"Aku salah a-pa? Tega sekali mereka menghujatku padahal selama ini aku nggak pernah sekalipun berbuat jahat pada mereka."
Di dalam salah satu bilik toilet, Mentari menangis sejadi-jadinya menyalurkan rasa sesak di dadanya.Dia tak habis pikir dengan semua orang yang berpikiran buruk tentang dirinya. Padahal mereka pun tau, selama ini dirinya tak pernah berperilaku yang mencerminkan bahwa ia adalah seorang perempuan murahan seperti yang orang-orang katakan.Mentari mematut dirinya di depan cermin. Matanya yang memerah dan sembab membuatnya lebih mirip Drakula dari pada manusia.Pikiran Mentari langsung tertuju kepada seseorang, yaitu suaminya."Maafin Tari, Kak Gala! Tadi Tari nggak jawab pertanyaan, Kak Gala. Saat ini Tari benar-benar butuh sendiri." Menteri bergumam lirih saat teringat dengan suaminya yang tadi ia abaikan.Pastinya Gala akan kesulitan menemui Mentari karena gadis itu pergi ke toilet yang jarang dikunjungi.Mentari terus saja meratapi nasibnya yang malang. Entah dosa apa yang ia perbuat hingga hidupnya sepahit ini dan cobaan selalu saja menghampirinya silih berganti.Mentari tidak tau saja bahwa sekarang nama baik dirinya sudah bersih kembali berkat suaminya sendiri. Justru sekarang malah Fania yang menjadi bahan cibiran satu kampus.Puas menangis di dalam toilet, Mentari memilih untuk keluar karena ia ada kelas sebentar lagi.Berada ditempat yang sama dengan Mentari, kini Fania alias adik tiri Mentari yang super jahat sedang marah-marah di depan wastafel toilet."Brengsek! Gue nggak terima Gala si miskin itu permaluin gue di depan banyak orang. Harusnya Mentari yang kehilangan harga diri bahkan.. kalau perlu didepak dari kampus ini sekalian, biar jelas kalau dia emang nggak punya masa depan lagi."Mulut Fania terus komat kamit mengumpati Gala dan Mentari dengan sumpah serapah bahkan Fania telah mengabsen seluruh penghuni kebun binatang untuk mengumpati Gala dan Mentari."Gue bakal bales penghinaan ini dengan yang lebih parah dari ini," tangan Fania yang tengah bertopang pada wastafel ia kepalkan kuat-kuat.Ia benar-benar tidak punya muka lagi untuk menghadapi orang-orang di kampus ini. Dan itu semua gara-gara Gala, Fania jadi punya dendam kesumat kepada Gala yang sering ia juluki si miskin."Cih ... dasar miskin yang nggak punya apa-apa! Dia kira dia siapa coba? Berani banget dia main-main sama gue?"Memang dasarnya Fania itu tidak sadar diri. Dia mengatakan Gala tidak punya apa-apa sementara dirinya sendiri juga tidak punya apapun untuk dibanggakan.Mobil, rumah dan segalanya yang Fania nikmati saat ini adalah milik Mentari. Semua itu dibeli atas nama Mentari, jadi kelak saat Mentari menuntut haknya maka semuanya akan berpindah kepadanya.Meskipun Marwan, ayahnya Mentari itu selalu menuruti keinginan istri barunya. Tapi entah mengapa semua miliknya ia atas namakan untuk Mentari.Entah apa alasan Marwan, bahkan disaat ibu Fania meminta suaminya untuk memindahkan nama surat-surat rumah, mobil, bahkan tanah yang sangat luas milik Marwan atas nama Fania, Marwan selalu menolak mentah-mentah.Dan itu berhasil membuat Fania semakin kesal.CeklekPerhatian Fania teralihkan saat mendengar salah satu pintu bilik toilet terbuka. Mata Fania menajam menatap Mentari lah yang ternyata menghuni toilet itu sedari tadi.'Ternyata si bodoh itu yang ada didalam disana dari tadi,' tutur Fania dalam hati.Seakan tak berminat mengganggu Mentari hari ini. Fania kembali membalikkan tubuhnya dan kembali menatap cermin."Lo beruntung karena gue lagi bad mood buat bully elo," gumam Fania tanpa menoleh kebelakang karena ia sudah dapat melihat rupa Mentari dari pantulan cermin besar di depannya.Mentari sama sekali tidak menghiraukan Fania. Untuk saat ini Mentari hanya butuh banyak beristighfar karena pikirannya tengah tidak stabil dan mudah terpancing emosi.Kalau sampai Fania mengajak ribut sekarang. Bukan tidak mungkin Mentari akan ikut marah dan membalas kembali Fania dengan yang lebih parah.Tanpa berkata sepatah katapun, Mentari keluar dari toilet dan berjalan lunglai menuju kelasnya."Gara-gara semua ini aku jadi nggak minat lagi buat masuk kelas," lirih Mentari teramat pelan.Ia takut suaranya didengar oleh orang lain dan berakhir dirinya akan dikira sudah gila setelah di difitnah sebagai wanita tidak baik.Kalau saja Mentari tidak memikirkan beasiswanya, mungkin saja Mentari akan langsung pulang saat ini juga."Nah itu Mentari." Arumi menunjuk seseorang yang membelakangi dirinya, Gala dan Alzi."MENTARI TUNGGU!"Suara teriakan itu berhasil membuat langkah gontai Mentari terhenti. Tanpa menoleh kebelakang sekalipun, Mentari sudah tau siapa pemilik suara itu."Sayang, kamu dari mana aja? Kita bertiga udah nyariin kamu dari tadi." Gala langsung memutar bahu Mentari untuk menatap langsung wajah sang istri."Maafin aku udah bikin kalian khawatir!" lirih Mentari dengan wajah tertunduk."Ck!" Alzi berdecak kesal. "Ini bukan soal maaf dari elo. Wajar kita bertiga khawatir, gue tau banget tadi lo lari-lari sambil nangis," cerocos Alzi tanpa jeda.Mentari menghela nafas kasar sambil mendongak menatap Gala.Dan mata sembab Mentari adalah hal pertama yang Gala lihat."Kamu nangis sendirian dimana, hm?" tanya Gala mode serius."Maaf, Kak Gala! Tadi aku abis dari toilet." Mentari kembali menunduk.Kali ini Mentari merasa takut melihat tampang menyeramkan Gala yang Mentari kira sedang marah kepadanya.Padahal tidak sama sekali. Gala tidak marah kepada Mentari, tapi marah kepada dirinya sendiri yang telat datang membantu istrinya dan juga semua orang yang telah menambah luka batin Mentari."Gal, muka lo yang kayak adonan rempeyek itu bikin bini lo takut." Alzi yang sedari tadi bertopang dagu menonton drama FTV live Gala dan Mentari tiba-tiba menyelutuk tak jelas.Meskipun dengan cara yang tak jelas seperti itu. Tapi Gala tau kalau apa yang Alzi sampaikan benar adanya.Sepertinya Menteri salah paham dengan wajah marah Gala.Menghela nafas dalam-dalam lalu menghembuskan secara perlahan demi meredam rasa marah di dadanya yang tengah membuncah.Tanpa memperdulikan keadaan sekitar yang tengah ramai dengan para mahasiswa dan mahasiswi yang berlalu lalang. Gala menarik pelan tubuh kecil Mentari ke dalam pelukannya.Mentari yang dipeluk tiba-tiba melebarkan matanya. Ia tak menyangka Gala berani memeluk dirinya dihadapan banyak orang seperti ini."Maafin Kakak, Sayang! Lagi lagi Kakak gagal jagain kamu," lirih Gala dengan suaranya yang serak.Melihat kesedihan Mentari adalah titik kelemahan Gala yang paling besar."Nggak Gal, lo udah berhasil jagain Mentari. Buktinya aja, lo udah berhasil pulihin nama baik Mentari lagi," sela Arumi.Menurut Arumi, Gala sudah sangat baik dalam melindungi sahabatnya."Arumi bener, Gal. Lo keren banget hari ini, lo bisa bikin nama baik istri lo kembali bersih di mata orang-orang," tambah Alzi.Mendengar pernyataan sepasang kekasih yang jarang akur itu Mentari mengernyit tak paham.Mentari mendorong pelan dada bidang Gala agar pelukan mereka terlepas."Maksud kalian apa? Emangnya Kak Gala abis ngapain?""Gala berhasil bikin lo nggak dihujat lagi dan semua orang nggak bakalan hina lo lagi," jawab Arumi dengan tatapan lurus kedepan dan juga senyum tipis yang terukir di wajahnya."Gimana caranya Kakak lakuin itu? Aku 'kan udah di cap buruk banget sama semua orang?" Belum puas dengan jawaban yang diberikan oleh Arumi, Mentari mendongak menatap mata Gala meminta penjelasan."Kamu nggak perlu tau. Yang jelas sekarang kamu udah aman dari hujatan semua orang."Dari perkataan Gala, Mentari sudah paham kalau suaminya yang baik hati itu tidak mau memberi tahu dirinya.Mentari juga tidak memaksa Gala untuk bercerita. Toh, yang terpenting sekarang adalah satu masalahnya sudah terangkat dan Mentari bisa menjalani kehidupan yang lebih tenang selama belajar di kampus."Kakak benar-benar suami yang paling perfect," puji Mentari membuat Gala salah tingkah.Wajahnya bahkan memerah.
"Gini toh ya rasanya nonton drakor secara live?"
Tahun demi tahun telah berganti, kini kehidupan Galaksi dan Mentari telah banyak berubah.Kontrakan kecil mereka dulu kini sudah berubah menjadi rumah mewah yang di bangun dari hasil kerja keras Gala dan Mentari, Alzi juga sudah mekahi Arumi dan berhasil merebut kembali haknya dari Om Nino setelah ia lulus kuliah.Gala dan Alzi juga telah membangun sebuah rumah sakit mewah untuk istri mereka sesuai dengan cita-cita kedua perempuan itu yang ingin memiliki rumah sakit sendiri.Fakta mengejutkan juga terjadi, Bu Santi ternyata adalah ibu kandung Gala dan Tuan Surya si lintah darat ternyata ayah kandungnya. Saudara kembar Gala ternyata telah meninggal dunia setelah kejadian naas yang menimpa keluarganya kala itu, dan Tuan Surya kini sudah tobat dan berhenti menjadi rentenir.Gala sudah menerima orang tuanya, mereka terpisah bukan karena keinginan orang tuanya. Gala tidak membenci mereka karena ia tau mereka juga tersiksa karena mencari dirinya selama
Gala memandang nanar kaki kirinya yang terpasang gips, mendengar dari istrinya bahwa kaki kirinya retak membuat Gala syok berat. Mentari masih setia memeluk sang suami sambil menangis, Mentari tak kuasa melihat wajah sedih Gala saat pertama kali ia katakan bahwa kaki Gala retak dan butuh waktu selama empat bulan untuk menyembuhkannya. “Kak Gala nggak perlu mikirin apapun, cuma empat bulan, Kak. Abis itu kaki Kakak bakalan sembuh lagi.” Gala menatap istrinya begitu sendu. “Iya cuma empat bulan, tapi menjalang itu kita gimana? Gimana caranya Kakak bisa kerja dalam keadaan kaki di gips kayak gini?” Gala pusing membayangkan mereka akan makan apa kedepannya, dengan apa ia harus membayar uang kontrakan kalau dirinya tidak bekerja. Untungnya skripsi Gala telah selesai dan tinggal menunggu hari wisuda, harusnya Gala sudah langsung bekerja di salah satu perusahaan besar setelah mendapatkan ijazah. Tapi
“Keadaan pasien sudah baik-baik saja, operasinya berjalan lancar.” “Hufff ….” Mentari menghela nafas lega, pasokan udara yang mulanya seolah menghilang dari paru-parunya kini kembali terisi penuh dan Mentari sudah bisa bernafas dengan leluasa. Begitu pula dengan Alzi dan Arumi, keduanya juga nampak lega mendengar kabar baik dari Dokter yang baru saja selesai menangani operasi Gala. “Tapi saya juga membawa kabar buruk, kaki kiri pasien mengalami retak sehingga harus dipasangkan gips.” Deg Ucapan Dokter itu membuat Mentari kembali menegang, sebenarnya tak apa apapun yang terjadi pada Gala Mentari akan tetap menerima asalkan nyawa suaminya itu terselamatkan. Tapi Mentari memikirkan bagaimana nanti reaksi Gala saat mengetahui bahwa kakinya retak, Mentari sangat paham kalau tulang retak tidak akan bisa sembuh dalam waktu singkat. Paling cepat mungkin bisa mencapai waktu empat bulan, b
Duduk sendirian di atas lantai dingin rumah sakit dengan perasaan kalut luar biasa, itu yang Mentari rasakan saat ini. Di depan ruangan operasi yang lampunya sedang menyala pertanda bahwa operasi sedang berlangsung Mentari duduk seorang diri.Tangis perempuan berusia dua puluh satu tahun itu tidak reda sejak melihat langsung betapa menyedihkannya keadaan sang suami yang kini tengah berjuang antara hidup dan mati.Orang-orang yang berlalu lalang di koridor rumah sakit hanya bisa menatap iba Mentari, mata gadis itu sudah bengkak dan memerah tapi tangisnya belum berhenti.“Apa engkau juga akan mengambil suamiku setelah engkau renggut ibu ku, Tuhan? Aku harus dengan siapa kalau Kak Gala benar-benar pergi?”Mentari menjerit pilu, ia tak peduli akan semua orang yang tengah menatapnya. Yang Mentari inginkan sekarang hanyalah keselamatan Galaksi, suaminya.Dunia Mentari sekarang berpusat pada Gala, hanya demi Gala ia memilih tetap hidup di dunia
Dunia seakan runtuh tepat menimpa kepala Mentari saat ini, tubuhnya bergetar hebat dengan nafas terasa berat melihat pemandangan menyakitkan mata di depan sana.“K-kak Gala.” Bahkan untuk bicara sepatah kata saja suara Mentari langsung bergetar, bahkan hampir tak terdengar.“Maaf, Nak. Kamu kenal korban itu?”Kesadaran kembali mengambil alih tubuh Mentari.“Di ma-na korban motor Scoopy merah itu, Pak?” tanya Mentari terbata, jari telunjuknya terulur menunjuk motor Scoopy yang mentari yakini seratus persen adalah motor suaminya.“Ada seberang sana, Neng.” Bapak-bapak itu menunjuk halte bus di seberang jalan. “Keadaannya cukup parah, tapi masih beruntung dari pada korban lain yang langsung meninggal di tempat.”Mata Mentari tertuju ke halte bis yang ditunjukkan oleh warga itu, di sana Mentari dapat melihat ada beberapa orang yang tengah menjaga korban kecelakaan.“Bilang sama Tari, kalau itu bukan Kak Gala.” Mentari terus berceloteh di sepanjang larinya menuju seberang jalan.Karena kec
“Kak Gala kok nggak bisa dihubungi ya, Alzi juga nggak angkat telpon dari aku. Harusnya Kak Gala udah sampai di cafe.”Mentari meremas erat ponsel yang baru saja ia gunakan untuk menghubungi Gala dan Alzi, tapi ponsel keduanya yang sama-sama tidak bisa dihubungi membuat perasaan Mentari semakin cemas.Jika ponsel Gala tidak aktif, Alzi malah tidak menjawab panggilan darinya.“Kemana aja sih mereka?”Dalam rasa gelisah yang melanda, Mentari juga merasa kesal dalam waktu bersamaan.Sudah tiga puluh menit sejak Gala pergi, harusnya suaminya itu sudah sampai di cafe.“Kalau Kak Gala udah sampe kenapa dia nggak ngabarin aku?” Pertanyaan itu lolos dari bibir Mentari.Hati Mentari semakin tak tenang memikirkan keberadaan suaminya, kenapa disaat ia benar-benar butuh kabar seperti ini Gala malah tidak memberinya kabar.“Aku makin nggak tenang kalau gini caranya, aku harus susul Kak Gala sekarang juga.”Tanpa pikir panjang, Mentari langsung menyambar tas selempang kecil yang hanya muat satu han