Jasmine tiba di rumahnya Retha dan langsung saja merebahkan tubuhnya di sofa. Rasa penat setelah satu harian bekerja dan juga kuliah lebih terasa. belum lagi ia harus di sibukkan dengan urusan si dua bocah.
Selama Retha hamil bahkan tanpa terasa sudah memasuki hari lahir saja. Jasmine lah yang mengurus segala hal yang berkaitan dengan Dean dan Keyra. Belum lagi Justin yang bolak-balik menelpon hanya mengingat kan tentang fitting, Konsep dekorasi dan segala hal yang berkaitan dengan pesta pernikahannya nanti.
Padahal sebelumnya, Jasmine meminta pada pria itu agar mengundurkan sedikit waktunya. Ia takut bentrok dengan tugas kampusnya kelak. Mengingat ujian semester akan di mulai.
Justin memang mengijinkan dan mengundur jadwal pernikahan mereka untuk dua Minggu ke depan. Hal ini dilakukan agar bisa memberi kelonggaran pada istrinya itu.
"Baru pulang?" tanya Retha basa-basi.
"Iss, udah tau, nanyak," gerutunya. Lalu bangun dan memberikan satu plastik kresek seperti permintaan Retha sebelumnya yang menginginkan jajanan di kampusnya.
Hehe, basa-basi, Say. Biar ga basi," sahut Retha seraya mengambil yang di bawa Jasmine untuknya.
"Wah, banyaknya. Semua ini di borong. Satu kantin?" tanya Retha tak percaya.
"Mm, demi Bumil. Semuanya ku borong. Habis pada saat itu juga. Yang belum waroeng kopi yang di depan kampus, itu kan juga ada jajanannya," ujar Jasmine dengan nada mengejek.
,Mm, jangan gitu lah, Aku kan cuma minta beberapa aja. Malah semuanya," protes wanita yang kadang mondar-mandir dari ruang tamu ke ruang tengah lalu berdiri lagi sejenak di depan Jasmine.
"Iya, lagian aku sengaja beli, kok. Biar kamu juga kenyang makannya. Anak kembar mana boleh makannya sedikit. Ga cukup gizi nanti," Ujar Jasmine.
Retha hanya tersenyum simpul. Lalu mulai memakan jajanan tersebut ditemani oleh Jasmine.
"Gimana kuliahnya? Lancar?" tanya wanita hamil itu basa-basi sambil menikmati kue lemper favoritnya.
"Alhamdulillah. Bisa hadir plus nyelesain tugas aja udah syukur, saking aku capeknya," jawab Jasmine pasrah.
"Fighting, baby. Aku dulu juga gitu, kok," jawab Retha menyemangati karibnya ini.
"Gimana hubungan kamu sama Daddy-nya anak-anak. Kapan nikah?". Pertanyaan Retha memancing suasana moodnya yang sempat buruk.
"Pending," sahut Jasmine singkat.
"Pending? Kok pending? Emang ada masalah, ya?" tanya Retha khawatir sambil mengelus perutnya.
"Ya, ga ada. Akunya minta pending sampai aku bisa menyelesaikan tugas kuliah dan ujiannya," sahut Jasmine.
"Ya, moga lancar jaya buat sahabatku yang satu ini," ucap Retha.
"Amiin, makasih. Untuk Bu Mil juga, moga lancar ngelahirin ponakan kembarku nantinya," balas Jasmine.
Mereka tertawa riang dan lepas sore itu, bernostalgia sambil mencicipi jajanan dari kampus mereka dulunya. Hingga akhirnya Retha merasakan mules di perutnya. perutnya terasa di putar-putar dan akhirnya memekik tajam.
Jasmine yang jelas mendengar lengkingan itu langsung bertanya panik kepada karibnya ini ," "Retha kenapa?.
Retha hanya menggeleng kuat sambil memegang perutnya.
"Aduh, gimana ini?" tanya Jasmine yang ikutan panik.
Namun ia berusaha tenang sambil menekan dan mencari nomornya Satria agar segera pulang. Belum juga Satria menyapa, Jasmine langsung saja mentitahkan untuk pulang sekarang,
"Pulang sekarang, jangan lupa bawa bidannya sekalian. Emergency ni kalau ga bawa. Yah, terpaksa pending lah," titah Jasmine lalu menutup ponselnya. Ia membaringkan Retha di sofa dan meminta Retha agar menarik nafasnya dalam-dalam
"Akh, sakit kali lah," keluh Retha saat si jabang bayi mencari jalan keluar.
"Iya, sabar ya," ucap Jasmine berusaha menenangkan karibnya ini.
Tak menunggu terlalu lama. Satria and the Gank Medis tiba di rumah. Itu pun telah di usahakan pulang tepat waktu. Ia pun sama paniknya dengan Jasmine yang melihat kondisi Retha yang sudah sangat kesakitan.
"Eh, kamu ini tolongin istri saya," titah Satria panik sambil menunjuk salah satu peneliti yang bekerja di pabriknya.
"Saya, Pak?"tanya peneliti tersebut.
"I-iya, kamu kan pernah kuliah di kebidanan, kan," tunjuk Satria yang mulai menghafal riwayat pendidikan sebelumnya dari para peneliti yang bekerja dengannya.
"I-iya, tapi...," gadis yang berumur 27 tahun itu meragu lantaran tak berani ambil tindakan lantaran minimnya pengalaman selama magang.
"Udah, sini check dulu kondisi istri saya, cepat," titah Satria.
"I-iya, pak, iya," sahut gadis itu.
Maka dengan sangat terpaksa gadis itu melakukan VT pada Retha sesuai prosedur yang pernah ia pelajari di perkuliahannya dulu sebelum melenceng ke dunia farmasi.
Tanpa aba-aba para peneliti perempuan yang di bawa oleh Satria berjalan keluar dan menunggu di teras rumahnya Satria. Sedangkan gadis bidan tadi masih menggunakan instingnya demi memastikan teori yang di pelajari nya selama ini.
"Ini mah udah bukaan lima, pak," ujarnya yakin
"Masih ada waktu, ayok ke rumah sakit aja," ajak Jasmine.
Segera ia mengambil perlengkapan bayi dan ibunya di kamar bayi.
"I-iya, Ayok," sahut Satria. Lalu menggendong Retha yang sesekali mengerang kesakitan lantaran perutnya ujung perutnya seperti di tekan kuat dari dalam.
Ia memasukkan Retha di kursi belakang dan meminta salah satu dari mereka untuk menyetir. Sementara Jasmine berada di samping kemudi dengan barang-barang milik karibnya itu.
"Aw, sabar, dek. Sakit," pekiknya.
"Iya, sabar, sabar. Aduh anak Daddy, kalau mau keluar, keluar aja tapi jangan bikin mommy sakit dong, sayang. Kasihan, susah dapatnya ini," racau Satria.
Sementara Jasmine dan seorang peneliti yang menjadi supir tadi memandang heran pada Satria dan kalimatnya terdengar nyeleneh di telinga mereka berdua. Namun dikarenakan emergency. Akhirnya mereka masa bodo atas racauan atasannya itu.
Selama dalam perjalanan hanya Satria yang terlihat heboh lantaran kepanikannya saat mendengar Retha mengerang kesakitan.
Sementara Jasmine hanya bisa berusaha tenang sambil berdoa di dalam hatinya agar Retha dan si bayi kembarnya bisa selamat.Sesampainya di rumah sakit. Retha segera di tangani oleh medis dan langsung di tangani oleh dokter kandungan. Satria diijinkan masuk dan menemani sang istri selama proses persalinan. Sedangkan Jasmine menunggu di luar. Dalam ruangan tersebut terdengar tangisan bayi saling bersahutan satu sama lain.
Jasmine terpekur. Telinganya terkonsentrasi pada tangisan bayi. Entah kenapa perasaan hatinya tiba-tiba berubah melow. Ia seperti pernah berada di fase ini. Hatinya mendadak sakit saat terdengar teriakan seorang wanita yang telah berhasil melahirkan bayinya seiring tangis bayinya yang terdengar jelas di telinganya.
"Kenapa begini?" tanyanya di hati seraya memegang dadanya. Tenggorokannya tercekat seiring netranya yang mulai mengkristal. Kini Perasaannya mulai tak karuan.
"Ya, Rabb. Kenapa bisa begini? Kenapa hatiku sakit. Kenapa aku seperti pernah merasakan hal ini," gumamnya di hati.
Tanpa berkata apapun Jasmine bangun dari duduknya dan berkata ketus plus sewot, "Lain kali kamu aja yang hamil!"."Aduh, enggak gitu, De," ralat Justin yang terlambat. Jasmine sudah keburu naik tangga dan memilih masuk kamar."Tuh, kan, Bunda, marah. Daddy sih," tegur Keyra."Bunda, lagi sensi. Ga apa, nanti baik sendiri. Kalian makan terus. Nanti telat ke sekolah. Habiskan. Sayang Bunda udah capek-capek masak,"sahut Justin.Pria itu menemani anak-anaknya sarapan terlebih dahulu. Lalu baru balik ke kamar, dan mendapati istrinya sedang bersandar pada headbord ranjang. Wanita itu sedang membaca buku tanpa memperdulikan kehadirannya."De, aku pamit kerja, ya?" ujar Justin. Namun yang diajak ngomong hanya membisu tanpa mau merespon apapun.Justin mendekati Jasmine dan hendak menciumnya tapi Jasmine mengelak. Dan terjadi lagi. Justin harus membujuk istrinya lagi."De, aku mau kerja, kamu jangan gitu, dong. Senyum ya," bujuk Justin.Jasmine tetap pada mode cuek bebeknya. Wanita itu terus fo
Pukul 4 pagi. Justin baru bisa tertidur lagi setelah berkutat pada bumbu dan alat dapur demi memenuhi porsi makan istri dan jabang bayi. Meskipun ia terpaksa tidur dengan perut keroncongan.Jasmine yang mendengar bunyi perut yang berasal dari Justin, menyadari satu hal jika tadi ia begitu egois dikarenakan tak teringat sedikitpun untuk menawarkan makan dengan nya."Kenapa tadi aku bisa begitu, ya?" Pikirnya.Jasmine memperhatikan raut wajah pria dalam keremangan cahaya lampu tidur. Ada terselip rasa iba di hatinya. Namun kadang egonya terlalu tinggi untuk menunjukkan sisi ini, demi pria yang ada dihadapannya ini.Jasmine kembali merebahkan tubuhnya dan berusaha untuk tidur. Akan tetapi, ia teringat pada Justin. Jadi merasa bersalah. Ia pun berusaha memejamkan matanya. Namun hanya bisa sesaat, sebelum akhirnya ia berniat bangun. Jasmine keluar kamar, melangkah masuk ke kamar anak-anak yang ada di seberangnya.Memperhatikan dua tubuh kecil yang tengah tertidur pulas. Lalu merapikan seli
Hal yang paling mengesankan dalam hidup adalah saat menjalani hidup bersama dengan orang yang di cinta. Mengobrol bersama, membicarakan tentang masa depan. Menciptakan suasana romantis. Hanya berdua saja.Namun itu tidak berlaku buat Justin. Pria itu sekarang lagi mengalami masa efek jera dari ngidamnya Jasmine. Di mana kondisi sedang fase "pergi sulit namun bertahan sakit"Yah, semenjak Jasmine mengalami fase mood swing nya seorang wanita hamil kembar. Wanita itu seperti dan memang mengalami kepribadian ganda. Layaknya dan memang pun Midea dan Jasmine ada di situ.Justin menjadi bulan-bulanan dari kemarahan dan juga kemanjaannya Jasmine. Oh, tidak. Wanita itu lebih banyak mode juteknya ketimbang manja. Apa lagi jika keinginan idam nya tidak di penuhi saat itu juga. Meskipun pun tawaran bantuan di sekitarnya Jasmine banyak.Namun tetap saja, Justin lah yang selalu menjadi sasarannya. Terlambat memenuhi saja bisa membuat wanita itu marah dan mengomel-ngomel sepanjang waktu. Apa lagi j
Justin turun ke lantai bawah, dan langsung menuju dapur. Mencari sesuatu yang bisa di makan oleh Bumil itu. Ia melihat ke atas meja makan, di mana sisa makanan kenduri telah di susun rapi di sana."Mm, lumayan juga ni, Masih ada sisa daging rendang kesukaan gue dan juga Jasmine," ucapnya senang.Ia pun segera mengambil piring dan nasi secukupnya. Namun ia teringat pada Jasmine yang berisi dua nyawa di perut istrinya itu."Makanan segini pastilah tak cukup untuknya, dia pasti butuh banyak makan," gumamnya seraya mengambil nasi dan lauk lebih banyak lagi.Ia teringat pada ucapan Satria saat sedikit mengeluh pada Retha yang selalu saja kekurangan jika menyangkut soal makan. Adik iparnya itu banyak makan saat mengandung si kembar. Bahkan hingga sekarang pun masih begitu, lantaran masih proses menyusui.Justin tersenyum, dan teringat Jasmine yang kini juga tengah mengandung bayi kembar mereka. Justin yakin, istrinya itu pasti akan mengalami proses yang sama seperti yang Retha alami.Jus
Denting jam dinding klasik yang terletak di sudut ruang tamu, terdengar tujuh kali hingga ke lantai atas. Jasmine membuka matanya perlahan bersamaan detak jam klasik yang terdengar di telinganya. Entah karena rasa kantuk dan lelah yang mendera tadinya, sehingga jam tersebut berbunyi beberapa kali. Tetap saja Jasmine terlelap dalam tidurnya. Larut dalam mimpinya yang acak.Wanita itu menetralisir matanya saat mendapati kamarnya yang gelap, dan hanya sedikit bias cahaya yang masuk dari kaca jendela yang belum di tutup dengan gorden.Jasmine terdiam sejenak, saat merasakan sesuatu yang hangat berhembus di tengkuk nya. Bukan itu saja, ia merasakan perut dan tubuhnya di dekap oleh sebuah tubuh yang kekar. Ia terdiam di tempat, demi merasakan kehangatan yang sudah lama ia rindukan sebenarnya.Entah, karena bathin nya atau bawaan si jabang bayi. Jasmine merasa nyaman saat ini. Suara dengkuran halus yang terdengar di telinganya menjadi nyanyian merdu tersendiri bagi wanita itu.Sayup terdenga
Justine mengernyitkan dahinya saat tamu undangan terus bermunculan datang. Ia menoleh ke Papanya dan bertanya lewat matanya, "mengapa semakin banyak saja tamu yang datang,".Sedangkan Arfan yang di tatap begitu oleh putranya hanya bisa mengangkat bahunya. Seolah memberitahukan," Entahlah Mamamu,"Justin memutar bola matanya, bahwa sebenarnya ia sudah lelah menerima dan menyambut tamu. Apalagi ia melihat Jasmine sudah kewalahan tersenyum dan bersalaman dengan orang-orang yang tidak dikenalnya.Justin segera mencari dan mendekati Mama nya yang ternyata sedang berbincang dengan para ibu-ibu entah dari perkumpulan mana, ia pun berbisik," Ma, kenapa mengundang banyak orang, sih. Kan, udah di bilangin jangan banyak-banyak ngundang orang,".Mona menoleh ke Justin dan menjawab," Gak. Mama ga undang banyak-banyak, kok, Tin. Cuma saudara dan ibu-ibu yang ada di sekitar komplek aja. Udahlah kamu tuh ga usah panik gitu, semua udah di handle sama ibu-ibu komplek," sahut Mona santai."Hah? Apa? Se