POV AuthorBaru saja orangtua Zahra pulang, Arga dan Zahra mengantar sekalian mereka ingin menginap disana apalagi sebentar lagi mereka berangkat ke Jerman. Zahra pasti ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersama dengan orang tuanya, ia tidak tahu kapan akan bertemu karena jarak Jerman ke Indonesia tidaklah dekat. Lagi, Shanum tidak turun untuk makan malam dan lebih memilih mengisi perutnya dengan makanan yang ada di kamarnya. Bahkan sudah beberapa hari Shanum tidak berangkat sekolah, rencananya Lukman akan berbicara pada Shanum besok.“Zian udah tidur?” tanya Lukman yang baru saja masuk ke dalam kamar.“Udah, barusan. Kerjaannya udah beres?” Kanaya balik bertanya, karena setelah makan malam tadi Lukman langsung masuk ke ruang kerjanya. Menjadi seorang pimpinan tidaklah semudah kelihatannya, ia memiliki tanggung jawab untuk kesejahteraan para karyawannya.“Belum, besok aja dilanjutin. Mata Mas rasanya udah panas banget mandang layar,” keluh Lukman.“Tidurlah, istirahatkan matanya,”
POV AuthorKanaya mengelus tangan Lana. “Mbak siap dengener cerita kamu.”“Mas Adit … dia marah karena melihat ketiga anaknya sekarang lebih memilih tinggal dengan Najla,” jelas Lana.Sorot mata wanita itu sangat hampa. Bagaimana tidak, suaminya yang dulu sangat lembut kini bahkan sering marah dan uring-uringan, Aditya bahkan menyalahkan Lana karena anak-anak lebih memilih Najla. Dituduh menjadi penyebab perginya anak-anak tentu Lana tidak terima karena ia sudah menjalankan apa yang diperintahkan suaminya, Lana sudah menyayangi ketiga anak sambungnya seperti anaknya sendiri. Melarang hal yang Aditya tidak suka dilakukan oleh anak-anaknya, semua itu dilakukannya dan dampaknya sekarang anak-anak menjadi pembangkang. Aditya terlalu melarang mereka bertemu dengan ibu kandung mereka sendiri karena trauma masa lalu tapi tidak seharusnya Aditya seperti itu karena orang itu bisa saja berubah menjadi lebih baik lagi.“Kamu mengatakan semuanya? Apa yang kamu katakan ke Mbak sekarang itu yang ka
POV Author“Besok kita nggak jadi berangkat, Dek,” ujar Arga.Zahra menganggukan kepalanya. “Bang, boleh aku pakai dapurnya?” tanya Zahra, sadar jika dirinya masih menumpang di rumah mertua dan tidak mungkin seenaknya melakukan kegiatan di rumah itu.Arga tersenyum. “Tentu, Dek. Abang bantuin ya masaknya.”Mereka turun ke dapur, tidak ada siapapun disana karena Kanaya masih di kamar Lana sedangkan Jumi menemani Husna yang sedang bersantai di halaman depan rumah. Zahra masih terdiam karena bingung akan membuat apa, takut jika apa yang dibuatnya tidak sesuai dengan selera Shanum.“Bagaimana kalau bikin Tiramisu?” tawar Arga.Zahra terlihat berpikir, ia belum pernah memakan apalagi membuatnya. “Shanum suka Tiramisu?” tanya Zahra.“Tiramisu pistachio, ada sponge cake tinggal pakai kok. Jadi kita tinggal buat whipped cream sama topingnya aja,” ujar Arga sambil mengeluarkan sponge cake dari lemari.“Apalagi bahannya, Bang?” Zahra tidak ingin tinggal diam dan hanya melihat suaminya yang berg
POV Author“Papa bakalan masukin kamu ke pondok!” ujar Lukman.Shanum menggelengkan kepalanya. “Nggak … Shanum nggak mau, Pa. Ma bantuin dong, Shanum nggak mau ke pondok.” Shanum memelas meminta bantuan sang ibu. Tapi Kanaya yang sudah membicarakan ini sebelumnya dengan Lukman tentu tidak bisa berbuat apa-apa karena mereka memang sudah sepakat apalagi melihat Shanum yang masih belum bisa berubah.“Kamu nggak bisa nolak. Sekarang juga Papa antar kamu kesana, disana Opa udah siapin semuanya” jelas Lukman.“Pa, Shanum nggak mau!” kekehnya.“Ma, tolong bantuin Shanum buat berkemas. Papa tunggu di bawah!” Lukman tidak ingin dibantah lagi, Shanum yang akan mengejar sang ayah langsung ditahan oleh Kanaya.“Kak, dengerin Mama. Ikutin kemauan Papa, semua ini juga buat kebaikan Kakak.” Kanaya memeluk Shanum yang menangis. Demi kebaikan putri mereka, Kanaya dan Lukman harus sedikit tegas. Apalagi pergaulan saat ini bisa saja mempengaruhi pola pikir Shanum. Gadis itu diajarkan baik-baik oleh oran
POV AuthorDi antar oleh Mang Narno, Kanaya pergi ke sekolah Shanum untuk mengurus surat pindah. Zian di titipkan pada Siti, ia tidak khawatir karena Zahra juga ikut menjaga Zian. Lukman dan Arga sudah lebih dulu pergi ke kantor karena ada pertemuan penting pagi ini. Karena jalanan yang macet, Kanaya harus memakan waktu lebih lama untuk sampai di sekolah Shanum.“Jalannya santai aja, Mang. Nggak usah ngebut!” peringat Kanaya.“Baik, Bu,” balas Mang Narno. Lelaki paruh baya itu sudah sepuluh tahun bekerja sebagai supir pada Kanaya dan Lukman, mereka bahkan menganggap Mang Narno seperti keluarga sendiri sama halnya dengan Jumi dan Siti.Satu jam lebih Kanaya baru sampai di sekolah Shanum, ini pertama kalinya ia datang. Keysha yang melihat Kanaya langsung memanggil ibu dari temannya itu.“Tante Kanaya!”Kanaya langsung membalikkan tubuhnya dan tersenyum. “Eh … Keysha!” seru Kanaya.“Tante mau kemana?”“Tante mau cari ruang kepala sekolah, Key,” jelas Kanaya.“Tante lurus aja terus belok
POV Author“Nik, tolong pesankan makan malam sekalian,” ujar Aditya lalu masuk ke dalam kamarnya untuk mengambil laptop.“Bapak ingin makan apa?” tanya Anika dengan suara agak sedikit keras agar Aditya mendengar suaranya.“Nasi goreng seafood!” sahut Aditya lalu keluar dari kamarnya.“Baik, Pak.”Anika langsung memesankan makanan yang diinginkan bosnya. Sambil menunggu makan malam datang mereka mendiskusikan mengenai proyek yang akan ditangani Anika saat nanti Aditya pulang, Anika memang bisa diandalkan. Wanita itu sudah tujuh tahun menjadi sekretarisnya, sangat mengetahui bagaimana karakter bosnya. Bisa bertahan karena sosok Aditya yang memang sangat baik dan juga tidak seperti atasan yang lain akan memanfaatkan jika memiliki sekretaris cantik, seksi dan masih muda seperti Anika.“Saya berharap kamu bisa menangani ini dengan baik selama saya tidak ada,” ujar Aditya.“Baik, Pak. Saya tidak akan membuat anda kecewa,” sahut Anika dengan seulas senyum yang membuat lesung pipi wanita itu
POV Author"Apa Adit ada menghubungi Lana?" tanya Lukman.Kanaya menggelengkan kepalanya. "Aku nggak tanya-tanya soal itu, Mas.""Kita selesaikan masalahnya besok aja." Lukman menarik Kanaya ke dalam pelukannya, menyelimuti tubuh sang wanita dengan selimut dengan tangannya yang melingkar erat memeluk Kanaya."Aku berharap Lana sama Adit masih bisa bersama," tutur Kanaya lalu membalas pelukan suaminya, menyandarkan kepalanya di dada Lukman dengan nyaman.Cup!Ciuman mendarat di kening Kanaya membuat wanita itu langsung mendongak menatap suaminya yang kini sudah memejamkan mata. Terlihat jelas gurat lelah di wajah lelakinya, tangan Kanaya beralih mengelus lembut rahang Lukman yang ditumbuhi bulu-bulu halus yang membuat lelaki itu terlihat semakin menawan di usianya yang sudah menginjak kepala lima."Kamu pasti lelah," gumama Kanaya. Lukman bahkan tidak menjawab, hanya dengkuran halus yang terdengar olehnya. Lukman benar-benar kelelahan setelah seharian bekerja.Kanaya masih belum bisa m
POV AuthorDibantu oleh Siti, Lana berjalan perlahan menuju ruang tamu. Melihat istrinya, Aditya langsung bangkit dan mendekati Lana. Lelaki itu sangat khawatir karena wajah Lana yang sangat pucat, ia membawa Lana untuk duduk. Tidak tega berbicara mengenai masalah mereka dalam kondisi Lana seperti ini.“Kamu udah periksa ke dokter?” tanya Aditya.Lana hanya menjawab dengan menggelengkan kepalanya, untuk bicara saja ia harus mengeluarkan tenaga dan saat ini rasanya semua tenaga sudah habis dipakainya untuk berjalan.“Lana menolak dibawa ke dokter,” jelas Lukman.“Aku akan meminta dokter yang datang ke sini!” seru Aditya lalu merogoh saku celananya, Lana yang ingin mencegah tidak bisa karena badannya terasa lunglai. Dunianya seperti berputar dan detik berikutnya ia hilang kesadaran membuat semua orang histeris. Aditya langsung membopong tubuh istrinya itu dan membaringkannya di kamar. Mereka menunggu kedatangan dokter yang tadi dihubungi.“Aku mau bicara nanti, sekarang rawat saja dulu