Share

11. Gala salting

"Aku salah a-pa? Tega sekali mereka menghujatku padahal selama ini aku nggak pernah sekalipun berbuat jahat pada mereka."

Di dalam salah satu bilik toilet, Mentari menangis sejadi-jadinya menyalurkan rasa sesak di dadanya.

Dia tak habis pikir dengan semua orang yang berpikiran buruk tentang dirinya. Padahal mereka pun tau, selama ini dirinya tak pernah berperilaku yang mencerminkan bahwa ia adalah seorang perempuan murahan seperti yang orang-orang katakan.

Mentari mematut dirinya di depan cermin. Matanya yang memerah dan sembab membuatnya lebih mirip Drakula dari pada manusia.

Pikiran Mentari langsung tertuju kepada seseorang, yaitu suaminya.

"Maafin Tari, Kak Gala! Tadi Tari nggak jawab pertanyaan, Kak Gala. Saat ini Tari benar-benar butuh sendiri." Menteri bergumam lirih saat teringat dengan suaminya yang tadi ia abaikan.

Pastinya Gala akan kesulitan menemui Mentari karena gadis itu pergi ke toilet yang jarang dikunjungi.

Mentari terus saja meratapi nasibnya yang malang. Entah dosa apa yang ia perbuat hingga hidupnya sepahit ini dan cobaan selalu saja menghampirinya silih berganti.

Mentari tidak tau saja bahwa sekarang nama baik dirinya sudah bersih kembali berkat suaminya sendiri. Justru sekarang malah Fania yang menjadi bahan cibiran satu kampus.

Puas menangis di dalam toilet, Mentari memilih untuk keluar karena ia ada kelas sebentar lagi.

Berada ditempat yang sama dengan Mentari, kini Fania alias adik tiri Mentari yang super jahat sedang marah-marah di depan wastafel toilet.

"Brengsek! Gue nggak terima Gala si miskin itu permaluin gue di depan banyak orang. Harusnya Mentari yang kehilangan harga diri bahkan.. kalau perlu didepak dari kampus ini sekalian, biar jelas kalau dia emang nggak punya masa depan lagi."

Mulut Fania terus komat kamit mengumpati Gala dan Mentari dengan sumpah serapah bahkan Fania telah mengabsen seluruh penghuni kebun binatang untuk mengumpati Gala dan Mentari.

"Gue bakal bales penghinaan ini dengan yang lebih parah dari ini," tangan Fania yang tengah bertopang pada wastafel ia kepalkan kuat-kuat.

Ia benar-benar tidak punya muka lagi untuk menghadapi orang-orang di kampus ini. Dan itu semua gara-gara Gala, Fania jadi punya dendam kesumat kepada Gala yang sering ia juluki si miskin.

"Cih ... dasar miskin yang nggak punya apa-apa! Dia kira dia siapa coba? Berani banget dia main-main sama gue?"

Memang dasarnya Fania itu tidak sadar diri. Dia mengatakan Gala tidak punya apa-apa sementara dirinya sendiri juga tidak punya apapun untuk dibanggakan.

Mobil, rumah dan segalanya yang Fania nikmati saat ini adalah milik Mentari. Semua itu dibeli atas nama Mentari, jadi kelak saat Mentari menuntut haknya maka semuanya akan berpindah kepadanya.

Meskipun Marwan, ayahnya Mentari itu selalu menuruti keinginan istri barunya. Tapi entah mengapa semua miliknya ia atas namakan untuk Mentari.

Entah apa alasan Marwan, bahkan disaat ibu Fania meminta suaminya untuk memindahkan nama surat-surat rumah, mobil, bahkan tanah yang sangat luas milik Marwan atas nama Fania, Marwan selalu menolak mentah-mentah.

Dan itu berhasil membuat Fania semakin kesal.

Ceklek

Perhatian Fania teralihkan saat mendengar salah satu pintu bilik toilet terbuka. Mata Fania menajam menatap Mentari lah yang ternyata menghuni toilet itu sedari tadi.

'Ternyata si bodoh itu yang ada didalam disana dari tadi,' tutur Fania dalam hati.

Seakan tak berminat mengganggu Mentari hari ini. Fania kembali membalikkan tubuhnya dan kembali menatap cermin.

"Lo beruntung karena gue lagi bad mood buat bully elo," gumam Fania tanpa menoleh kebelakang karena ia sudah dapat melihat rupa Mentari dari pantulan cermin besar di depannya.

Mentari sama sekali tidak menghiraukan Fania. Untuk saat ini Mentari hanya butuh banyak beristighfar karena pikirannya tengah tidak stabil dan mudah terpancing emosi.

Kalau sampai Fania mengajak ribut sekarang. Bukan tidak mungkin Mentari akan ikut marah dan membalas kembali Fania dengan yang lebih parah.

Tanpa berkata sepatah katapun, Mentari keluar dari toilet dan berjalan lunglai menuju kelasnya.

"Gara-gara semua ini aku jadi nggak minat lagi buat masuk kelas," lirih Mentari teramat pelan.

Ia takut suaranya didengar oleh orang lain dan berakhir dirinya akan dikira sudah gila setelah di difitnah sebagai wanita tidak baik.

Kalau saja Mentari tidak memikirkan beasiswanya, mungkin saja Mentari akan langsung pulang saat ini juga.

"Nah itu Mentari." Arumi menunjuk seseorang yang membelakangi dirinya, Gala dan Alzi.

"MENTARI TUNGGU!"

Suara teriakan itu berhasil membuat langkah gontai Mentari terhenti. Tanpa menoleh kebelakang sekalipun, Mentari sudah tau siapa pemilik suara itu.

"Sayang, kamu dari mana aja? Kita bertiga udah nyariin kamu dari tadi." Gala langsung memutar bahu Mentari untuk menatap langsung wajah sang istri.

"Maafin aku udah bikin kalian khawatir!" lirih Mentari dengan wajah tertunduk.

"Ck!" Alzi berdecak kesal. "Ini bukan soal maaf dari elo. Wajar kita bertiga khawatir, gue tau banget tadi lo lari-lari sambil nangis," cerocos Alzi tanpa jeda.

Mentari menghela nafas kasar sambil mendongak menatap Gala.

Dan mata sembab Mentari adalah hal pertama yang Gala lihat.

"Kamu nangis sendirian dimana, hm?" tanya Gala mode serius.

"Maaf, Kak Gala! Tadi aku abis dari toilet." Mentari kembali menunduk.

Kali ini Mentari merasa takut melihat tampang menyeramkan Gala yang Mentari kira sedang marah kepadanya.

Padahal tidak sama sekali. Gala tidak marah kepada Mentari, tapi marah kepada dirinya sendiri yang telat datang membantu istrinya dan juga semua orang yang telah menambah luka batin Mentari.

"Gal, muka lo yang kayak adonan rempeyek itu bikin bini lo takut." Alzi yang sedari tadi bertopang dagu menonton drama FTV live Gala dan Mentari tiba-tiba menyelutuk tak jelas.

Meskipun dengan cara yang tak jelas seperti itu. Tapi Gala tau kalau apa yang Alzi sampaikan benar adanya.

Sepertinya Menteri salah paham dengan wajah marah Gala.

Menghela nafas dalam-dalam lalu menghembuskan secara perlahan demi meredam rasa marah di dadanya yang tengah membuncah.

Tanpa memperdulikan keadaan sekitar yang tengah ramai dengan para mahasiswa dan mahasiswi yang berlalu lalang. Gala menarik pelan tubuh kecil Mentari ke dalam pelukannya.

Mentari yang dipeluk tiba-tiba melebarkan matanya. Ia tak menyangka Gala berani memeluk dirinya dihadapan banyak orang seperti ini.

"Maafin Kakak, Sayang! Lagi lagi Kakak gagal jagain kamu," lirih Gala dengan suaranya yang serak.

Melihat kesedihan Mentari adalah titik kelemahan Gala yang paling besar.

"Nggak Gal, lo udah berhasil jagain Mentari. Buktinya aja, lo udah berhasil pulihin nama baik Mentari lagi," sela Arumi.

Menurut Arumi, Gala sudah sangat baik dalam melindungi sahabatnya.

"Arumi bener, Gal. Lo keren banget hari ini, lo bisa bikin nama baik istri lo kembali bersih di mata orang-orang," tambah Alzi.

Mendengar pernyataan sepasang kekasih yang jarang akur itu Mentari mengernyit tak paham.

Mentari mendorong pelan dada bidang Gala agar pelukan mereka terlepas.

"Maksud kalian apa? Emangnya Kak Gala abis ngapain?"

"Gala berhasil bikin lo nggak dihujat lagi dan semua orang nggak bakalan hina lo lagi," jawab Arumi dengan tatapan lurus kedepan dan juga senyum tipis yang terukir di wajahnya.

"Gimana caranya Kakak lakuin itu? Aku 'kan udah di cap buruk banget sama semua orang?" Belum puas dengan jawaban yang diberikan oleh Arumi, Mentari mendongak menatap mata Gala meminta penjelasan.

"Kamu nggak perlu tau. Yang jelas sekarang kamu udah aman dari hujatan semua orang."

Dari perkataan Gala, Mentari sudah paham kalau suaminya yang baik hati itu tidak mau memberi tahu dirinya.

Mentari juga tidak memaksa Gala untuk bercerita. Toh, yang terpenting sekarang adalah satu masalahnya sudah terangkat dan Mentari bisa menjalani kehidupan yang lebih tenang selama belajar di kampus.

"Kakak benar-benar suami yang paling perfect," puji Mentari membuat Gala salah tingkah.

Wajahnya bahkan memerah.

"Gini toh ya rasanya nonton drakor secara live?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status