Share

Penghinaan

Satu jam kemudian.

Adriana masih terisak. Kejadian beberapa saat yang lalu masih tercetak jelas di dalam benaknya. Dia begitu tidak berdaya saat laki-laki asing yang kini berbaring di sampingnya sambil memeluknya, menodai dirinya dengan paksa. Kesucian yang dia jaga selama ini direnggut oleh laki-laki itu. Sia-sia usaha yang dia lakukan untuk melepaskan diri dari serangan brutal itu.

Adriana benar-benar tidak berdaya. Rasa nyeri di pangkal pahanya membuat dia meringis kesakitan. Tidak hanya itu. Seluruh tubuhnya dipenuhi bekas-bekas kecupan dari bibir kotor laki-laki itu. Dia pun bergidik ngeri sekaligus jijik.

"Jangan pergi," ucap laki-laki itu saat Adriana hendak beranjak dari tempat tidur. Pelukannya di tubuh Adriana semakin bertambah erat.

"Lepaskan aku." Akhirnya Adriana bisa bersuara. Dia menepis tangan itu dengan kasar.

Laki-laki itu bergerak, mengerang keras sambil memegang kepalanya. Dia menegakkan punggungnya, lalu menoleh ke arah Adriana. Kedua matanya membelalak lebar.

"Siapa kau?" tanya laki-laki itu disertai suara geraman.

Adriana bangun dari posisi berbaringnya. Dia memegang erat selimut yang menutupi tubuh polosnya. Pelan-pelan dia melenan ludahnya yang terasa pahit.

"Aku penghuni kamar ini,"katanya tegas.

"Tidak mungkin. Aku lah yang seharusnya berada di sini," sergah laki-laki itu.

Adriana mendengus kesal. Bisa-bisanya orang itu mengakui sebagai penghuni kamar ini. Padahal dia lah penghuni sebenarnya.

“Pasti telah terjadi kesalahpahaman,” tukas Adriana.

Tidak mungkin dua orang berbeda menghuni satu kamar yang sama. Pihak hotel pasti telah melakukan kesalahan. Dia harus memastikannya.

“Tidak ada kesalahpahaman. Kau lah yang salah masuk ke sini,” ucap laki-laki itu.

“Bagaimana aku bisa melakukan kesalahan? Aku telah melakukan reservasi sebelumnya, dan mendapatkan kunci di meja resepsionis,” tukas Adriana.

Laki-laki itu memicingkan matanya. “Kau pasti sedang berbohong, dan berpikir bisa mengelabui diriku,” balas dia. “Atau jangan-jangan kau telah mencuri kunci kamar ini," tuduhnya langsung.

Adriana menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Dia merasa heran. Mimpi apa dia semalam sehingga hari ini dia bertemu dengan laki-laki asing sombong dan menuduh dia yang bukan-bukan? Seumur hidup dia telah belajar untuk tidak berbohong, atau mencuri sesuatu yang bukan miliknya.

"Setelah semua yang kau lakukan padaku, kau bisa berkata seperti itu. Sungguh tidak bisa dipercaya." Adriana mengingatkan. Dia menunjuk dirinya sendiri, lalu pada laki-laki itu.

“Dengar Tuan. Aku tidak tahu siapa dirimu. Namamu, pekerjaanmu, dan semua yang melekat di tubuhmu. Lalu, bagaimana bisa kau menuduhku yang bukan-bukan tanpa memberi bukti yang jelas ?"

Laki-laki itu mengerutkan keningnya. Sepertinya dia sedang berpikir dan -ingat apa yang telah dia lakukan sebelumnya. Lalu dia diam seribu bahasa.

Adriana bangkit berdiri. Dia mengangkat gagang telepon. Dia harus menghubungi siapa saja, entah resepsionis atau manajer hotel ini untuk mengatasi masalah ini.

"Halo ....Ini dari kamar 1112. Saya ingin meminta tolong karena telah terjadi masalah di kamar saya," ucap Adriana begitu panggilan teleponnya tersambung. "Baik, saya akan menunggunya."

Adriana membalikkan tubuhnya. Dia menatap laki-laki itu dengan sorot mata setajam silet. Dia bertekad tidak akan takut pada sikap mengintimidasi yang dipancarkan oleh lawan bicaranya.

"Aku telah menghubungi resepsionis. Dia akan memberi penjelasan tentang kekeliruan ini," kata Adriana tanpa mengalihkan tatapannya.

Adriana memungut jubah mandinya. Buru-buru dia memakainya. Dia tidak ingin meninggalkan kesan yang buruk pada petugas hotel yang akan menemuinya di sini.

Laki-laki itu melakukan hal yang sama. Dia mengambil pakaiannya yang berserakan di lantai. Setelah itu dia hanya diam, seolah kehabisan kata-kata.

"Selamat malam. Perkenalkan, saya manajer hotel ini. Kalau boleh tahu, apa masalah yang saat ini sedang Anda hadapi?" tanya wanita yang mengaku sebagai manajer itu dengan senyum cerah terkembang setelah masuk ke kamar Adriana.

Adriana berdeham sedikit sebelum menjawab pertanyaan si manajer. Dia menoleh sebentar ke arah tamu tidak diundang itu. Dia harus bergegas bila ingin masalah ini cepat selesai.

"Maaf sebelumnya karena menggangu waktu Anda yang berharga," ucap Adriana basa-basi. "Tuan di sana masuk ke kamar ini, dan menuduh saya masuk ke kamarnya tanpa ijin. Sebenarnya saya lah penghuni kamar ini, tapi Tuan itu bersikeras saya lah yang bersalah."

"Beri saya waktu sepuluh menit untuk menyelesaikan persoalan ini," balas wanita itu. Dia meraih ponsel di saku bajunya, lalu menghubungi seseorang.

"Maaf, apa Tuan bersedia memperkenalkan diri pada kami sehingga kami bisa meluruskan masalah ini?" tanya si manajer seraya menatap laki-laki itu lurus.

Laki-laki itu berjalan mendekat. "Nama saya Daren Liew. Saya datang ke sini karena istri saya telah memesan satu kamar di hotel ini untuk kami." Dia melirik tajam ke arah Adriana, "Tapi dia telah menempati kamar kami tanpa ijin terlebih dahulu," ucapnya tegas. Dia melihat Adriana dengan tatapan tajam.

Selang lima menit kemudian seorang wanita muda muncul di tengah-tengah mereka dengan wajah pucat pasi. Wanita itu terlihat ketakutan dengan bibir bergetar. Dia menundukkan kepalanya dalam. Dia membisikkan sesuatu di telinga si manajer.

"Sepertinya ada kesalahpahaman di sini. Kami mendapati salah satu pegawai kami telah melakukan kesalahan karena kesamaan nama depan Nona ini dengan istri Tuan," ujar si manajer hati-hati.

Adriana terkesiap saat mendengar penjelasan si manajer. Pantas saja laki-laki itu menuduh dia macam-macam. Semua disebabkan oleh kesamaan nama depannya dengan istri laki-laki bernama Daren Liew itu.

Benang kusut itu akhirnya terurai. Petugas resepsionis lah yang telah melakukan kesalahan karena tidak meneliti nama panjang istri Daren Liew dengan namanya. Adriana kini bisa bernapas lega.

"Kamar ini memang disediakan untuk Nona Adriana Kirani. Sedangkan kamar Tuan ada di lantai lain," ucap si manajer dengan nada suaranya yang bergetar. "Setelah ini saya memastikan tidak akan ada kekeliruan lagi. Saya akan mengantar Tuan menuju kamar Anda," pungkas dia mengakhiri polemik di antara mereka semua.

Adriana memutar kepalanya. Dia melihat tubuh Daren yang kaku. Wajahnya memerah menahan amarah yang kentara. Kedua tangannya terkepal erat.

"Terima kasih. Maaf kalau saya mengganggu istirahat Anda," kata Adriana, lalu mengantar kedua wanita itu pergi.

Adriana memutar tubuhnya. Dia berjalan mendekati Daren pelan-pelan. Emosi yang menggelegak kini memenuhi dadanya.

"Sekarang, apakah kau sudah puas?" sindir Adriana.

"Itu bukan murni kesalahanku," elak Daren tidak mau disalahkan begitu saja.

"Kau masuk ke kamar ini. Lalu ....." Adriana tidak sanggup melanjutkan kata-katanya. "Lihat apa yang kau perbuat padaku."

"Sekarang apa maumu?" tanya Daren gusar.

Dia menjambak rambutnya. Samar-samar ingatannya muncul ke permukaan. Sebelumnya dia mabuk berat. Tanpa dia sadari dia telah merenggut kegadisan Adriana.

"Apa hanya itu yang bisa kau ucapkan? Setelah semua yang kau lakukan padaku, kau masih bertanya apa mauku." Adriana berjalan cepat mendekati Daren. Tangannya terangkat, lalu menampar pipi Daren keras.

"Kembalikan semua seperti semula!" teriak Adriana histeris disertai bulir-bulir bening yang membasahi pipinya. "Kau harus bertanggung jawab karena menghancurkan hidupku.

Daren tidak berkata apa-apa. Wajahnya terlihat kaku. Permintaan Adriana sungguh tidak masuk akal.

"Aku tidak mungkin menikahimu karena aku tidak mencintaimu. Aku mengaku bersalah. Aku melakukannya dalam kondisi mabuk, dan tidak mengenalimu."

"Dasar pengecut!" ucap Adriana. Dia mundur satu langkah, menjauhi Daren.

"Sebutkan nomor rekeningmu. Aku akan mengganti kerugianmu dengan sejumlah uang yang sangat besar," kata Daren selanjutnya.

"Lupakan saja. Aku tidak membutuhkan uang busukmu," balas Adriana dengan mata berapi-api. "Sebaiknya kau segera meninggalkan kamar ini. Saat aku kembali, aku harap dirimu sudah pergi dari sini."

Adriana masuk ke dalam kamar mandi. Dia menyalakan kran di bak mandi. Di sana dia menangis sejadi-jadinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status