Semilir angin senja memainkan anak rambut pada wajah gadis itu. Sudah beberapa jam sejak ia datang dan hanya duduk diam. Matahari semakin cepat menghilang, namun sepertinya ia bahkan tak peduli pada apapun selain hal yang berkecamuk dipikirannya saat ini. Tidak pada wajahnya yang lesu, tidak pada rambut yang hampir berantakan, tidak pada orang-orang yang bahkan sesekali melihat kearahnya.
Angin yang berhembus kian kencang seakan-akan tahu bagaimana perasaannya saat ini. Ia hanya tertunduk membiarkan segala kegundahan nya menyeruak memenuhi setiap jengkal pikirannya.
Angannya terbang pada saat dimana harinya hanya dipenuhi oleh cinta dan kebahagiaan. Yang sempat membuatnya merasa menjadi gadis paling bahagia di dunia ini. Bagaimana tidak, ia memiliki kekasih yang ia tahu bahwa lelaki itu rela melakukan apapun untuknya.
Kekasih yang ia yakini sebagai cinta pertama nya, dan menyadarkan nya bahwa cinta itu memang ada. Sebelumnya beberapa kali ia menjalin hubungan dengan beberapa pria, namun yang ia rasakan hanyalah rasa sayang tanpa merasakan arti dari Cinta. Untuk pertama kali nya ia dipertemukan oleh lelaki yang bahkan mampu membuat diri nya rela untuk menyerahkan seluruh hidup nya.
Sampai suatu saat semua hal berbalik dan dunianya seolah runtuh mengetahui bahwa satu-satunya alasan untuknya tersenyum tega melakukan hal begitu menyakitkan. Hal yang bahkan awalnya dia yakini tidak akan pernah dilakukan oleh orang sebaik Alka. Seolah semua memori bahagianya terserap habis oleh luka yang menggores hatinya.
Gadis itu mengangkat wajahya. Menarik nafas panjang. Terlihat dilema yang kuat terpancar dari sinar matanya.
Ia masih ingat benar bagaimana pertemuan pertamanya dengan Rival terjadi saat itu. Dan semuanya mengalir begitu saja, seolah Tuhan memberinya kesempatan untuk bangkit sekali lagi. Mengumpulkan serpihan hatinya yang sempat hancur karena Alka. Ia tersenyum getir. Sama sekali tidak memahami bagaimana takdir membawanya pada persimpangan yang begitu beratnya.
Ketika ia merasa bahwa Rival mampu mengembalikan semua yang sempat diambil darinya, takdir mendatangkan kembali cinta masa lalunya.
Dalam rupa yang sama, yang dengannya, Citra yakin semuanya dapat disusun ulang. Tapi bagaimana dengan Rival dan semua kebaikan yang telah dia berikan, yang mampu membangkitkan Citra dari keterpurukannya.
Aku terbangun dengan suara ketukan di pintu kamar ku, aku menatap dinding, jam menunjukkan pukul 8 malam. Pintu terbuka, seorang laki-laki masuk ke dalam kamar ku."Maaf aku bangunin kamu ya?"Aku menggeleng sambil memegang dahi ku, "Engga, kenapa?"Alka mengelus rambut ku dan tersenyum hangat, "Gapapa, aku mau pamit pulang sama kamu""Pulang tinggal pulang gak perlu pamit""Tetep harus pamit, yaudah aku pulang dulu ya? kamu sehat-sehat" Ucap nya kemudian berdiri dari sisi kasur ku.Aku terdiam menatap punggung nya yang kian menjauh dari pandangan ku. Namun, belum sempat ia keluar kamar aku kembali memanggilnya, "Tunggu, ada yang harus kita omongin" Ucap ku sambil berusaha bangun dan menyenderkan tubuh ku ke dinding.Ia menghampiriku dan duduk di sisi kasur ku, "Apa?""Sampe kapan kita bohongin mama dan semua orang?""Bohongin apa?" Tanya Alka.Diluar kamar, ternyata Mama sudah berada di depan pintu, keadaan pintu yan
Pagi ini aku dibantu Mama dan Sarah membereskan perlengkapan ku, Dokter berkata bahwa hari ini aku sudah diizinkan untuk pulang. Sebelum pulang Mama membantu ku mandi sementara Alya hanya tiduran di atas kasur ku sambil memainkan Ipad nya. Setelah aku selesai mandi dan berpakaian, Mama dan Sarah izin kebawah untuk menyelesaikan urusan administrasi ku sementara aku dan Alya saling berdiam diri, anak itu benar-benar asyik dengan game yang ia mainkan di Ipad. Aku duduk di sofa sembari mencari channel televisi kartun yang biasa tayang di pagi hari, aku meminta Alya untuk mengambilkan biskuit yang ada di dalam nakas. Sekali, dua kali, hingga tiga kali aku memanggil nama nya namun ia tidak menghiraukan aku, bahkan ia tidak menoleh sedetik pun ke arah ku.Gemas. Aku beranjak berjalan menghampiri Alya dan mulai mengelurkan jurus kelitikan yang spontan membuat Alya terperanjat kaget
Samar-samar aku mendengar suara pintu terbuka, ternyata Sarah sudah datang. Langit sore terlihat semakin gelap, jam menunjukkan pukul 18:49. Sarah menaruh tas nya diatas sofa dan berjalan masuk ke dalam kamar mandi untuk berwudhu. Baru saja ia ingin memulai berwudhu aku langsung memanggil nama nya. Dengan cepat Sarah menghampiri ku."Kenapa?" Tanya Sarah dari depan pintu kamar mandi."mau ngapain?""Shalat""Oh yaudah shalat dulu aja deh tapi lampu diatas kasur gua tolong matiin dong pusing nih kepala""Iya nanti abis wudhu ya"Aku hanya menganggukkan kepala ku. Sarah kembali melanjutkan wudhu dan shalat nya dengan cepat. Setelah berdoa ia langsung membereskan mukena dan sajadah lalu mematikan lampu sesuai permintaan ku.Selang beberapa menit pintu kembali terbuka, kali ini seorang Dokter perempuan beserta 3 Perawat masuk ke dalam ruangan."Permisi, udah waktu nya di periksa ya" Ucap Dokter itu sambil berusaha memba
Sarah masih berusaha menghentikan tangis nya, banyak orang yang melewati nya langsung memperhatikan namun enggan untuk bertanya. Dengan sekuat tenaga Sarah menghentikan tangisan nya, mengelap air mata nya dan beranjak masuk ke dalam ruangan.Ia berjalan pelan kearah ku, sebelum Sarah masuk aku sudah terlebih dahulu menyeka air mata ku dan kembali berpura-pura tidur di atas kasur ku. Sarah mendekati dan menggenggam tangan ku, aku bisa merasakan betapa menyiksa nya kejadian ini untuk nya. Sarah mengahapus air mata dan berusaha menangkan diri kemudian mengambil handphone yang sebelum nya ia letakkan di atas sofa dan berjalan keluar.Gua butuh ngopi nih, pening banget kepala - Batin nya.Sarah menghampiri salah satu Perawat yang sedang berjaga dan meminta Perawat tersebut untuk mengecek ke dalam ruangan ku setiap 5 menit sekali, ia beralasan bahwa aku sendirian di dalam kamar dan ia khawatir sesuatu terjadi jika ia tak ada disini.kemudian ia pun d
Selesai mengerjakan Sholat, Sarah dengan cepat merapihkan mukena nya dan menelfon ibu nya untuk mengemasi pakaiannya dan mengabarkan akan menginap di rumah sakit serta memberi tahu kondisi ku saat ini. Setelah itu ia memesan gosund untuk mengirimkan pakaian nya ke rumah sakit. Sesekali Sarah menatap aku dengan tatapan iba. Jauh di dalam lubuk hati nya mungkin sebenarnya Sarah merasa kecewa dengan perbuatan ku sekarang, namun aku rasa Sarah akan sangat mengerti dorongan kuat yang membuat ku melakukan perbuatan ini.Tak lama aku merasakan kantuk yang hebat, mungkin ini efek obat yang baru saja disuntikkan oleh Perawat, aku pun menutup mataku perlahan dan mencoba untuk tertidur lelap, namun samar-samar aku mendengar suara Sarah, tangannya mengelus rambut ku."Apa sih Cit yang buat lo se-cinta ini sama si kampret" Ucap nya dengan pelan, lebih terdengar seperti berbisik.Aku masih berpura-pura tertidur, ah tidak lebih tepatnya mencoba untuk tertidur, S
Aku tersadar setelah mendengar suara yang sangat aku kenali. Perlahan aku membuka mata, sesaat mata ku menangkap sosok seorang laki-laki yang sedang menangis sambil menggenggam tangan ku."Papa" Ucap ku dengan nada lirih.Begitu mendengar suara ku, Hendra--Papa ku segera mengangkat wajah nya dan dengan cepat mengelap air mata dengan tangan nya. "iya nak, Citra udah bangun ya? apa yang kamu rasain? Papa panggilin dokter ya" Papa ku mengelus-elus tangan dan kening ku pelan."keluar" Aku menarik tangan nya dari genggaman Papa ku."Citra...""Aku bilang keluar, keluar sekarang juga" Aku memalingkan wajah ku, sejujurnya diri ku enggan untuk melihat sosok Papa.Sekuat tenaga aku menahan tangis ku. Papa berusaha untuk menggenggam tangan ku."Gara-gara Papa" Ucap ku lirih, kali ini aku tak kuasa menahan air mata yang perlahan mengalir.Mendengar hal itu Papa ku terdiam, kali ini ia melepaskan genggamannya. "Maksud kamu apa nak?"Se