Share

Seperti Mimpi

Dua bulan lalu.

"Saya ingin mengambil kunci kamar atas nama Adriana Kirani," ucap Adriana pada petugas resepsionis hotel yang sedang berjaga.

"Tunggu sebentar," balas wanita itu, lalu menunduk mencari kunci kamar Adriana.

Adriana memutar tubuhnya, membelakangi meja resepsionis. Dia mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Hotel yang dia kunjungi saat ini tampak sangat mewah dan elegan. Dia tidak mungkin bisa menginap di sini tanpa campur tangan Airin, sahabatnya.

"Ini kuncinya."

Adriana langsung membalikkan badannya. Dia menerima kunci itu, mengucapkan terima kasih secara singkat. Setelahnya dia berjalan dengan langkah panjang masuk ke dalam lift yang terbuka. Dia menekan tombol menuju lantai kamarnya.

Adriana membuka pintu, dan ternyata kamarnya sangat luas dengan ranjang tunggal yang lebar. Adriana langsung menjatuhkan tubuhnya di atas kasur yang empuk. Dia tertawa lebar, rasa bahagia mulai menghinggapi dirinya. Menginap di hotel ini merupakan sebuah pengalaman yang menakjubkan di umurnya yang ke dua puluh tiga.

"Aku tidak mungkin menerima ini," ucap Adriana seminggu sebelumnya saat Airin menyodorkan dua lembar tiket pesawat pulang pergi padanya.

“Kau bisa menerimanya. Ini hadiah dariku. Anggap saja kau butuh liburan untuk melupakan masalahmu dengan Dito. Laki-laki itu tidak pantas mendapatkan cintamu,” balas Airin dengan nada berapi-api.

Adriana sangat mengerti niat baik sahabatnya itu. Airin juga merasa sangat sakit hati atas pengkhianatan Dito pada dirinya. Setelah hubungan kasih mereka berlangsung selama dua tahun, laki-laki itu tega berselingkuh darinya. Dito menjalin kasih dengan wanita yang umurnya jauh di atas laki-laki itu hanya karena wanita itu lebih kaya dan mapan.

“Terima kasih atas perhatianmu.” Adriana langsung memeluk Airin erat.

Adriana tahu dia bisa mengandalkan sahabatnya kapan saja. Mereka telah bersahabat sejak SMA. Meskipun Airin berasal dari keluarga kaya, Airin tidak keberatan bersahabat dengan Adriana yang notabene berasal dari keluarga tidak berpunya.

Tiba-tiba ponsel Adriana terdengar berdering, membawa dia kembali ke dunia nyata. Dia buru-buru meraih tasnya, mengambil ponselnya. Sebuah nama tertera di layar, rupanya Airin yang meneleponnya.

"Halo ...."

"Bagaimana perjalananmu?" tanya Airin di seberang sana.

Adriana tersenyum lebar. "Cukup menyenangkan, sekaligus melelahkan," jawab Adriana antusias.

"Tapi semua kelelahan yang kau dapat terbayar lunas saat kau sampai di hotel," seloroh Airin.

Adriana mengangguk beberapa kali. "Ya, kau memang benar. Tentunya semua itu berkat bantuan yang kau berikan padaku."

"Kau tidak usah bilang seperti itu. Aku memberinya karena tidak ingin melihatmu terpuruk lebih lama. Laki-laki seperti Dito tidak pantas kau ratapi," ucap Airin disertai suara geraman yang jelas.

"Terima kasih. Aku menikmati suasana di sini. Meskipun aku belum sempat keluar dari kamar, rasanya sangat menyenangkan bisa melupakan hiruk-pikuk kehidupan di Jakarta."

Adriana menurunkan kedua kakinya. Dia berjalan perlahan menghampiri sisi jendela. Tangannya terulur menarik tirai hingga pemandangan di luar kamarnya menarik perhatiannya.

"Nikmatilah waktu tiga hari dua malammu di pulau Bali. Aku harap saat kau kembali, kau tidak lagi memikirkan lak-laki brengsek itu," umpat Airin secara terang-terangan.

Adriana terkekeh. "Aku pastikan, setelah pulang ke Jakarta, aku sudah melupakan dia."

Airin tidak memperpanjang obrolan mereka. Dia segera mengakhiri panggilan teleponnya. Adriana pasti membutuhkan istirahat, jadi dia tidak ingin mengganggu sahabatnya itu.

Setelahnya Adriana memutuskan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Seluruh badannya terasa lengket oleh keringat. Selain itu dia ingin menyegarkan kepalanya yang terasa berat.

Lima belas menit berlalu, Adriana keluar kamar mandi hanya mengenakan jubah tebal berwarna putih. Dia bersenandung lirih seraya tersenyum lebar. Tapi, tubuhnya mendadak membeku saat matanya bersirobok dengan sepasang mata yang menatap tajam ke arahnya. Mulutnya ikut menganga lebar.

"Siapa kau?!" tanya Adriana spontan dan lantang karena dilanda kepanikan.

Adriana mencengkeram tali jubahnya erat, takut pakaian yang dia pakai terlepas begitu saja, lalu menampakkan tubuhnya yang tidak mengenakan apa-apa di balik itu. Di depannya berdiri seorang laki-laki yang menjulang tinggi dengan tubuh besar dan berotot. Laki-laki itu sama terkejutnya seperti dirinya.

***

Daren tidak sengaja menemukan secarik kertas berupa catatan yang ditulis oleh Adriana, istrinya, di laci meja kerjanya. Catatan itu berupa alamat sebuah hotel di Bali. Niatnya semula adalah mencari dokumen berisi kontrak kerjasama perusahaan dengan perusahaan konstruksi yang akan dia serahkan pada kakaknya, tapi tidak ketemu. Daren memilih mengabaikan pencariannya, lalu menatap kertas itu cukup lama. Saat membaca nama hotel yang tertera di sana, Daren pun kembali teringat obrolannya dengan Adriana dulu.

"Aku sudah menyiapkan hadiah untuk bulan madu kita nanti," ucap Adriana dua hari sebelum hari pernikahan mereka.

"Apa hadiahnya? Kau tahu sendiri aku paling tidak suka adanya kejutan," timpal Daren lalu merapikan helaian rambut Adriana yang diterpa angin sore.

Adriana langsung merengut. Kedua tangannya terlipat di depan dada. Dia menggeser tubuhnya, sedikit menjauh dari Daren.

Melihat calon istrinya tengah merajuk, Daren menangkupkan tangannya di wajah Adriana. Dia mengamati wajah Adriana dengan teliti. Entah kenapa hari ini Adriana tampil lebih cantik dari biasanya.

"Kau bisa berhenti cemberut sekarang. Aku ingin mendengar hadiah apa yang kau siapkan untuk bulan madu kita," bisik Daren pelan di telinga Adriana.

Lalu, dia meniup leher kekasihnya itu dengan lembut. Tindakannya itu berhasil membuat Adriana menggelinjang karena merasa geli. Dia pun tertawa lepas, puas karena berhasil membuat Adriana kembali tersenyum.

"Kita akan pergi ke Bali selama beberapa hari. Kau tidak perlu khawatir karena kepergian kita tidak akan mengganggu jadwal kerjamu," ucap Adriana buru-buru karena Daren ingin memotong ucapannya.

Daren mengerutkan keningnya. Bagaimana bisa Adriana mengatakan hal itu? Padahal Adriana tahu selama ini dia selalu sibuk bekerja.

"Aku sudah memeriksa jadwalmu. Kau bisa mengambil cuti selama tiga hari. Tentunya tidak dalam waktu dekat." Adriana berhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Lebih tepatnya empat bulan lagi."

"Baiklah kalau itu maumu. Kita bisa ke sana nanti," balas Daren dengan suara menenangkan. Dia menarik tubuh Adriana agar mendekat ke arahnya, lalu memeluknya erat.

Masa sekarang. Daren mengerjapkan matanya. Kejadian itu rasanya baru berlangsung kemarin. Begitu nyata dan masih membekas di dalam ingatannya.

Daren menimbang sebentar. Daren lalu memutuskan untuk pergi ke Bali. Sendirian. Walaupun tidak bersama Adriana, dia berjanji akan menikmati masa liburannya.

Daren berangkat ke Bali dua hari berikutnya. Dia memutuskan mampir ke sebuah klub sebelum mendatangi hotel tempat dia menginap. Rasanya sungguh berat untuk datang ke hotel itu bila kenangan Adriana selalu muncul di kepalanya.

Arrgh.

Daren mengerang keras. Kepalanya terasa pusing dan berputar-putar saat keluar dari klub. Dia benar-benar mabuk setelah menghabiskan dua botol minuman. Kini jalannya sempoyongan saat sampai di hotel itu.

“Aku ingin mengambil kunci atas nama Adriana ….”

Daren belum menyelesaikan kalimatnya saat petugas resepsionis menyerahkan sebuah kunci kamar. Dia tidak berkata apa-apa lagi, lalu menerima kunci itu. Dia bergegas menuju kamarnya.

Klik. Daren mendorong pintu kamar itu terbuka. Sinar terang dari lampu kamar sempat menyilaukan matanya sejenak. Dia langsung membeku, tubuhnya kaku saat melihat Adriana tengah menunggu dirinya.

"Adriana...." panggil Daren seraya tersenyum lebar. Dia bergegas menghampiri Adriana.

"Aku merindukanmu," ucap Daren setelahnya. Dia menarik tubuh Adriana, lalu memeluknya erat.

Detik selanjutnya Daren meraih wajah Adriana. Dengan membabi-buta dia memagut bibir Adriana yang ranum menggoda. Tidak dibiarkannya Adriana lepas dari pelukannya.

Tidak berhenti sampai di sana. Kedua tangan Daren mulai sibuk bekerja. Dia melucuti pakaian yang membelit tubuh Adriana. Juga, dia melakukan hal yang sama pada pakaiannya sendiri. Tidak menunggu lama dia merebahkan tubuh mereka di atas kasur untuk melakukan penyatuan.

"Aku mencintaimu," bisik Daren seraya tersenyum puas.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status