Beranda / Romansa / Menjadi Istri Putera Mahkota / 7. Parachute, Chocolate Cake, and a Friend

Share

7. Parachute, Chocolate Cake, and a Friend

Penulis: Sashie Rahma
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-08 15:16:24

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Hamdan.

Rebecca mengangguk. Ia menunduk dan menatap jemarinya yang memainkan pinggiran cangkir tehnya. Setelah kejadian memalukan yang berhubungan dengan parasut tadi, Rebecca benar-benar tidak punya muka untuk menghadapi Hamdan. Tapi kini ia justru berakhir di Godiva duduk berhadapan dengan Hamdan.

Setelah bebas dari gulungan parasut dan mendapat tatapan aneh serta menjadi bahan tertawaan banyak orang, Hamdan memaksa Rebecca untuk ikut bersamanya. Memaksa Rebecca duduk di kursi nyaman yang berada di sudut dalam lalu memesankan chocolate pecan cake, teh dan pistachio macaron.

'Bagaimana perasaanmu?" Hamdan kembali bertanya karena Rebecca tak kunjung menjawab pertanyaannya.

"Baik," jawab Rebecca singkat. Menghilangkan gugup yang sedari tadi tidak juga menghilang, Rebecca menyesap tehnya.

"Apa kau masih bekerja?" Hamdan menelusuri penampilan Rebecca yang masih memakai chef jacket dan dasi.

"Tidak, aku sudah selesai."

"Lalu kenapa kau tidak pulang dan justru berada di pantai?" Hamdan memicingkan matanya.

"Ah... itu, aku hanya mencari udara segar sebelum pulang, setelah dari pantai aku berencana untuk pulang," jelas Rebecca. Sebuah senyuman lembut terulas di bibirnya.

"Ada yang harus kita bicarakan, tapi kita butuh privasi" ujar Hamdan. Kepalanya bergerak ke kiri dan ke kanan. Lalu tangannya memberi isyarat. Tidak lama kemudian beberapa orang laki-laki termasuk Ali mendatangi tempat duduk mereka.

Hamdan memberi instruksi yang tidak Rebecca mengerti karena Hamdan berbicara dengan bahasa emirati. Beberapa laki-laki tersebut menganggukkan kepalanya lalu bergerak menyebar ke seluruh restoran.

"Apa yang kau bicarakan pada mereka?"

"Hanya beberapa instruksi untuk membuat restoran ini lebih private untuk kita," Hamdan tersenyum lalu menatap Rebecca lekat, "aku ingin bicara tentang kita, apa kau terganggu dengan foto-foto yang tersebar di media?" sambung Hamdan.

Rebecca mengernyit, dadanya berdesir saat ia mendengar kata 'kita' terucap dari bibir Hamdan. Rasa yang sama seperti yang dulu ia rasakan pada Adrian. Oh Adrian, bagaimana kabarnya sekarang....

Benar kata Hamdan. Beberapa pengunjung yang tadi duduk di dekat mereka kini dipindahkan ke teras dan hanya menyisakan mereka berdua di dalam ruangan. Beberapa laki-laki yang Rebecca duga adalah pengawal Hamdan tengah berdiri di beberapa titik mengawasi sekitar.

"Rebecca, jawab pertanyaanku," Hamdan terdengar tidak sabar karena Rebecca kembali tak menjawab pertanyaannya.

"Ah, maaf. Apa?"

"Oh ya Allah... sedari tadi kau tidak mendengarkanku," Hamdan menggeram tertahan. Gadis benar-benar. Sejak pertama bertemu sudah berhasil membolak-balikkan emosi Hamdan. "Aku bertanya apa pendapatmu tentang foto kita yang tersebar dan disalah artikan oleh orang lain," tambah Hamdan.

"Aku sangat terganggu." Jawaban singkat Rebecca berhasil membuat Hamdan membelalak tak percaya. Tidak menyangka jika gadis di hadapannya ini begitu terus terang. Di suatu saat ia terlihat pemalu, lalu berubah menjadi tertutup, tapi detik berikutnya ia bisa sangat terus terang dan berani. Sangat menarik.

"Aku minta maaf, aku sudah berusaha meminta temanku untuk membuat beberapa media berhenti memberitakan hal salah tentang kita tapi tidak semuanya berhasil. Justru kecurigaan mereka semakin bertambah," jelas Hamdan panjang lebar.

"Apa sebenarnya yang mereka beritakan? Aku tidak mengerti," Rebecca menatap Hamdan meminta penjelasan.

"Emm, ya seperti pada umumnya, kita punya hubungan khusus, bahkan ada yang mengatakan jika kita merahasiakan pernikahan kita dan memiliki anak," Hamdan menunggu reaksi Rebecca, "meskipun sebenarnya aku tidak keberatan," Hamdan tersenyum lebar saat Rebecca menatapnya horor.

"Ini mengerikan. Lalu apa yang harus kita lakukan?" tanya Rebecca.

"Kurasa untuk saat ini lebih baik kita diam saja. Aku akan melakukan klarifikasi jika apa yang mereka beritakan semakin tak terkontrol," Hamdan tersenyum menenangkan. Terbias janji di kilat mata Hamdan yang entah kenapa berhasil membuat Rebecca merasa lega.

Hamdan melirik jam tangan yang melingkar di tangan kirinya, "silahkan nikmati minumanmu, aku harus pergi terlebih dulu, ada pertemuan yang harus kudatangi." Hamdan memundurkan kursinya hendak berdiri.

"Emm, Sir," panggil Rebecca.

"Ya?" Hamdan menatap Rebecca dengan kepala yang ia miringkan pada satu sisi dan menatap Rebecca penuh tanya.

"Maaf, apa kau bisa mengantarku kembali ke Burj Al Arab? A—aku meninggalkan dompet dan ponselku disana," takut-takut Rebecca menatap Hamdan.

"Baiklah, ayo," Hamdan bangkit dari duduknya. Berdiri menunggu Rebecca yang masih merapikan ujung baju kerjanya. Sengaja menunggu Rebecca untuk mempersilahkan Rebecca berjalan di depannya.

Rebecca menggigit bibir bawahnya. Demi Allah ia sangat malu karena harus meminta sesuatu pada Hamdan. Tapi jangan salahkan ia, salahkan Hamdan yang dengan seenak hatinya menyeret Rebecca masuk ke dalam mobil dan membawanya ke Godiva.

Di tempat parkir Ali menunggu di depan Mercedes Benz G63 warna hitam bermesin V8 biturbo dengan plat nomor bertuliskan 'DUBAI II'.

"Rebecca ikut mobil kita," kata Hamdan.

Ali mengangguk lalu membukakan pintu penumpang untuk Rebecca. Setelah mengucapkan terima kasih Rebecca masuk ke dalam mobil dan mengambil tempat duduk terjauh tepat di ujung dekat pintu. Kemudian disusul oleh Hamdan yang duduk di sebelahnya. Hamdan juga duduk di dekat pintu mobil, sehingga jarak di antara mereka sangat lebar.

Pintu mobil kembali terbuka, Ali muncul dengan seorang anak kecil di gendongannya, ia menampakkan wajah bersalahnya. "Maafkan aku, tapi Mohammed menangis meminta satu mobil denganmu," jelas Ali.

Hamdan mengangguk paham lalu merentangkan tangannya untuk menerima Mohammed. Kemudian Hamdan mendudukkan Mohammed di antara dirinya dan Rebecca. Menghela napas panjang, Hamdan bersyukur karena ada Mohammed yang akan menghilangkan rasa canggung mereka.

"Rebecca, kenalkan... temanku Mohammed," ujar Hamdan. Lalu ia berbicara pada Mohammed dengan bahasa emirati. Beberapa detik kemudian Mohammed mengalihkan pandangannya pada Rebecca, tersenyum lebar memamerkan deretan gigi susunya. Tanpa diduga Mohammed berdiri dari duduknya dan menubruk Rebecca, memeluk leher Rebecca erat.

"Dia menyukaimu Rebecca," Hamdan tersenyum seraya mengusap kepala Mohammed.

Rebecca menatap Hamdan tak percaya.

"Dia memelukmu karena dia menyukaimu Rebecca. Itu tandanya Mohammed menganggapmu sebagai temannya."

Begitu juga bagiku, batin Hamdan.

To be continued....

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menjadi Istri Putera Mahkota    45. Love Has No Reason

    "Kau mau membaca habibti?" tanya Hamdan. Tangannya membolak-balik lipatan surat kabar mencari headline yang menarik hatinya. Hal itu tak lepas dari pengamatan Rebecca. Namun Rebecca tertegun saat salah satu surat kabar berbahasa inggris yang biasa menjadi langganan Rebecca dan warga asing lainnya justru menampakkan gambar dirinya dengan headline bertinta merah yang dicetak besar-besar. Begitu juga dengan Hamdan. Ia sempat tertegun beberapa saat. Namun ketika tersadar ia segera menutupi tajuk 'Is She Worth It' tersebut dengan harian Dubai yang menyajikan berita Global Economic Syariah yang akan diselenggarakan di Italy bulan depan.Mata cokelat kelamnya mencari mata Rebecca. Hamdan merasakan dadanya berdenyut nyeri saat ia dapat melihat luka di mata Rebecca. "Rebecca... habibti," panggil Hamdan. "Hei, jangan fikirkan itu. Bukankah aku sudah mengatakan padamu jangan memedulikan anggapan orang lain. Jangan dengar apapun jika itu dari orang lain. Lihat aku dan hanya dengar kata-kataku,"

  • Menjadi Istri Putera Mahkota    44. Is She Worth It?

    Kenapa aku baru melihatnya sekarang?" "Melihat apa?" Hamdan menjawab pertanyaan Rebecca dengan sebuah pertanyaan. Tangan kanannya terus menggenggam erat jemari halus Rebecca dan mengayunkannya ke depan-belakang. "Frosty," jawab Rebecca singkat. Kedua mata lebarnya berbinar, nampak sekali jika ia sedang antusias. "Oh itu," gumam Hamdan seolah tak peduli. Membuat Rebecca mencebikkan bibirnya. Sinar bahagia di matanya kini berganti dengan sebuah kekesalan yang tidak ditutup-tutupi."Dan...." Rebecca merengek lalu berusaha melepaskan genggaman tangan Hamdan.Hamdan tersenyum. Ia berhasil membuat Rebecca kesal dan juga merengek meminta perhatian. Selama ini Rebecca tak pernah sekalipun merengek manja meminta perhatian. Tapi kalau merengek karena, emm... sentuhan Hamdan, rasanya jemari di kedua tangannya sudah tak dapat lagi menghitung berapa jumlahnya."Frosty baru saja dikirim kesini pagi tadi. Dua bulan lalu ia kutitipkan di rumah bibi Fatima untuk dikawinkan. Dan setelah berhasil, pa

  • Menjadi Istri Putera Mahkota    43. Aku Menginginkanmu... Lagi.

    Mereka berdiri di pijakan batu di english garden yang baru beberapa hari ini ditata ulang karena permintaan Rebecca yang menginginkan Agapanthus warna biru ditambahkan disana. Tinggal beberapa meter saja mereka sampai di kamar, tapi keduanya terpatri dan berdiri membeku seakan-akan ada gaya gravitasi yang membuat mereka tak dapat menggerakkan tubuhnya."Aku bahagia melihat senyummu, tapi aku tersanjung saat melihatmu tertawa karena aku," ujar Hamdan. Suaranya serak dan dalam. Tiba-tiba saja mulut Rebecca terasa kering.Tak kuasa menatap mata Hamdan dalam waktu yang lama, Rebecca menundukkan kepalanya. Sekaligus untuk menyembunyikan pipinya yang merona. Rebecca terkesiap tatkala jemari kasar khas lelaki menyentuh pipinya. Rebecca memejamkan mata, tatkala merasakan ibu jari Hamdan mengusap sudut matanya lalu bergerak menyusuri rahang Rebecca dan berakhir di bibir bawahnya.Hamdan tertegun saat jemarinya menyentuh kelembutan Rebecca. Ia baru menyadari jika efek Rebecca begitu dahsyatnya.

  • Menjadi Istri Putera Mahkota    42. Dimulai Dengan Senyuman

    Rebecca dan Shammah berjalan beriringan melewati jalan bebatuan yang membelah rerumputan hijau nan empuk di halaman depan House of Falasi, hampir pukul sepuluh malam, seharusnya mereka berdua sampai di rumah tidak lebih dari pukul sembilan.Namun sifat Shammah yang manipulatif membuat Rebecca tidak bisa menolak saat Shammah mengajaknya mampir ke Laduree menikmati secangkir teh ditemani dengan Macaroon rasa vanilla mereka yang legendaris. Sedangkan Shammah memilih Cheese Cake dan Tiramissu.Sejak keluar dari Hamdan bin Mohammed Smart University Shammah terus-terusan mengoceh dengan ceria. Sifatnya hampir berbanding terbalik dengan seluruh kakak perempuannya. Shammah lebih terlihat seperti Ahmed versi perempuan. Mungkin sewaktu kecil Shammah menjadikan Ahmed sebagai pahlawannya. Remaja itu juga tak henti-hentinya memuji Rebecca. Membuat Rebecca kehilangan kata-kata dan hanya menanggapinya dengan senyuman. Jujur ia tak tahu harus menanggapi Shammah seperti apa. Seumur hidup baru kali in

  • Menjadi Istri Putera Mahkota    41. The Lady Al Rasheed

    Rebecca gelisah di tempat duduknya. Mengabaikan Shammah yang sedari tadi mengoceh entah tentang apa. Hanya kuku patah dan pashmina kusut yang dapat Rebecca tangkap. Sejak meninggalkan House of Falasi, Rebecca hanya bisa meremas-remas tangannya gusar. Siang tadi Hamdan diperbolehkan pulang setelah hasil CT scan, MRI, dan beberapa tes lainnya menunjukkan jika Hamdan tidak mengalami cidera yang berbahaya. Sampai di rumah, sekretaris Hamdan, Mr. Owaisi mendatangi mereka dan menyampaikan jika malam ini Hamdan harus datang di acara penyambutan mahasiswa baru di Hamdan bin Mohammed Smart University. Melihat keadaan Hamdan saat ini, tidak memungkinkan untuknya menyampaikan sambutan. Agak disayangkan memang. Karena seperti biasanya sambutan Hamdan adalah hal yang paling ditunggu-tunggu. Selain Hamdan adalah pemilik Universitas berkualitas internasional tersebut, Hamdan juga selalu menyampaikan pesan-pesan yang selalu menjadi motivasi bagi seluruh mahasiswa. Awalnya Rebecca mengusulkan agar

  • Menjadi Istri Putera Mahkota    40. Pembelaan Pembelaan Kecil

    "Dia memang kurang ajar, baru kemarin menikah tapi bertingkah konyol dan membuat istrinya menangis. Bukankah seharusnya ia bermesraan dengan istrinya? Kenapa dia justru kencan dengan parasut kuning menjijikkan itu?" Ahmed mencibir namun dengan nada bicara yang penuh humor. Dan berhasil. Guyonan garingnya menimbulkan senyum tipis di bibir Rebecca.Sekuat hati Rebecca menahan diri agar tidak menghambur dan memeluk Hamdan. Ada Sheikha Hind disana. Sejak mendengar pembicaraan suami dan ibu mertuanya, Rebecca menjadi lebih segan kepada Sheikha Hind. Menit demi menit Rebecca tetap bertahan dengan posisinya. Bahkan ia tidak menyingkir sedikitpun saat teman-teman Hamdan pamit untuk pulang. Yang Rebecca lakukan hanya merapal doa, memohon agar Hamdannya baik-baik saja. Ahmed pun sudah lelah karena kakak iparnya selalu menolak permintaannya agar duduk di sofa. Dalam diam mereka memerhatikan Hamdan yang masih belum sadar. Perlahan kelopak mata Hamdan bergerak-gerak. Sekian detik berikutnya Hamd

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status