Bab25"Kak, ngelamun aja," cetus Erina sembari menyentuh tanganku."Ah, maaf." Aku tersenyum."Pasti mikirin kak Arya, kan.""Yey, apaan coba.""Ngaku aja deh," kekehnya, membuatku mengernyit."Seneng? Sepertinya, kamu benar- benar ingin aku jadi pelakor ya," seruku kesal."Itu bagian dari doaku," sahutnya mantap."Apa?" Aku melotot membuat Erina terkekeh. "Seru kali, Kak. Jika Kakak jadi pelakor di rumah tangga mantan mertua, aku dukung! Semangat," serunya sembari mengangkat tangan tanda dukungan."Ogah," kataku.Erina terkekeh. "Awas saja kalau doaku ini jadi beneran, aku ini anak yang baik, pasti doaku akan dikabulkan.""Ya kira- kira juga kali, Er. Masa aku didoakan jadi pelakor mantan mertua," protesku tak terima."Nggak apa- apa, kan bakal jadi bagian dari keluarga Wijaya juga. Aku senang tau kalau akhirnya Kak Arya sama Kak Elea.""Suka- suka kamu aja deh," jawabku.Erina terkekeh.Ponselku kembali berdering, nama Mas Andre terpampang di layar."Mantan telepon tuh, angkat." Er
Bab26"Ah, Kakakku!" seru Erina memecah kecanggungan. Aku terdiam, malu mendadak yang sudah sangat terlambat.Kulihat sekilas, Ibu Delima mengepalkan tinju dengan tatapan mematikan ke arahku.Erina langsung memeluk Ayah dan membawa lelaki itu mengobrol banyak. Sedangkan aku, kuputuskan untuk bersama Ibu Helena memasuki tempat acara."Bu, makan dulu, biar Delima temani," kata Ibu Delima, menyusul langkah kami."Ibu sudah punya teman, nih." Langkah Ibu Delima terhenti. "Menantu Ibu itu aku, bukan dia," lirih wanita itu, tidak berani mengeraskan suaranya."Oh." Hanya itu sahutan Ibu Helena, aku menutup mulut, mengejek Ibu Delima.Wanita itu mendengkus dan kembali ke depan, untuk menyambut tamu undangan lainnya."Awas saja dia macam-macam, aku tidak segan-segan mempermalukannya," celetuk Ibu Helena."Sabar, kita kan kesini untuk memenuhi undangan saja," kataku pelan. "Iya, tapi raut wajahnya yang songong begitu, rasanya bikin Ibu emosi, El." Aku hanya tersenyum menanggapinya."Wah, ada
Bab27Belum selesai keterkejutanku dengan pesan dari Ayah, masuk juga pesan dari mas Andre.Semakin membuatku heran.[ Kamu sengaja ya, ganjen sama cowok lain di depanku?] Aku mengernyit sembari melihat ke arah pelaminan.Terlihat mas Andre sibuk memainkan ponselnya. Sedangkan Ayah, tidak ada di samping Ibu, entah kemana perginya Ayah."Ada apa?" tanya Erina, yang melihat dengan bingung."Aku harus pulang Er. Kamu sama Ibu, masih lama kah? Jika lama, aku duluan ya.""Loh kenapa, Nak? Ada apa?" tanya Ibu Helena bingung."Kamu marah sama aku, kah?" Ajay juga ikut bertanya."Bukan, bukan itu. Aku lupa, ada sedikit urusan pribadi yang harus aku selesaikan hari ini.""Kakak yakin?" selidik Erina."Yakin. Aku duluan ya," kataku. Erina pun mengangguk walau ekspresi bingung terlihat jelas di wajahnya."Aku antar ya," kata Ajay menawarkan. Aku terdiam sejenak menimbang."Tidak usah, biar saya yang antar Elea," timpal suara yang terdengar dari belakangku.Kami semua menoleh, sosok Ayah terliha
Bab28"El, biar aku aja yang antar kamu," kata Erina. Aku mengangguk."Kakak urus saja wanita itu, bikin mood hilang saja," cerocos Erina nampak kesal.Kulirik wajah Ibu, matanya berkaca- kaca, nampak sekali dia menahan air matanya sekuat tenaga. "Bagaimana rasanya, Bu? Enak kan? Enak dong!" gumamku dalam hati dan tersenyum kecil ke arahnya. Senyum yang penuh dengan ejekkan.Ayah tidak bersuara sama sekali, dia pergi begitu saja meninggalkan ruangan resepsi.Kami pun pulang, tanpa menyapa Ibu Delima sama sekali. Sedangkan kedua orang tua Delia, hanya menatap sinis pada kami saat itu. Nggak peduli juga sih aku.Di kontrakkan, Erina dan Ibu Helena tidak mampir, hanya mengantarku saja.Tidak lama kemudian, rupanya Ayah datang dan mengetuk pintu sedikit keras.Aku membuka daun pintu, setelah memastikan, yang datang itu memang Ayah."Ayah," seruku tersenyum. Namun wajahnya nampak tidak bersahabat dan langsung masuk begitu saja."Tutup pintunya," titahnya dengan dingin. Aku merasa heran de
Bab29"Pulanglah, Ibu Delima pasti sedang mencari Ayah," kataku dengan dingin."Saya mencintai kamu, El." Aku terhenyak, mendengar ucapannya yang tiba- tiba."Saya sayang sama kamu, cinta sama kamu, sungguh," tekannya dengan wajah serius.Aku menyeka air mataku. "Ayah lebih baik pulang ke tempat acara, El tidak ingin membuat masalah apapun pada Ibu Delima," kataku."El, apakah kamu menolak perasaan saya? Katakan sama saya, El. Kalau kamu, tidak suka sama saya," katanya sedikit maksa."Ayah please! Ini nggak lucu. Ayah datang marah- marah, berkata kasar, dan kini? Oh, ini aneh sekali.""Saya serius! Saya tidak pernah main- main dengan perasaan.""Ini gila. Ayah ingat, Ayah itu suami orang.""Saya ingat dan saya sangat sadar. Tapi kamu juga harus tau, saya tidak main- main. Saya mencintai kamu, El."Aku menggeleng. "Percuma cinta, faktanya Ayah adalah suami orang," sahutku kesal. Perasaanku menjadi tidak karuan lagi oleh pengakuan Ayah."Katakan kamu tidak menyukai saya, katakan dengan
Bab30Aku membuka daun pintu dengan cepat. Sosok Ayah berdiri tepat di depanku, dengan buket bunga mawar merah yang sangat indah."Astaga, mengapa Ayah tiba- tiba jadi sangat tampan begini?" gumamku dalam hati. Aku terpesona, seakan tersihir dengan senyuman tipis yang terlihat cool dan akh, susah aku jelaskan."El," serunya, membuatku sedikit terkejut."Ah, iya." Aku tersenyum kaku, mendadak canggung dan sedikit gemetar.Kedua lelaki di belakangnya tiba- tiba mengibarkan sebuah poster besar yang bertuliskan."Menikahlah denganku ELEANOR."Aku tercengang, melihat semua itu. Kedua lelaki itu tersenyum, melihatku yang kebingungan.Kemudian, Ayah menyerahkan bucket bunga mawar itu kepadaku."El, saya tidak pernah main- main dalam hal perasaan, dan saya harap, kamu pun begitu," pintanya dengan lembut.Aku menyambut bucket mawar itu sembari tersenyum."Menikah, apakah ini serius juga?" tanyaku memastikan."Tentu saja." Ayah kemudian mengeluarkan sesuatu dari dalam jasnya. Kotak kecil berwar
Bab31"Seminggu setelah kejadian itu, Delima datang ke rumah orang tua saya, dan mengatakan bahwa saya membunuh suaminya. Delima menceritakan semuanya dengan detail. Dia juga memperlihatkan foto proses pemakaman suaminya dan bukti cctv, bahwa saya lah orang yang mendorong suaminya jatuh ke kolam renang."Ayah menundukkan wajah dan terus mengusapnya. "Semua hancur seketika. Apalagi, Delima mengancam akan memenjarakan saya, Ayah saya langsung syok dan terkena serangan jantung. Ibu histeris, dan mengusir saya dari rumah."Aku sekarang paham, hal inilah yang rupanya membuat Ayah tidak berani menemui Ibunya."Paman, sekaligus pengacara keluarga kami membantu saya untuk berbicara dengan Delima secara kekeluargaan. Hingga akhirnya menemui kata kesepakatan. Saya harus menikahi Delima, untuk menggantikan sang suami sebagai tulang punggung keluarganya.""Apakah ini tidak terasa aneh? Dari mana Ibu Delima tahu alamat rumah orang tua Ayah? Dan mengapa harus menikahinya, padahal kan cukup memberi
Bab32"Apakah kamu meragukan saya?" Ayah bertanya balik padaku."Tentu saja," jawabku cepat tanpa ragu. Ayah mengernyit, ekspresi wajahnya menuntut jawaban jelas."Saya lelaki matang yang tidak suka bermain perasaan.""Tapi bermain hati." Aku menimpali. "Ayah ingin menjadikan aku istri kedua? Wanita simpanan Ayah kan?"Lelaki itu terdiam. "Jika memang itu yang Ayah mau, maaf aku tidak bisa. Karena apa? Posisiku lemah, kapanpun Ayah bisa menyingkirkanku dari kehidupan Ayah, seperti Mas Andre yang membuangku begitu saja.""Saya tidak sejahat itu.""Aku tidak semudah itu untuk percaya," tegasku juga. "Kita akan menikah secara sah, di mata hukum dan agama.""Oh, dengan meminta izin Ibu Delima? Ayah yakin?" "Bukan, kita tidak perlu meminta izinya. Karena saya dan Delima, hingga detik ini, hanya menikah siri.""Apa?" Aku terkejut mendengar penuturan Ayah."5 tahun pernikahan, hanya nikah siri? Sungguh penuh kejutan, Ayah."Lelaki itu mengusap rambutnya sembari menunduk."Faktanya meman