"Aku tidak setuju! Kamu pembawa gen Thalasemia!"Syukur suaminya sudah bicara lebih dulu dan menolak penawaran Dini. Karena Christa sejujurnya tak setuju juga.Dia dari awal memang tidak terlalu menyukai Dini. Menurutnya, wanita itu selain kotor, tak berasal dari strata sosial yang sama, satu lagi, bagaimana bisa dia menerima sel telur Dini dan merawat anak itu nantinya seperti anaknya sendiri?Ini tak bisa, Christa jijik!"Rio, cuma gen pembawa. Lagian Kamu kan sehat! Aku rasa nggak ada masalah jika Dini menyumbangkan sel telurnya." Rio memang belum pernah mengecek terkait thalasemia."Daripada kita ambil sel telur asal dari dari pendonor yang gak dikenal, ini akan lebih bermasalah. Dan lagi, kamu tahu kan gimana sistem di Indonesia? Ribet! Kecuali kalau kalian bisa bawa Dini ke luar negeri dan inseminasi buatan di sana. Baru deh, ada kemungkinan bisa cari sel telur di sana."Rio juga paham soal ini. Tapi kemungkinan keluar negeri, apa itu mungkin?"Sayang, papaku akan curiga kalau k
"Pak Rio, hentikan!"Dini meronta, dia bukan wanita bodoh yang tidak tahu apa yang dimaksud oleh pernyataan Rio barusan.Bayangan tentang penyatuan diri dalam benaknya memang indah. Tapi tidak! Bukan yang seperti itu yang harus mereka lakukan!Hubungannya dengan Rio tidak bisa sejauh itu. Terlebih, Dini punya dua alasan. Rio mencintai istrinya dan dia tak ingin dilecehkan lalu dibuang dan dihinakan. Karena ini lebih buruk dari hubungannya dengan Satrio. Dialah wanita kedua. Dini tak sudi dicap sebagai pelakor.Ditambah lagi, mereka memang tidak boleh melakukannya. Anggia dan penyakitnya adalah rahasia terbesar Dini. Dan dia dilarang melakukan itu dengan Rio. Dini tidak bisa! Dia semakin kuat meronta ingin lepas dari cangkuman Rio."Sssh, kenapa menggigitku, kamu terlalu bernafsu?"Dini memang sengaja menggigit bahu Rio untuk membuat jarak dan menyelamatkan dirinya. Bukan karena dia bernafsu."Pak, apa Anda tidak sadar kalau Anda punya istri?""Lalu apa kamu sadar kalau kamu sudah menik
"Ti, makasih ya, udah nganter sampai sini dan doain saya berhasil ya!""Iya Bu, semangat ya! Saya yakin kalau ibu pasti lolos kok! Masakan ibu kan enak!"Peluang kesempatan untuk mendapatkan project catering di PH tidak akan disia-siakan oleh Dini apalagi setelah mendengar banyak manis yang bisa didapatkannya dari cerita Titi. Setelah mendapat jawaban dari saudaranya Titi yang bekerja di PH dan memikirkan selama dua minggu, akhirnya Dini memberanikan diri untuk ikut.Ini kesempatannya! Lagi pula projectnya salah satu project besar yang akan menghandle catering sekitar 250 orang per harinya untuk satu project sinetron yang sedang naik daun. Nilai yang sangat diharapkan oleh Dini. Dia pun membulatkan hatinya untuk datang ke lokasi test akan dilaksanakan. Dan seharusnya Dini menyerahkan CV tapi karena bantuan dari orang dalam, yaitu saudaranya Titi, dia bisa ikut test penyisihan. Untuk datang ke tempat itu, Dini yang tidak punya uang dan tidak mau menggunakan uang Rio akhirnya menumpang
"Mbak Dini, sabar ya, sebenarnya kita juga heran dengan keputusan ini soalnya dari rasa masakannya, nasi goreng Mbak Dini itu lebih enak! Bahkan kru yang dapat nasi hainan banyak yang minta nasi gorengnya. Soalnya nasi hainan dengan bebek panggangnya amis!"Dini memang kalah dalam memperebutkan tender catering PH. Tapi pujian yang disampaikan oleh saudaranya Titi yang mewakili para kru sudah seperti oase di padang pasir untuknya. Dini sangat bersyukur dan terharu. Masakannya bisa diterima."Terima kasih. Gapapa, Mas. Memang beginilah rezeki. Tidak ada yang tahu. Datang dari mana dan apa yang bisa kita dapat nantinya, semua rahasia ilahi. Cuma aku sangat berterima kasih sama kamu yang sudah kasih aku izin buat ikutan seleksi ini. Padahal aku nggak punya KTP! Dan aku nggak ngisi CV. Makasih ya."Dini paham kalaupun dia lolos, dia akan dapat kendala baru saat tanda tangan kontrak karena tidak punya data pribadi tentang dirinya.Jadi dia legowo dan tak mau berlama-lama di sana, izin pami
"Nah, benar kamu Dini? Kamu-- apa kabarnya? Mas hampir aja nggak ngenalin kamu loh! Kenapa kamu jadi kurusan kayak gini? Dini sehat?""Mas Darsa sendiri ngapain disini?""Loh, ini kan stasiun televisi miliknya Mas. Kamu lupa kalau Mas punya stasiun TV?"Dini meringis kecil dan dia mengangguk merasa malu sekaligus menyesal karena dia sama sekali tidak kepikiran tentang Darsa dan stasiun televisinya. Dan jelas mimik wajah Dini juga cara Darsa menyapanya membuat Christa tak suka. Begitupun Rio yang memang tanpa ekspresi tapi sebenarnya memiliki keingintahuan yang besar di dalam hatinya. Mereka menanti jawaban Dini."Dan ... kamu kenal sama Christa?""Ketemu tadi di dalam Mas. aku ikutan seleksi buat tender catering. Kebetulan Ibu Christa jurinya.""Oh ya, apa kamu yang bikin nasi goreng itu dan menang?" Dini dan Christa jujur saja kaget ketika Darsa langsung menebak begitu.Christa mulai ketar-ketir menunggu jawaban Dini dan sebetulnya dia ingin menerobos bicara untuk menyelamatkan diri
"Mas Darsa, Maaf! Bukannya aku tidak mau menghormati Mas Darsa, tapi aku tidak bisa Mas, aku harus segera pulang. Aku gak bisa tinggalin Anggia.""Kalau gitu biar kuantar ya Dini. Sekalian aku ingin bicara denganmu."Sebetulnya ini opsi yang paling menguntungkan ketimbang jalan kaki. Tapi rasanya Dini masih berat menerima penawarannya.Ada banyak hal yang ada di dalam benaknya yang tidak bisa dijelaskan pada Darsa. Terutama pandangan mata seseorang yang datang bersama Darsa yang menurut Dini cukup mencekam saat tadi Dini tak sengaja menatapnya.Dini tidak mau membuat masalah dengannya selain Dini juga sudah punya perjanjian dengannya dan istrinya. Makanya dia tidak ingin Darsa ikut campur."Tapi janji padaku kalau kita akan bertemu, besok atau lusa, pokoknya dalam minggu ini, bagaimana?""Nanti kukabari ya Mas. Minta nomor telepon Mas Darsa saja. Soalnya aku tidak bawa handphone dan aku nggak hapal nomorku."Darsa menurut. Dia tahu, Dini belum bisa cerita sekarang. Kegusarannya, membu
"Pak Rio, Bagaimana cara Anda mengakui kalau saya adalah istri Anda sedangkan publik tahunya Anda adalah suami dari Ibu Christa. Apa Anda ingin membuka borok Anda sendiri?" pekik Dini menantang.Mungkin karena hubungan antara Rio dengan Dini dulu selalu dilandasi dengan perasaan saling percaya, saling sayang dan mereka juga tidak pernah ribut satu sama lain, dia tidak tahu kalau wanita yang bersamanya sekarang sangat pandai sekali bersilat lidah.Dini yang dulu terlihat selalu menurut padanya kini memang terlihat agak liar.Bukan sekali ini saja dia menantang ucapan Rio. Sebelum-sebelumnya dia juga melakukan hal yang sama dan kalau boleh jujur, Rio juga sempat kewalahan menanggapinya. "Kamu sudah berubah!" ucap Rio dengan suaranya yang berat, dia juga menunjukkan ketidaksukaannya ketika seringai tawanya ikut muncul merespon ucapan Dini."Pantas kamu ditinggalkan oleh suamimu karena mulutmu memang terlalu beracun! Berarti aku seharusnya sangat bersyukur sekali tidak menikah denganmu du
"Kenapa tidak mengangkat teleponku?" mata Rio masih mengintimidasi Dini dan dia belum mengabulkan keinginan Dini untuk membebaskan tubuhnya.Jari tangannya, masih mengaduk-ngaduk rasa yang menyiksa dan menjadikan tubuh Dini menegang, terangsang."Saya tidak bawa handphone tadi.""Sengaja?""Hm, saya mau serius ikutan kompetisinya. Saya sengaja tidak ingin diganggu," dusta Dini yang sebetulnya dia khawatir kalau Rio melacak keberadaannya melalui handphone dan akan tahu di mana dia berada.Ternyata memang dunia sempit. Peluang usaha yang ingin dicoba Dini, membuat hidupnya makin pelik."Padahal aku menyuruhmu fokus membuat tubuhmu lebih berisi. Aku ingin kamu menjaga dan merawat tubuhmu agar aku bisa terangsang membuahimu. Tapi apa? Kamu membuang-buang waktu!" seru Rio yang masih menunjukkan ketidaksukaannya di saat tangan Dini mengepal kuat karena marah dan rasa di intinya makin menyiksa."Pak, bisa kita bicara tanpa Anda mengganggu tubuh saya?""Sayangnya tidak bisa. Semua bagian tubu