Wilona mengajak Reyna jalan-jalan ke sekitar taman bunga. Reyhan begitu sangat menyukai bunga-bunga itu. Terlihat, Reyhan menyentuh dan mencium segala bunga cantik dihadapannya. Wilona cukup duduk di bangku panjang dan mengawasinya dari jarak lumayan jauh. Wilona percaya bahwa Reyna tidak mungkin keluyuran tanpa dirinya.“Mama, bunganya cantik-cantik sekali” ujar Reyhan sambil menoleh ke arah Wilona.“Iya, Sayang... Tapi jangan di cabut ya” ujar Wilona pada Reyna.“Siap, Ma! Reyna akan menyiraminya pakai air ini” Reyhan memang sudah membawa satu botol Aqua besar dengan berisi air banyak dan penuh karena memang penutup botol tersebut masih di segel.Wilona tersenyum melihat putrinya tumbuh menjadi anak yang peduli akan lingkungan dan alam. Karena anak-anak biasanya akan merusak apapun yang ia lihat karena rasa penasaran di usia-usia segitu memang lagi aktif-aktifnya. Untungnya, Reyna aktif namun tidak merusak sesuatu yang dilihat.“Sayang, Mama boleh beli minuman dulu dan kamu tunggu di
Rafatar sangat suka bermain layang-layang dihalaman rumahnya yang sangat luas seperti area lapangan basket. Rafatar juga tidak dibiarkan bermain sendirian oleh Nico dan karena itu Nico memperkejakan pengasuh yang usianya sudah renta dan sakit-sakitan. Dia bernama Nani. “Hati-hati Nak jangan lari nanti jatuh” ujar nenek Nani.Baru saja nenek Nani berkata seperti itu, Rafatar langsung jatuh saat mengejar layangannya yang mulai terbang melayang. Rafatar kesakitan karena kini salah satu lutut kakinya terluka. Nenek Nani berjalan dengan sangat pelan karena ia sudah tidak bisa berjalan cepat. Ia menghampiri Rafatar dan melihat lukanya tersebut.“Kamu butuh di obati. Kamu tunggu disini dulu Nak, nenek mau masuk kedalam rumah disana ada obat luka” ujar nenek Nani.Rafatar pun ditinggalkan olehnya lantaran sedang mengambil obat luka. Sementara itu, Syahnaz datang bersama Nico dan Nico pun terkejut dan sangat khawatir dengan keadaan putranya.“Rafatar, kamu kenapa?” tanya Nico.“Aku barusan jat
Wilona berjalan mendekati dasar danau. Tempat ini adalah hari terakhirnya saat bersama Reyhan. Wilona tersenyum dan mengingat dirinya yang pernah menghiasi hari-hari dirinya. “Andai aku mempunyai satu kesempatan maka aku ingin kembali bersamanya” tanpa Wilona sadari, kini Reyhan juga datang ke danau. Entah apa yang Reyhan rasakan. Ia melihat dari arah belakang, ada wanita duduk sendirian di kursi panjang berwarna putih. Perlahan-lahan Reyhan mulai menghampirinya. Ada kata hatinya yang menginginkan Reyhan untuk melihat wajah wanita tersebut. Reyhan berhenti tepat saat dibelakang. “Wilona?”Wilona terhentak sejenak ketika mendengar suara laki-laki yang tengah memanggilnya dari arah belakang. Seakan Wilona sangat mengenali suara itu. Perlahan-lahan namun pasti, Wilona membalikkan tubuhnya ke arah belakang. Kini, kedua sepasang kekasih yang sempat dipisahkan telah kembali bertemu dalam delapan tahun lamanya. Antara percaya dan tidak percaya yang kini merasa rasakan. Reyhan berjalan menu
Sebelumnya, mereka main hujan-hujanan hingga kini mereka telah berteduh di salah satu kafe tempat untuk memesan minuman dan nongkrong.“Jadi, Nayla diusir sama kedua orang tua kamu?” tanya Wilona.“Iya, aku harus menemukan dia agar kita bisa mendapat kepastian” ujar Reyhan.Wilona tidak bisa berkata-kata karena dirinya setengah yakin dan setengah tidak yakin kalau Nayla akan mau di ceraikan. Wilona takut kalau Nayla juga merasakan kekecewaan yang sama seperti halnya dirinya. Namun, mendengar perkataan Reyhan yang mengatakan Nayla mandul, Wilona juga menjadi kasihan dengan Reyhan. Entahlah, sungguh pilihan yang sulit. “Wilona, kapan aku bisa melihat Reyna?” tanya Reyhan. Di lihat dari bola matanya, dia sudah tidak sabar ingin melihat putrinya.“Ketika waktunya sudah tiba pasti kamu akan mengetahuinya” ujarku sembari tersenyum.“Aku penasaran sekali sama wajah Reyna. Apa dia mirip aku atau kamu ataukah mirip kita?” tanya Reyhan.“Wajahnya mirip seperti kamu” ujar Wilona.Terlihat mata R
Syahnaz semakin dekat dengan Nico, hingga kedekatannya membuat Rafatar ingin Syahnaz sebagai mama sambungnya. Disitu juga Nico terlihat menyetujui permintaan Rafatar. Sementara Syahnaz berada di dalam kebimbangan. Selama ini, Syahnaz mengaku berpisah dengan Bram dihadapan Nico dan kini ia harus meninggalkan Bram demi Nico jika seandainya memang Nico melamarnya.Syahnaz memutuskan untuk pulang dengan alasan sudah malam. Nico mengantarkannya hingga sampai di pintu pagar rumah. Mas Bram yang sedang merawat Vino yang kembali sakit, mendengar suara mobil. Ia pun mengeceknya dari jendela yang tertutup gorden.“Siapa laki-laki itu? Mengapa Syahnaz diantar sama dia?” tanya Bram pada dirinya sendiri.Sementara di luar, Nico berpamitan kepada Syahnaz dan mengatakan bahwa ia tidak enak berdiri di rumah wanita yang belum menjadi istrinya. Syahnaz tertawa kecil karena menganggap Nico sangat lucu.“Syahnaz, aku pamit pulang ya. Gak enak sama tetangga” ujar Nico.“Iya, Nico. Hati-hati dijalan ya” uja
“Om tolong lepasin Reyna hiks...” pinta gadis kecil yang sedang melihat seorang Pria beringas.“Diam kamu! Ini semua gara-gara orang tua kamu. Seandainya saja Wilona mau rujuk sama saya, mungkin kamu tidak akan pernah ada di dunia ini sebagai pewaris tuan Harizon!” teriak Aris.Wajah Aris terlihat menyeramkan seperti seekor singa yang sedang bersiap menerkam seekor kelinci kecil. Reyna ketakutan melihat Aris yang terlihat jahat. Aris melihat Reyna dan mengatakan bahwa Reyna sangat mirip dengan musuhnya. Musuh bebuyutan yang telah meluluhkan hati Wilona.“Musuh Om itu siapa? Aku tidak mengerti hiks” Reyna yang aktif seketika ingin mengetahui cerita lebih lanjut dari Aris.Aris tertawa karena anak kecil dihadapannya ini tergolong cerdas. Aris mendekatkan diri ke hadapan Reyna dan mencubit pipi Reyna dengan gemas. “Kamu mau tahu ceritanya?” tanya Aris kepada Reyna.Reyna yang ketakutan hanya bisa mengangguk pelan. Aris menyeringai dan mulai mengatakan bahwa Wilona adalah mantan istrinya.
“Vino, ayo makan dulu, Papa sudah bawain kamu bubur ayam spesial” ujar Bram saat masuk kedalam kamar putranya.Saat masuk, Bram melihat Vino tengah tertidur dengan menggunakan selimut tebal hingga menutupi seluruh wajahnya. Bram menghampirinya dan berniat menarik selimut tersebut agar tidak menutupi wajah vino. Ketika itu juga, Bram dapat melihat putranya dalam keadaan menggigil. “Vino, kamu kenapa?” Bram mulai memeriksa dahi Vino dan vino mengalami demam yang membuat Bram khawatir, takut terjadi sesuatu kepada putranya. Bram pun berteriak memanggil Syahnaz yang sedang fokus merias diri. Syahnaz mendengar suara suaminya yang sedang memangnya dan Syahnaz pun datang dengan menggerutu.“Ada apaan sih manggil-manggil aku?” tanya Syahnaz kepada Bram.“Sayang, gawat! Vino demam dan suhunya tinggi sekali!” seru Bram.“Terus kita harus ngapain?” tanya Syahnaz acuh.“Ya... Kita bawa Vino ke puskesmas terdekat biar dicek suhu tubuhnya!” seru Bram.“Aduh, maaf banget ya Mas, bukanya aku menolak
Syahnaz melemparkan sebuah kertas ke wajah suaminya. Bram yang tertidur pulas itu pun akhirnya bangun karena terkejut. Syahnaz menyuruh Bram untuk menandatangani surat tersebut. Mas Bram yang tidak mengerti lalu meraih kertas tadi dan membawanya dengan pelan. Raut wajahnya seketika memucat saatnya sudah mengetahui isi dari surat tersebut.“Apa yang kamu lakukan?” tanya Bram kebingungan dan terlihat juga wajahnya menahan kesedihan.“Kamu tidak buta huruf kan?” tanya Syahnaz angkuh.“Apa salahku? Mengapa kamu ingin bercerai dariku?” tanya Bram sedih.“Aku tidak betah kalau kamu miskin ditambah lagi sama si Vino yang sakit-sakitan itu” ujar Syahnaz.“Apa yang kamu minta? Aku... Aku janji akan menuruti permintaan kamu. Asalkan kamu tidak ingin bercerai dariku” ujar Bram yang kini seperti seorang pengemis cinta.“Aduh! Aku sudah tidak punya waktu lagi, sekarang juga cepat kamu tandatangani surat itu!!!” perintah Syahnaz dengan nada tinggi.Vino yang diajak menginap oleh Anisa tidak melihat