya tertidur setelah membaca novel Sweet Love, novel yang isinya berisi kekejaman tokoh antagonis yang diluar nalar.

Malam itu, Naya lega saat novelnya berakhir happy ending. Kisah Faniya dan Emilio memang bagus dan Naya menyukainya. Hanya saja, kematian satu figuran yang namanya hampir mirip dengannya, membuat Naya sedih sendiri memikirkannya.

Gadis yang dengan wajahnya mampu mengikat keindahan, nyatanya harus berakhir terbunuh ditangan suaminya sendiri.

Menyebalkan.

Naya nyatanya tak habis pikir pada penulis yang malah menyandingkan Arranaya Aleta dengan Kayasaka Alexio Elakhsi, antagonis kejam yang berakhir menyedihkan di penjara.

Arranaya rasanya terlalu baik. Terlalu baik untuk disia-siakan oleh Kayasaka dan berakhir menyedihkan di akhir cerita. Sosoknya yang merupakan pewaris Whillys Group, hanya digunakan sebagai tokoh penggerak tidak penting untuk mendukung obsesi gila Kasayaka.

Arranaya sendiri adalah gadis pendiam yang tidak ingin terlibat masalah. Dia membiarkan suaminya--Kayasaka sesuka hati mengejar sosok Faniya. Tanpa tau, di akhir cerita dia akan disingkirkan.

Naya merutuk dan menyumpahi tokoh antagonis itu sampai rasanya mulutnya pegal dipakai mengumpat untuk Kayasaka. Sebelumnya, Naya tak pernah benar-benar membenci satu tokoh antagonis manapun dalam setiap novel yang dia baca.

Tapi untuk Kayasaka, dia memang terlalu menyebalkan dan tak bisa dikasihani.

Malam itu, ditemani hujan yang mengguyur bumi Yogyakarta. Naya bergadang menamatkan novel yang tebalnya 300 halaman.

Jam sudah menunjukan pukul satu dini hari, sampai rasa kantuk menyerangnya dan membuatnya tanpa sadar tertidur pulas di meja belajar yang berantakan.

***

"Kau harus menikah dengannya, Arranaya!!! Jangan jadi adik pembakang dan menikahlah dengan Kayasaka!!!"

Seorang gadis dengan rambut pendek memaki adiknya. Wanita dengan rambut coklat bergelombang yang indah.

"Tapi aku tak menyukainya, Kak. Aku bahkan tak tau dia orang yang seperti apa?"

"Kau akan mengetahuinya setelah menikah. Apa kau tau seberapa susahnya aku mencarikan jodoh untukmu!?"

Arranaya, gadis yang kini duduk di ambal karpet kamarnya termenung sendiri. Susah? Dia bahkan tau bukan kakaknya yang mengajukan pernikahan ini.

"Bisakah aku pergi saja dari keluarga ini agar tak perlu menikah?"

*Plak

Tamparan itu lagi. Saat ini tampilan Arranaya sudah berantakan. Kakaknya Gladys tak membiarkannya hidup tenang. Sedari kecil, hidupnya sudah seperti neraka.

Semenjak kepergian orang tuanya, Gladys beralih menjadi nyonya rumah. Arranaya pikir tak apa jika dia membiarkan Gladys memiliki segalanya, toh mereka keluarga.

Tapi dirinya salah, Gladys bahkan sudah tak menganggapnya saudara lagi. Dia hanya menjadikan Arranaya alat bisnis dan incaran laki-laki yang bisa menguntungkan Gladys seorang.

Apa menikah dengan Kayasaka adalah pilihan yang baik?

"Apa ada pilihan lain selain menikah dengan lelaki itu?"

Gladys tersenyum kecut,"tentu. Jika tidak dengan Kayasaka, kau bisa menikahi om Haris bukan? Menjadi mainannya pun tak masalah. Mana yang akan kau pilih?"

Dua-duanya neraka bagi Arranaya. Om Haris? Lelaki hidung belang dengan 6 istri itu bahkan sangat amat menjijikan dimatanya.

"Persiapkan saja pernikahannya. Aku tak akan memberontak jika itu yang Kakak mau."

Arranaya menyerah. Dia tak bisa menjamin menikah dengan Kayasaka adalah pilihan baik. Tapi setidaknya itu akan lebih baik daripada jadi istri ke tujuh dari pria berusia 45 tahun yang mata kerajang itu.

"Baiklah. Aku akan menghubungi Kayasaka. Jika tidak ada perubahan. Tiga hari lagi kalian akan menikah."

Arranaya tak mengindahkan ucapan Kakaknya. Setelah kepergian Gladys, dirinya hanya merenung di kamar mewah yang dingin ini. Dirinya akan menikah, tapi tak ada senyuman atau ucapan selamat yang mengiringi.

Apa hidupnya akan menyedihkan sampai akhir?

Tiga hari berlalu. Arranaya sudah didandani sedemikian rupa. Menjadi pengantin wanita paling cantik dari keluarga Whillys. Dengan gaun putih yang menjuntai, dia menemui Kayasaka dan resmi menikah beberapa jam setelahnya.

Kesan pertama yang Arranaya tangkap dari Kayasaka hanya ada dua, tampan dan dingin. Kayasaka nampak tak berminat pada dirinya sama sekali. Dia justru memergoki Kayasaka beberapa kali mencuri pandang pada sekretarisnya sendiri, Faniya Fragenta Cantika.

Gadis cantik nan elegan yang punya aura hangat yang menyenangkan. Dari sana Arranaya tau, kalau suaminya itu tak mungkin menyukainya sama sekali. Karena di hatinya, sudah diisi oleh wanita lain.

Arranaya maklum, dan akan sebisa mungkin bersikap baik-baik saja. Keluar dari neraka di rumahnya sudah menjadi hadiah yang patut Arranaya syukuri, meski dia tak yakin, nantinya di tempat Kayasaka akan lebih baik.

"Kita ke rumahku sekarang. Apa barang-barangmu sudah dikemas dengan baik?"

Arranaya mengangguk. Setelah upacara pernikahan, hanya kata itu yang diucapkan suaminya. Kenapa rasanya dia terlihat menyedihkan?

"Gladys, aku akan membawa adikmu pergi sekarang. Kontraknya akan aku bicarakan nanti." Arranaya melirik kakaknya yang nampak tersenyum manis ke arah Kayasaka. Tanpa kata melepaskan Arranaya pergi begitu saja.

Haha.

Memangnya apa yang Arranaya harapkan?

Rasanya malam ini, Arranaya bukanlah menikah namun seperti barang yang dijual dan hanya berganti pemilik.

"Kita akan menaiki mobil yang berbeda. Aku akan ke suatu tempat dulu. Kau pergilah bersama Louis. Apa kau mengerti?"

Arranaya mengangguk. Dia sudah menduga hal ini, sedari tadi tatapan Kayasaka terkunci pada gadis rambut panjang yang mengikat rambutnya tinggi, gadis yang tengah menunggu taksi di depan gedung pernikahan.

Bagaimana mungkin dia tak menyadarinya? Gadis itu adalah Faniya, gadis cantik yang sepertinya ada dihati Kayasaka.

"Nyonya, mari saya antar." Lamunan Arranaya terhenti, setelah Louis asisten Kayasaka memanggilnya. Kini Arranaya beranjak mengikuti Louis yang sudah membukakan pintu mobil mewah didepannya.

Mobil mulai melaju dengan normal. Jalanan agak lenggang malam ini, tapi tiba-tiba suasana hening itu berubah. Setelah satu truk besar menghantam mobil yang Arranaya dari belakang, menciptakan suara tabrakan yang memekakan telinga.

Saat itu, Arranaya pasrah di depan takdir. Mungkin Tuhan tau, kalau mati adalah pilihan terbaik baginya.

***

Naya membuka mata, merasakan pening luarbiasa dikepalanya. Ah, jam berapa ini? Bukankah dia ada kuliah pagi hari ini? Bisa dimarahi habis-habisan dia kalau telat di jam kuliahnya Bu Retta.

"Mimpi yang mengerikan. Rasanya seperti aku sendiri yang mengalami kecelakaan itu. Apa aku terlalu menghayati diri menjadi Arranaya? Sampai kisah hidupnya seperti berputar dalam otakku?"

Naya merutuk. Sepertinya dia terlalu banyak membaca semalam. Novel Sweet Love itu benar-benar menguasainya.

"Ah. Aku harus bergegas ke kampus dengan cepat. Tapi tunggu, tali apa ini?" Dia melihat tangannya yang nampak terlilit selang impus. Apa penyakit maghnya kambuh sampai dia dirawat di rumah sakit begini?

Saking kerasnya berpikir, dia tidak sadar sedari tadi terbangun di tempat yang bukan kamar kostnya. Naya melihat sekeliling, jelas-jelas ini ruang rawat inap. Jadi dia benar-benar rumah sakit? Kenapa?

'Klik'

Di tengah kebingungan. Pintu terbuka, menampilkan seorang lelaki dengan jas abu-abunya, lelaki itu berkacamata. Namun penampilannya nampak maskulin dan tampan.

Dia nampak terkejut melihat Naya yang sudah terduduk diranjangnya dengan bingung.

"Nyonya! Nyonya sudah sadar?! Saya akan menghubungi Tuan Kayasaka!"

Naya mengerjapkan matanya. Nyonya? Kayasaka? Tunggu, apa yang terjadi?!?!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status