Beranda / Romansa / Menjadi Istri Keponakan sang Mantan / Bab 54 : Pikiran yang Terhenti

Share

Bab 54 : Pikiran yang Terhenti

Penulis: Vanilla_Nilla
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-17 13:06:08

Pintu kamar perawatan terbuka pelan, memperlihatkan sosok dokter yang melangkah masuk dengan berkas di tangan. Jane, yang sejak tadi duduk di kursi samping ranjang, segera bangkit dan menoleh ke arah datangnya dokter tersebut.

Sophia juga ikut menoleh, meskipun tubuhnya masih terasa lemas. Ada ketegangan di wajahnya, tapi ia berusaha untuk mendengar apa pun yang akan dikatakan dokter.

Dokter menghampiri mereka, memberikan senyum tipis sebelum berbicara, "Nona Sophia, bagaimana perasaan Anda sekarang? Apakah masih merasa pusing atau mual?"

Sophia menggigit bibirnya sesaat sebelum menggeleng pelan. "Sedikit pusing, tapi sudah jauh lebih baik," jawabnya lirih.

Dokter mengangguk, lalu melihat sekilas ke berkas di tangannya. "Itu wajar. Kehamilan Anda masih sangat awal, baru menginjak lima minggu, jadi tubuh Anda sedang beradaptasi dengan perubahan hormon."

Mata Sophia sedikit melebar. Meski ia sudah mendengar kabar itu sebelumnya, tetap saja sulit baginya untuk benar-benar men
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 55 : Hati yang Semakin Hancur

    Sophia tidak tahan lagi. Setiap kata yang keluar dari mulut Daniel terasa seperti pisau yang mengoyak hatinya perlahan. Ia menggigit bibirnya, mencoba menahan tangis yang hampir pecah. Napasnya terasa sesak, seakan ada beban berat yang menghimpit dadanya. Tanpa berpikir panjang, ia berbalik dan melangkah pergi meninggalkan ruangan tersebut. Begitu tiba di kamar, ia segera menutup pintu dan bersandar di sana, membiarkan tubuhnya merosot ke lantai. Air mata yang sejak tadi tertahan akhirnya jatuh tanpa bisa ia kendalikan. Tangan Sophia kembali turun ke perutnya, mengusap lembut permukaannya yang masih rata. Ada kehidupan kecil yang sedang tumbuh di dalam dirinya—anak dari pria yang masih mencintai wanita lain. "Kenapa harus sekarang?" bisiknya, suaranya nyaris tak terdengar di antara isakannya. Sementara itu, di dalam kamar Daniel, percakapan antara ayah dan anak itu berlanjut. "Tapi itu dulu ... sebelum dia pergi meninggalkan aku." Mata William menyipit sedikit, menat

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-17
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 56 : Penolakan Daniel

    Sophia memasuki kamarnya dengan gontai. Pikirannya masih kacau setelah mendengar percakapan Daniel dan William. Pintu ia tutup perlahan dengan hati-hati. Sepasang mata coklatnya langsung tertuju pada sebuah laci di sudut ruangan—tempat di mana ia menyimpan obat pemberian ibunya, Rose. Dengan napas yang masih tersengal akibat isakan yang ia tahan sejak tadi, ia berjalan mendekat dan menarik laci itu. Jemarinya sedikit gemetar saat meraih sebuah botol kecil berisi obat. Ia duduk di tepi ranjang, menatap botol itu dengan ekspresi kosong. Pikirannya berputar tanpa henti. "Apa aku harus menggunakan ini sekarang?" Jantungnya berdetak cepat. Ia tahu betul bahwa kehamilan ini adalah sesuatu yang tidak mungkin ia umumkan kepada keluarga Williams. Mereka tidak akan menerimanya. Bukan hanya karena statusnya sebagai istri orang lain, tetapi juga karena anak ini adalah darah daging Daniel—pria yang selama ini hanya menganggapnya sebagai bayangan di balik masa lalunya yang gagal. Tanganny

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-18
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 57 : Rencana Sophia

    David mengusap matanya, berusaha mengusir kantuk yang tiba-tiba menyerangnya. Kelopak matanya terasa semakin berat, seakan sesuatu yang menariknya ke dalam tidur. "Kenapa aku merasa ngantuk sekali …?" gumamnya dengan suara samar. Sophia, yang mendengar keluhan suaminya, segera menghampiri dan menatapnya dengan perhatian. Ekspresi di wajahnya tetap tenang, seolah tidak ada yang aneh. "Mungkin kau terlalu lelah. Ayo, tidurlah dulu. Aku akan membantumu beristirahat." Dengan perlahan, Sophia membantu David merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Tangannya menarik selimut, menyelimutinya dengan perhatian—atau setidaknya, itulah yang terlihat di permukaan. "Apa kau mau aku ambilkan makan dulu?" tanyanya, suaranya terdengar begitu tulus. David menggeleng pelan. "Tidak perlu, aku hanya ingin tidur saja." Matanya yang semula berusaha terbuka kini mulai tertutup rapat-rapat. Tubuhnya terasa semakin berat, kesadaran David perlahan tenggelam dalam kantuk yang tak bisa dilawan. Sophia

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-18
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 58 : Garis Dua

    Di salah satu meja dekat jendela, seorang pria bertubuh tegap duduk dengan tangan terlipat di depan dada. Matanya menatap lurus ke arah pintu masuk, sedari tadi ia sedang menunggu seseorang. Tak lama kemudian, seorang wanita melangkah masuk. Begitu melihat pria yang sedang menunggunya, Sophia langsung berjalan ke arah lelaki itu. John mengangkat alis, ia sedikit tersenyum saat melihat kedatangan Sophia. "Kau akhirnya datang juga." Sophia duduk tanpa basa-basi. Ia meletakkan tasnya di atas meja, lalu menatap pria di hadapannya dengan tegas. "Aku tidak punya waktu untuk berlama-lama, John. Aku butuh bantuanmu." John menyandarkan punggungnya ke kursi, menatap Sophia dengan penuh minat. "Bantuan apa?" "Aku ingin kau mencari tahu siapa yang telah menabrak ayahku." Senyuman John langsung menghilang. Matanya menyipit, menatap Sophia dengan serius. "Kecelakaan yang terjadi beberapa bulan lalu? Kau yakin itu bukan sekadar kecelakaan biasa?" "Aku tidak percaya itu hanya kebetulan.

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-19
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 59 : Kabar Baik & Buruk

    Pagi ini, Sophia dan David menuruni tangga bersama. Tangan Sophia menggapit lengan David, pemandangan itu mengejutkan bagi semua orang yang sudah duduk di meja makan. Biasanya, mereka selalu datang secara terpisah, seolah-olah rumah ini hanyalah tempat singgah bagi dua orang asing yang kebetulan berbagi ikatan pernikahan. Namun, pagi ini berbeda. Daniel yang sedang menuangkan kopi ke dalam cangkirnya tiba-tiba menghentikan gerakannya. Jemarinya mencengkeram pegangan teko sedikit lebih erat, dan rahangnya mengeras saat melihat bagaimana eratnya genggaman Sophia pada David. Apa yang sedang terjadi di sini? Daniel bahkan tidak sadar bahwa ia menuangkan kopi terlalu penuh hingga tumpah ke atas meja. Sementara itu, Anne yang duduk di seberang meja juga tampak tidak senang. Bibirnya tertarik menjadi garis tipis, matanya terlihat begitu marah, saat tertuju pada tangan Sophia yang menggenggam lengan David begitu erat, seakan mereka adalah pasangan suami istri yang paling romantis.

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-19
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 60 : Batu Loncatan

    Anne berdiri di dalam kamar dengan tangan terlipat di depan dada. Wajahnya merah padam karena amarah yang tertahan sejak sarapan tadi pagi. Begitu David masuk dan menutup pintu, Anne langsung meledak. "Kau bilang kau tidak akan pernah menyentuhnya! Kau bilang kau hanya mencintaiku!" ujar Anne begitu kecewa pada David, terlebih saat ia dengar bahwa Sophia sedang hamil. David menghela napas, melepas jasnya dengan santai seolah tak terpengaruh oleh kemarahan Anne. "Tenanglah, Anne. Aku juga tidak menyangka ini akan terjadi." "Tidak menyangka?! Bagaimana bisa kau tidak menyangka kalau kau tidur dengannya?! Kau bilang kau hanya menikahinya demi mendapatkan warisan dari William! Tapi sekarang dia hamil, David! Kau benar-benar menjijikkan!" David mendengkus, menangkupkan kedua tangannya di wajah sebelum menatap Anne dengan lelah. "Aku tidak ingat pernah menyentuhnya, Anne. Kau tahu itu. Aku bahkan yakin dia menjebakku." "Oh, sekarang kau menyalahkan Sophia? Lalu bagaimana dengan ak

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-20
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 61 : Keputusan Daniel

    Rose berdiri di depan cermin, memastikan gaun sederhananya tampak rapi sebelum berbalik ke arah suaminya. Di sisi lain kamar, Robert tengah mengenakan jasnya dengan teliti. "Kau sudah siap?" tanya Rose sambil tersenyum ke arah Robert. Robert mengangguk, lalu mendekati istrinya. "Tentu saja. Hari ini kita akan menemui Sophia. Aku masih tidak percaya anak kita akan menjadi seorang ibu." Rose tertawa kecil, matanya berbinar penuh kebahagiaan. "Aku juga. Aku selalu berharap dia akan memiliki keluarga yang bahagia. Sekarang, dengan kabar ini, setidaknya ada harapan baru untuknya." Robert menarik napas panjang. "Aku hanya ingin memastikan dia baik-baik saja. Aku tahu pernikahannya dengan David tidak mudah, dan aku tidak ingin dia merasa sendirian di saat seperti ini." "Sophia kuat, Robert. Tapi sebagai orang tuanya, kita tetap harus berada di sampingnya, selalu mendukungnya." Robert mengangguk setuju. "Kau benar. Lagipula, kita akan segera menjadi kakek dan nenek. Itu sesuatu yang ha

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-20
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 62 : Sebuah Keputusan Sulit

    Tangan yang sedari tadi bertumpu di pangkuan mengepal erat. Sophia menundukkan kepala sedikit, membiarkan helaian rambutnya menutupi wajah. Dadanya terasa sesak, tapi ia menelan semuanya, berpura-pura kuat. Di seberangnya, Daniel tetap menatap lurus ke depan, seolah kata-katanya barusan bukan sesuatu yang mengejutkan. Sementara itu, Laura yang duduk di sampingnya terlihat sangat bahagia. Mata wanita itu berbinar, bibirnya membentuk senyuman manis yang sulit diabaikan. "Apa yang kamu katakan itu benar, Daniel?” tanya William, seraya melihat ke arah Daniel. Ia masih sulit mempercayai apa yang baru saja keluar dari mulut putranya. Beberapa hari yang lalu, ia sendiri yang bertanya pada Daniel apakah anaknya itu masih mencintai Laura. Saat itu, jawaban Daniel jelas—tidak. Ia sudah melupakan gadis itu. Namun sekarang? Daniel justru mengatakan hal sebaliknya. William menatap putranya dengan tajam. Apa yang sebenarnya ada di pikiran, Daniel? Semantara lelaki yang ditatapnya itu tet

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-21

Bab terbaru

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 102 : Kemarahan Rose

    William duduk di kursi kamarnya, lampu meja menyala redup, menimbulkan bayangan panjang di dinding. Tangannya menggenggam erat amplop yang baru saja ia terima. Amplop itu tampak biasa saja, tapi ia tahu—tidak ada yang benar-benar biasa bila menyangkut keluarganya. Dengan perlahan, ia membuka segel merah tua di ujung amplop. Di dalamnya ada beberapa lembar foto yang langsung membuat napasnya tercekat. Foto pertama, menampilkan Daniel dan Sophia duduk berdampingan di sebuah kafe kecil. Senyum mereka lepas, begitu alami. Lalu foto kedua, saat mereka berpegangan tangan di tepi pantai. Foto ketiga, Daniel sedang memeluk Sophia dari belakang, sambil mencium pelipisnya. Hati William mulai berdegup kencang. Ia membalik beberapa foto lainnya—semuanya menunjukkan kedekatan mereka. Kemudian, ia menemukan selembar surat yang ditulis tangan. Tulisannya rapi, namun terlihat lama. Mungkin surat itu ditulis bertahun-tahun lalu. "Untuk siapa pun yang membacanya, jika kau menemukan surat ini, mung

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 101 : Kekacauan William

    Langkah kaki William terdengar pelan namun berat saat ia keluar dari ruang rumah sakit. Pundaknya sedikit membungkuk, dan tongkat yang biasa ia genggam dengan tenang kini terasa seperti beban tambahan yang tak bisa ia lepaskan. Lewis, ketua pelayan setia yang sejak dulu menemani kehidupan keluarga Williams, menyambutnya dengan sorot mata penuh tanya. "Tuan, bagaimana dengan keadaan Nyonya Sophia?" tanyanya hati-hati, menjaga nada suaranya agar tak terdengar terlalu mendesak. Namun William hanya menggeleng pelan. Tak sepatah kata pun keluar selain bisikan lirih, "Kita kembali saja ke mansion." "Baik, Tuan," jawab Lewis dengan anggukan sopan sebelum ia berjalan cepat ke arah mobil, membuka pintu belakang dan membantu William masuk dengan penuh kehati-hatian. Mobil melaju pelan meninggalkan gedung rumah sakit, membawa keheningan yang begitu pekat di dalam kabin. William menatap kosong ke luar jendela, menyaksikan lampu-lampu kota yang lewat bagai bayangan tak bermakna. Namun pi

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 100 : Kenyataan Pahit

    Kelopak mata Sophia bergerak perlahan, seakan berusaha keluar dari kegelapan yang menyelimutinya. Napasnya masih lemah saat akhirnya matanya terbuka lebar. Pandangannya kabur sesaat sebelum akhirnya menangkap sosok yang duduk di samping ranjangnya. "Daniel ...," gumamnya lemah. Mendengar namanya dipanggil, Daniel yang sejak tadi tenggelam dalam pikirannya langsung tersentak. Dengan cepat, ia menghapus air mata yang sempat jatuh di pipinya. Ia tak ingin Sophia melihatnya dalam keadaan seperti ini. "Kau sudah bangun," suaranya terdengar serak, tapi ia tetap berusaha terdengar tenang. Sophia mengerjapkan matanya, mencoba memahami apa yang terjadi. Namun, ada sesuatu yang aneh. Daniel tampak berbeda. Wajahnya pucat, matanya memerah seolah telah menahan tangis terlalu lama. "Kenapa kamu menangis?" Ini pertama kalinya Sophia melihat Daniel dalam keadaan seperti ini—terlihat begitu hancur, begitu rapuh. Daniel menggeleng pelan. "Tidak apa-apa," jawabnya, meski jelas sekali itu bohong.

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 99 : Kepingan Hati

    "Tidak mungkin ... Ini semua tidak mungkin ...." Mata David menatap kosong ke lantai rumah sakit, sementara pikirannya berputar tak karuan. Ia tidak pernah menginginkan kehamilan Sophia sejak awal. Ia menolak dengan keras, menuduh anak itu bukan miliknya. Tapi seiring waktu, perlahan ia mulai menerimanya—terutama setelah William menjanjikan saham sebagai bagian dari tanggung jawabnya sebagai seorang ayah. Namun sekarang, semuanya sia-sia. David mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras. Rencana yang sudah ia susun dengan matang kini berantakan begitu saja. Ia tak tahu harus merasa sedih, kecewa, atau marah. Yang pasti, sesuatu di dalam dirinya terasa kosong. Tatapannya kemudian beralih ke arah pintu ruang perawatan yang masih tertutup rapat. Di balik pintu itu, Sophia masih berjuang dengan kondisinya yang belum stabil. Ia mengembuskan napas panjang, mencoba menenangkan diri. Tapi tetap saja, pikirannya kacau. Apakah ini hukuman untuknya karena sejak awal menolak anak itu? Atau

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 98 : Kehilangan

    Suara jeritan Sophia menggema di seluruh lorong mansion Williams, Daniel yang mendengar itu langsung berlari secepat mungkin ke arah sumber suara. "Sophia!" Ia tidak tahu apa yang terjadi, tapi firasatnya mengatakan sesuatu yang buruk telah menimpa wanita itu. Saat ia tiba di tangga besar mansion, napasnya tertahan. Sophia tergeletak di anak tangga, tubuhnya setengah terduduk dengan tangan bertumpu pada salah satu undakan. Pakaiannya kusut, dan yang lebih mengejutkan—darah segar mengalir dari kakinya, sampai membentuk genangan merah di lantai marmer. Daniel berlari menuruni tangga. "Sophia!" Ia segera berjongkok di hadapan wanita itu, tangannya refleks menyentuh perut Sophia. Sophia mengangkat wajahnya yang pucat, matanya berkabut menahan sakit. "Daniel …" suaranya lemah, hampir tidak terdengar. Daniel melihat tangan Sophia juga berlumuran darah. "Apa yang terjadi?!" Sophia membuka mulut, seolah ingin menjawab, tapi sebelum satu kata pun keluar, kepalanya terkulai ke sa

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 97 : Alibi Sophia

    Flash Back. Anne berdiri di balik pintu yang sedikit terbuka, napasnya tertahan saat mendengar percakapan di dalam ruangan. Matanya menyipit tajam, memperhatikan setiap gerakan Sophia dan Daniel. Sejak awal, ia sudah merasa ada yang aneh dengan kedekatan mereka. Tatapan penuh perhatian, sentuhan yang terlalu akrab—semuanya terasa lebih dari sekadar hubungan biasa. Dan kini, bukti itu ada di depan matanya. Tangannya bergerak cepat mengambil ponsel dari saku. Dengan hati-hati, ia mengangkatnya dan membidik kamera ke arah Daniel yang tengah mengelus perut Sophia, wajahnya dipenuhi kelembutan. Klik. Satu foto berhasil ia abadikan. Anne menahan senyumnya. Ini akan sangat menarik. Tanpa ragu, ia mengetik pesan singkat di ponselnya sebelum mengunggah foto tersebut. "Kau harus melihat ini. Aku rasa kau akan sangat menyukainya." Tombol kirim ditekan, dan dalam hitungan detik, pesan itu terkirim ke Laura. Anne menatap layar ponselnya dengan penuh kepuasan. Ia tahu betul bagaimana L

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 96 : Janji yang Terucap dalam Diam

    Ruangan kerja Daniel yang berada di mansion Williams terasa lebih hangat dari biasanya. Cahaya lampu temaram menambah suasana nyaman di dalamnya. Di atas meja kerja, beberapa dokumen tersusun rapi, menunjukkan kesibukan Daniel akhir-akhir ini. Namun, saat ini, perhatiannya hanya terfokus pada satu hal—wanita yang tengah duduk di sofa, yang kini menjadi pusat dunianya. Sophia duduk dengan santai, tubuhnya sedikit bersandar ke belakang, satu tangannya mengelus lembut perutnya yang semakin membesar. Ada cahaya keibuan di wajahnya, sesuatu yang membuat Daniel tak bisa mengalihkan pandangan. Dengan langkah tenang, Daniel mendekat sambil membawa sesuatu di tangannya. Ia duduk di samping Sophia, menatapnya sejenak sebelum akhirnya menyerahkan benda itu. "Aku membeli ini untuk anak kita," katanya sambil menunjukkan sepasang sepatu bayi mungil berwarna pink. "Tapi aku tidak tahu apakah dia akan menyukainya." Mata Sophia melembut, senyum tipis muncul di wajahnya. Ia menerima sepatu itu den

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 95 : Tidak Asing

    Benturan keras masih terasa di tubuh Daniel, napasnya sedikit tersengal saat kesadarannya perlahan pulih. Suara klakson mobil lain terdengar samar, diiringi teriakan beberapa orang yang bergegas mendekat ke arah mobilnya. Mobil yang menabraknya telah melaju pergi begitu saja, meninggalkan bekas tabrakan di bagian samping mobil Daniel. Ia masih berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi, saat itu juga ketukan terdengar di jendela kaca mobilnya. Tok, tok, tok. "Pak, apa Anda baik-baik saja?" suara seorang pria terdengar khawatir dari balik kaca. Daniel mengerjapkan mata, masih sedikit pusing, lalu menekan tombol untuk menurunkan kaca jendela. Udara malam yang dingin langsung menyapa wajahnya. "Aku baik-baik saja," jawabnya dengan suara yang sedikit serak. "Terima kasih." Pria yang mengetuk kaca tadi menghela napas lega. "Syukurlah. Saya melihat mobil itu menabrak Anda lalu kabur begitu saja. Haruskah saya menelepon polisi?" Daniel menggeleng pelan. "Tidak perlu. Aku bisa mengur

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 94 : Kesepakatan yang Menguntungkan

    "Terima kasih atas kerja sama Anda, Mr. Lancaster," ujar Daniel sambil menjabat tangan pria di hadapannya. Mr. Edward Lancaster, seorang investor ternama yang memiliki jaringan luas di sektor properti dan pembangunan, mengangguk dengan ekspresi puas. "Kau memiliki visi yang kuat, Mr. Williams. Aku suka cara berpikirmu," ujarnya. Saat ini, Daniel sedang berada di ruang pertemuan eksklusif di lantai tertinggi sebuah hotel bintang lima, menemui klien penting untuk mengamankan investasi di proyek lahan perbukitan barat. Kawasan itu telah lama menjadi target pengembangan, tetapi hanya sedikit investor yang berani mengambil risiko karena akses dan infrastruktur yang masih terbatas. Namun, Daniel bukan pria yang mudah menyerah. Sejak awal presentasi, ia telah menyiapkan setiap data dengan matang—rencana pembangunan, prospek keuntungan jangka panjang, hingga strategi pengembangan akses jalan yang akan meningkatkan nilai lahan tersebut secara signifikan. Salah satu poin utama yang berha

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status