Menjadi Istri Keponakan sang Mantan

Menjadi Istri Keponakan sang Mantan

last updateLast Updated : 2025-05-27
By:  Vanilla_NillaUpdated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
1 rating. 1 review
111Chapters
1.5Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Sophia memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Daniel setelah lelah mencoba melunakkan hati pria itu selama lima tahun. Ia kemudian menyanggupi pilihan orang tuanya yang ingin menikahkan Sophia dengan pria lain. Namun, siapa sangka pria yang akan ia nikahi tersebut adalah keponakan sang mantan? Tidak hanya itu, kenapa Daniel kemudian menunjukkan penyesalan dan menginginkan Sophia kembali padanya?

View More

Chapter 1

Bab 1 : Bara di Balik Pengkhianatan

“Berani-beraninya kau mengkhianatiku, Daniel. Kau pikir kau bisa bersenang-senang bersama mereka tanpa peduli perasaanku.”

Sophia Gabriella berdiri di pintu masuk bar, tubuhnya kaku seperti patung. Sepasang matanya yang biasanya hangat, kini memancarkan api amarah yang membara.

Pemandangan di depannya mengiris hatinya tanpa ampun. Daniel, lelaki yang selama ini ia cintai, terlihat begitu nyaman dikelilingi oleh wanita-wanita yang tertawa riang di sampingnya.

Namun, yang lebih menyakitkan bagi Sophia adalah cara wanita-wanita itu memperlakukan Daniel. Mereka duduk terlalu dekat, tubuh mereka seolah sengaja bersentuhan dengan Daniel setiap kali mereka bergerak. Salah satu dari mereka, perlahan menyentuh lengan Daniel, jari-jarinya yang lentik bermain di sepanjang otot-otot Daniel yang terlihat di balik lengan kemeja yang tergulung.

Daniel tidak menepis sentuhan itu. Sebaliknya, ia tetap tenang, bahkan menoleh sedikit untuk membalas candaan mereka. Jelas terlihat, ia menikmati perhatian yang diberikan oleh wanita-wanita itu, tanpa mempedulikan bahwa ada seseorang yang hatinya sedang hancur berkeping-keping di pintu masuk bar.

Dengan langkah tegas, Sophia berjalan melewati kerumunan. Sepatunya yang berhak tinggi menghasilkan bunyi tegas di lantai kayu. Beberapa pasang mata kini mengarah padanya. Namun, perhatian itu tidak membuatnya gentar. Sophia berhenti tepat di depan meja Daniel.

Daniel mendongak perlahan, menatap wanita yang ada di hadapannya. Tidak ada rasa bersalah di matanya sedikit pun. “Sophia.”

Nama itu meluncur dari bibirnya, begitu ringan, seolah ia tidak tahu badai yang telah menumpuk di hati wanita itu.

Sophia tidak menjawab. Ia melepas jaket kulit hitam yang melekat di tubuhnya, memperlihatkan gaun merah yang pas di tubuhnya. Sekilas, ia sama seperti wanita-wanita yang ada di bar itu. Tanpa meminta izin, ia meraih gelas minuman di atas meja Daniel, lalu meneguknya hingga tandas. Cairan itu membakar tenggorokannya, tetapi ia tidak peduli.

Ia meletakkan gelas itu dengan keras ke meja. “Apa aku tidak pernah cukup untukmu?” Suaranya tenang, tapi ada bara api di setiap katanya.

Daniel mengangkat satu alis. “Apa yang kamu bicarakan, Sophia?”

Sophia mendekat, matanya menatap tajam seperti belati. Tangannya meraih kerah kemeja Daniel, menariknya hingga wajah mereka hanya berjarak beberapa inci. “Aku sudah memberikan semuanya untukmu, Daniel. Waktuku, perasaanku, hidupku. Tapi kau? Kau bahkan tidak bisa menghargai hubungan ini!”

Wajah Daniel tetap tenang, meski ada kilatan emosi singkat di matanya. “Aku tidak pernah memintamu melakukan semua itu,” balasnya dengan suara rendah. “Kamu yang memilih untuk bertahan.”

Kata-kata itu menghantam Sophia seperti gelombang dingin. Apakah bertahan di sisi Daniel adalah salahnya?

Selama lima tahun terakhir, Sophia yang selalu berusaha menjaga hubungan ini tetap bertahan. Ia yang selalu meminta maaf, bahkan ketika bukan ia yang bersalah. Dengan sabar, Sophia selalu menunggu Daniel untuk berubah, berharap suatu hari pria itu akan mencintainya dengan tulus seperti ia mencintai Daniel. Tapi selama itu pula, Sophia yang harus menelan pahitnya kenyataan bahwa perasaannya tidak pernah benar-benar dibalas.

“Coba katakan padaku. Apa kurangku selama ini? Apa aku kurang baik untukmu? Apa aku kurang sabar menghadapi sikapmu yang selalu dingin padaku?”

Perasaan itu datang lagi—sensasi sesak yang seolah menekan dada Sophia. Ia mencoba menahan air mata, tapi semakin berusaha, semakin sulit baginya untuk bernapas. Lima tahun bukan waktu yang sebentar. Lima tahun ia menekan dirinya sendiri demi Daniel, menahan kecewa demi hubungan yang hanya ia perjuangkan sendirian.

“Apa kamu benar-benar tidak pernah peduli padaku? Aku sudah memberikan segalanya, Daniel. Segalanya ....”

Mata Daniel sedikit menyipit, tapi ia tidak menjawab. Sebaliknya, ia hanya mengangkat gelasnya lagi, menyesap cairan yang ada di dalamnya, seolah-olah ucapan Sophia hanya angin lalu yang tidak layak mendapatkan perhatiannya.

“Lihat aku!” bentak Sophia. “Lihat aku, Daniel! Jangan terus berpura-pura seperti aku tidak ada di sini!”

Bar seketika terasa lebih sunyi, atau mungkin hanya perasaan Sophia yang terlalu terfokus pada pria di depannya. Ia tidak peduli dengan mata-mata yang mulai melirik ke arah mereka. Malu? Tidak ada rasa itu lagi. Yang tersisa hanyalah keinginan untuk mendapat jawaban, sebuah pengakuan, apa pun yang bisa membuktikan bahwa ia tidak salah memilih pria ini.

Namun Daniel tetap dingin. Ia akhirnya meletakan gelasnya ke meja, lalu berkata, “Apa lagi yang kamu inginkan dariku, Sophia?”

Pertanyaan itu membuat Sophia kehilangan kata-kata. Apa lagi? Apakah Daniel tidak tahu? Atau, lebih tepatnya, apakah ia tidak peduli? Hati Sophia serasa diremas, sakitnya begitu nyata hingga ia ingin menjerit. Tapi ia tahu, jeritannya tidak akan mengubah apa pun.

“Kalau kamu merasa lelah, kamu tahu pintu keluar ada di sana.” Jari Daniel menunjuk ke arah pintu bar tanpa menoleh. “Aku tidak pernah memaksamu untuk bertahan.”

Sophia terdiam. Pernyataan itu seperti belati yang menusuk tepat ke jantungnya. Selama ini, ia mencoba menenangkan dirinya dengan berpikir bahwa Daniel butuh waktu. Bahwa pria ini mencintainya, hanya saja tidak tahu bagaimana caranya menunjukkan. Tapi sekarang, di bawah lampu bar yang suram, kebenaran itu menyakitkan—Daniel tidak pernah benar-benar peduli.

Lima tahun ia bertahan, lima tahun ia mengorbankan dirinya, hanya untuk mendengar bahwa ia bisa pergi kapan saja.

Udara di sekitar mereka terasa menyesakkan. Sophia menatap Daniel, mencoba menemukan sesuatu di matanya—penyesalan, kehangatan, atau setidaknya setitik rasa cinta. Tapi yang ia lihat hanyalah kekosongan. Pria itu tidak berubah, dan mungkin tidak akan pernah berubah.

Sambil menahan napas, Sophia menarik dirinya mundur perlahan. “Aku bodoh. Bodoh karena berharap kamu bisa berubah.”

Daniel tidak merespons. Ia hanya meneguk minuman terakhirnya sebelum kembali bersandar di kursi, seolah-olah momen itu sama sekali tidak penting baginya.

Sophia tahu, saat itu juga, bahwa ia harus pergi. Bukan karena Daniel memintanya, tetapi karena ia akhirnya sadar, ia tidak pantas diperlakukan seperti ini.

“Baiklah, jika kamu ingin aku pergi, aku akan pergi.”

Daniel mengangkat alis, bibirnya melengkung membentuk senyum sinis yang membuat Sophia semakin terluka. “Kamu selalu mengatakan itu, tapi nyatanya, kamu selalu kembali padaku.”

“Kali ini aku benar-benar lelah. Kamu bebas sekarang. Kamu bebas melakukan apa saja yang kamu inginkan. Aku tidak akan melarangmu lagi. Aku tidak akan mencari atau mengganggumu lagi. Tenang saja, Daniel, kamu tidak akan menemukanku di sudut mana pun.”

Daniel menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan santai, seperti seorang raja yang sedang menilai bawahannya. Wajahnya tampak tanpa cela—hidung mancung sempurna, rahang tegas yang membuatnya terlihat begitu maskulin. Namun, yang paling mencolok adalah matanya—tajam seperti elang yang mengintai mangsanya, seolah mampu membaca setiap pikiran Sophia.

Ia memiringkan kepala sedikit, memindai Sophia dari kepala hingga ujung kaki, bibirnya melengkung membentuk senyum tipis. “Mau coba lari dariku?”

Lelaki itu segera berdiri. Sosoknya yang tinggi dan tegap membuat siapa pun yang melihatnya sulit mengalihkan pandangan. Ia melangkah maju perlahan, memperkecil jarak di antara mereka. “Sejauh apa pun kamu lari. Aku pasti akan menemukanmu.”

Sophia berjalan mundur setiap kali Daniel melangkah maju. Jarak di antara mereka semakin berkurang, hingga Sophia merasa sudut pandangnya hanya dipenuhi oleh sosok pria itu. Namun, tanpa ia sadari, langkah mundurnya terhenti ketika tubuhnya menabrak seorang bartender yang sedang membawa minuman.

Sophia tersentak kaget. “Hh, hah ….”

Praang!

Gelas-gelas di atas nampan itu jatuh berserakan, suara kaca pecah bergema di antara dentuman musik bar. Cairan berwarna-warni membasahi lantai dan sepatu Sophia, membuat suasana di sekitar mereka sejenak teralihkan.

Sang bartender mengumpat pelan sambil jongkok untuk membersihkan kekacauan itu, sementara Sophia berbalik cepat, wajahnya memerah karena malu. Namun, sebelum ia sempat meminta maaf, Daniel sudah lebih dulu berbicara.

“Tsk, lihat apa yang kamu lakukan?” ucapnya datar, tapi bibirnya menyunggingkan senyum tipis yang membuat Sophia semakin merasa terkunci di dalam permainan pria itu. “Bahkan saat mencoba menjauh dariku, kamu tetap membuat kekacauan.”

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Fiera Mohd
cerita best..tajuk ny menjadi istri ponakan mantan..tpi cerita ny mcm lebih ke deniel lelaki utama ny
2025-02-27 19:12:41
2
111 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status