Share

3. Fitnah Ibu Mertua

Penulis: Pena Arsy
last update Terakhir Diperbarui: 2023-02-01 12:30:32

"Pulanglah, Mas!" ucap Arumi lirih. Ia telah mengumpulkan keberanian untuk datang ke rumah sang mertua untuk menyusul suaminya. Ia menekan egonya untuk meminta maaf dan membujuk Ardi pulang. Lebih baik Arumi dihina oleh ibu mertuanya, daripada melihat Dinda selalu murung menanyakan kenapa ayahnya tidak pulang.

"Kenapa aku harus pulang?" ucap Ardi dengan acuh tak acuh. Ia sama sekali tidak mau menatap wajah sang istri. Hatinya jengkel setiap kali mengingat pertengkarannya dengan Arumi kemarin. Membayar uang kuliah Santi itu kan memang sudah kewajiban Ardi jadi kenapa ia harus membahasnya lagi?

"Kamu masih marah ya Mas?" ucap Arumi gusar. "Maaf, Mas. aku tidak pernah bermaksud untuk melawanmu, tapi uang SPP Dinda memang harus segera dibayar," ucapnya lagi.

Ardi mendengus. Bukannya Ardi tidak punya uang untuk membayar uang sekolah Dinda, tapi Ardi memang tidak mau membayarnya. Hasutan ibunya sudah meracuni pikiran. Ia begitu membenci anak itu, semenjak anak itu lahir ke dunia.

"Lagian ngapain sih kamu maksa sekolahin si Dinda di sekolah mahal?"  Ibu mertuanya tiba- tiba muncul dari balik pintu. "Padahal sekolah di SD Negeri saja sudah bagus,  gratis lagi. Ga nambah - nambahin beban pengeluaran Ardi buat bayar uang sekolahnya,"  sambungnya.

Hati Arumi meradang mendengar ucapan ibu mertuanya. Dinda itu anak mereka sudah seharusnya ia mendapatkan yang terbaik, daripada menafkahi ibu dan adiknya Ardi lebih berkewajiban menafkahi Dinda.

Disaat bersamaan Santi juga muncul dari arah depan. Tangannya membawa dua buah paperbag dan wajahnya terlihat begitu sumringah. Ia melengos saat melihat Arumi, bahkan menyapanya pun tidak. Ia justru menghampiri sang ibu menunjukkan barang belanjaannya.

"Bu, lihat aku habis belanja tas dan baju. Semuanya bagus-bagus." ucap Santi sambil mengeluarkan barang belanjaannya. 

"Tapi … Darimana kamu punya uang untuk belanja semua ini?" Bu Hilda mengerutkan keningnya.

"Ya dari Mas Ardi dong, kakak paling the best yang Santi punya," ucap Santi sambil terkekeh. Ardi ikut tersenyum kecil menanggapi ucapan Santi.

Bu Hilda tersenyum, lalu mengamati tas yang baru saja dibeli Santi. Arumi ikut melirik ke arahnya. Melihat bentuknya, Arumi bisa menerka tas itu seharga lebih dari lima ratus ribu. Uang yang sama banyak dengan yang diberikan Ardi untuk nafkahnya sebulan.

"Jadi begini, Mas. Kamu lebih senang memberikan uangmu untuk membelanjakan adik kesayanganmu ini, daripada membayar SPP Dinda?" ucap Arumi. Sebenarnya ia datang kesini untuk berdamai. Namun melihat kenyataan menyakitkan di depan matanya, Arumi tak mampu menahan rasa sakit hatinya.

"Kalau kamu datang kesini buat ngajak ribut, mending kamu pulang saja! Hardik Ardi. Ia benar-benar tak peduli pada perasaan Arumi.

"Iya, bener. Ga ada yang yang mengharapkan kehadiranmu di sini?" sahut Bu Hilda.

Ia memang tidak menyukai Arumi sejak lama. Bu Hilda selalu berharap agar secepatnya Ardi dan Arumi bercerai. Arumi memang memiliki wajah yang sangat cantik. Namun ia hanyalah gadis yang berasal dari panti asuhan. Tentu tidak sebanding dengan keluarga Ardi. Almarhum ayah Ardi seorang pensiunan. Keluarga mereka merupakan keluarga terhormat, tanpa cacat. Tentu saja itu menurut Bu Hilda.

"Jadi seperti ini wanita yang ingin kau ambil jadi istri? Wanita yang tidak jelas asal-usul keluarganya. Tidak sepadan dengan keluarga kita!" Suara Bu Hilda menggelegar, bagaikan petir di siang hari. Namun Ardi saat itu masih keras kepala. Yang ia inginkan adalah Arumi, bukan keluarganya. Tak peduli dari mana pun Arumi berasal, ia akan tetap menikahinya. Ia mengancam tidak mau melanjutkan kuliah, jika tidak diizinkan menikahi Arumi.

Sebagai seorang ibu, tentu saja Bu Hilda tidak ingin masa depan anaknya suram.  Ardi harus sukses. Ia anak lelaki satu - satunya, yang nantinya akan menjadi tulang punggung keluarganya. Akhirnya Bu Hilda mengalah dan mengizinkan Ardi menikahi Arumi. Namun setelah mereka menikah, Bu Hilda tak pernah berhenti berusaha memisahkan Ardi dan Arumi.

"Istri tukang selingkuh aja kok, dipertahankan!" Setiap hari Bu Hilda selalu memfitnah Arumi berselingkuh. Setiap lelaki yang ngobrol dengan Arumi disebut sebagai selingkuhan Arumi. Awalnya Ardi tidak pernah menanggapi perkataan Bu Hilda. Namun lama kelamaan  Ardi termakan juga oleh hasutan ibunya.

Apalagi ketika Bu Hilda menyodorkan foto saat Arumi tengah digendong oleh seorang pria. Saat itu Arumi sedang hamil. Bu Hilda sendiri yang membuat Arumi pingsan dengan membubuhkan obat di dalam minuman Arumi. Ia juga yang menyuruh seorang pria menggendong dan memfotonya, seolah-olah mereka selingkuh.

"Dinda itu bukan anakmu. Dinda itu anak hasil perselingkuhan Arumi dengan pria itu!" seru Bu Hilda kala itu. Ardi begitu frustasi, karena ia sangat mencintai Arumi. Di sisi lain, ia sangat membenci pengkhianatan yang Arumi lakukan. Ardi tidak mau meninggalkan Arumi, namun akhirnya Ardi menjadi sangat benci kepada Dinda. 

Arumi masih berdiri mematung. Langkahnya terasa berat. Melihat tawa bahagia ibu mertua dan adik iparnya, hatinya begitu sakit. Apa salah jika Arumi merasa iri dengan perlakuan Ardi pada mereka?

"Eh, udah sana pergi! Ardi tidak akan pulang denganmu. Dia lebih nyaman berada di sini!" Suara Bu Hilda membuatnya tersentak. Memang benar, tidak ada gunanya ia berada di sini. Hanya akan menambah luka hatinya saja.

Dengan langkah gontai, Arumi meninggalkan rumah ibu mertuanya. Ia berjalan menyusuri trotoar dengan mata yang berkaca-kaca. Tiba-tiba saja Arumi ingat jika ia telah melupakan sesuatu. Ia melirik jam tangan jadul yang melingkar di tangannya. Sudah menunjukkan pukul satu siang. Waktunya ia menjemput Dinda.

Ia menumpang angkot menuju ke sekolah Dinda. Namun setibanya di sana. Sekolah sudah sepi. Arumi berdiri di depan gerbang, sambil celingukan mencari keberadaan Dinda, namun tak ada satu anak pun di sana. "Kemana Dinda?" gumamnya.

Pak Somad, penjaga sekolah menghampirinya. Mengatakan kalau Dinda sudah pulang  dari tadi. Karena ada rapat guru dan kepala sekolah, anak - anak dipulangkan lebih cepat.

Arumi mengambil handphone jadul dari tasnya untuk menghubungi tetangga sebelahnya. Menanyakan apakah Dinda sudah berada di rumah? Namun  tangganya bilang kalau ia belum melihat Dinda. Arumi jadi sangat khawatir dan merasa bersalah. Bisa-bisanya ia lupa menjemput Dinda.

Arumi harus segera mencari Dinda. Ia mempercepat langkahnya, sambil matanya mengamati sekelilingnya. Langkahnya terhenti ketika ia sampai di taman dekat sekolah Dinda.

Hatinya sedikit lega, kala melihat Dinda tengah duduk bersama Andrean sambil menikmati es krim di taman itu. Mereka tertawa, terlihat bahagia. Arumi tidak pernah melihat Dinda bisa tertawa lepas seperti itu, kala bersama dengan ayahnya. Ardi begitu dingin. Meski begitu Dinda sungguh menyayangi ayahnya. Semalaman Dinda tidak bisa tidur, karena menunggu ayahnya pulang.

"Dinda!" pekik Arumi, seraya berlari menghampiri gadis kecil itu.

"Mama?" Dinda ikut menoleh ke arah Arumi.

"Ya ampun Dinda, mama mencarimu kemana- mana, ternyata kau ada disini." Arumi memeluk tubuh gadis kecil itu. 

"Dinda bosan, Mama jemputnya lama sekali. Untung ada Om Andrean yang mengajak aku makan es krim disini, jadi aku ga bosen lagi!" ucap Dinda polos.

Sementara dokter Andrean hanya tersenyum manis ke arah Arumi.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Al Vieandra
kebanyakan laki kek gitu ya, selalu pergi sebelum masalah selesai
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Mertuaku Racun Rumah Tanggaku   54

    Dokter Andrean buru- buru keluar dari rumah sakit begitu mendengar kabar Dinda diculik. Begitu pedulinya ia pada Dinda. Meskipun ia tak mmiliki hubungan apapun dengan Dinda, tapi anak itu berhasil mengisi salah satu bilik di hatinya. Keceriaan dan keberaniannya berhasil membuat dokter Andrean merasa tersentuh. Terlebih Dinda adalah anak Arumi, gadis yang pernah singgah di dalam hatinya, meski rasa itu hanya bertepuk sebelah tangan."Dokter, tolong saya. Dinda diculik dan penculiknya meminta uang tebusan seratus juta!" Kata- kata Arumi di seberang telepon tadi terus terngiang di kepalanya. Ia tak bisa membayangkan seperti apa perasaan Arumi sekarang. Sepertinya ia sedang panik dan kebingungan saat ini.Dokter Andrean sudah sampai di mobilnya. Tangannya hendak meraih pintu mobil, tapi tiba- tiba seseorang menghentikannya."Dokter Andrean!" Nyonya Tiara dan Tuan Hanggoro saling bergandengan berjalan ke arahnya.Dokter Andrean menajamkan penglihatannya menatap sepasang suami istri yang ta

  • Mertuaku Racun Rumah Tanggaku   53.

    Ardi menggamit lengan Arumi dan Dinda, memasuki sebuah restoran mewah di kota itu. Kehadiran mereka menarik perhatian beberapa pengunjung lain. Wajah cantik Arumi yang disorot oleh lampu temaram memiliki daya pikat tersendiri. Kecantikannya mampu menarik perhatian orang- orang yang tengah duduk, menikmati makan malamnya di restoran itu.Arumi memang selalu terlihat menarik di mata laki- laki. Mungkin karena hal itulah rasa cemburu Ardi begitu besar. Meskipun Arumi selalu bisa menjaga hati dan pandangannya tapi Ardi justru selalu mencurigainya. Bodohnya ia sampai termakan hasutan ibunya.Ardi semakin mengeratkan tangannya ke lengan Arumi. Sungguh ia merasa sangat beruntung memiliki istri secantik Arumi. Entah selama ini apa yang membuatnya buta sampai menyia- nyiakan istri seperti Arumi.Ardi terus melangkah sampai ketika pandangannya tertuju pada seorang lelaki yang melambaikan tangan ke arahnya.Ardi mempercepat langkahnya menuju ke meja lelaki yang tak lain adalah kliennya itu.Lela

  • Mertuaku Racun Rumah Tanggaku   52

    "Bu, lihatlah si Babu ini sudah berpakaian rapi, mau kemana dia?" Aurel berteriak ketika melihat Arumi dan Dinda berpakaian rapi. Arumi mengenakan gaun berwarna hitam yang dibelikan oleh Ardi beberapa hari yang lalu. Tubuhnya yang kurus nampak cantik berbalut gaun hitam yang nampak mewah dan elegan itu. Polesan make up tipis di wajahnya, tampak membuatnya semakin cantik. Tentu saja hal.itu membuat Aurel yang selalu iri dengan Arumi naik pitam.Arumi dekil dan penyakitan saja, Aurel iri karena Ardi tetap selalu mencintainya. Apalagi sekarang, Aurel tampak cantik dengan gaun yang dibelikan oleh Ardi. Ardi memang pintar memilih gaun. Gaun hitam itu pas sekali di tubuh Arumi. Aurel sempat melontarkan protes, karena suaminya tak pernah memilihkannya gaun seperti itu. Namun Ardi selalu berkilah. Selera fashion Aurel sangat tinggi, ia takut jika pilihannya tidak cocok untuk Aurel. Namun tentu saja semua itu hanyalah alasan Ardi. Ia memang tidak pernah mencintai Aurel. Perhatian dan kasih say

  • Mertuaku Racun Rumah Tanggaku   51.

    "Ardi…!" Bu Hilda berlari tergopoh- gopoh ke kamar Arumi. Arumi dan Ardi yang tengah bercengkrama, sontak mengalihkan perhatiannya pada Bu Hilda."Ada apa, Bu?" ucap Ardi seraya menaikkan alisnya."Aurel… Aurel pingsan!" ucap Bu Hilda sambil menunjukan wajah paniknya.Ardi mengernyitkan alisnya mendengar perkataan Bu Hilda. Tadi Aurel nampak baik- baik saja, kenapa tiba- tiba pingsan.Melihat putranya tak bergeming, Bu Hilda langsung menarik tangannya."Ayo, kita harus segera membawa Aurel ke rumah sakit!" "Tapi —" Ardi enggan meninggalkan Arumi. Saat - saat seperti ini adalah saat yang paling dirindukannya. Namun suasana syahdu itu harus rusak karena teriakan Bu Hilda."Ayo, Ardi! Aurel istrimu juga. Kalau sampai terjadi apa- apa padanya, kau juga harus bertanggung jawab!" Bu Hilda meninggikan suaranya, agar anak lelakinya itu mau mengikutinya. Sejenak Ardi menatap Arumi, seolah ingin meminta izin pada wanita itu. Arumi tersenyum sembari menganggukkan kepala, membuat seluruh keragua

  • Mertuaku Racun Rumah Tanggaku   50.

    Deru suara mobil berhenti di pekarangan rumah Bu Hilda. Beberapa saat kemudian Ardi terlihat turun dari mobil dengan menenteng beberapa kantong plastik dan tas belanja.Bu Hilda, Santi, dan Aurel tersenyum melihat tentengan di tangan Ardi. Sepertinya lelaki itu habis dapat bonus dari kantor sampai belanja sebanyak itu."Wah, kamu habis belanja, Mas?" Aurel mencium takzim telapak tangan suaminya, kemudian bergelayut manja di lengannya."Ya, aku tadi abis dari supermarket, aku juga mampir ke restorant biasa, untuk membeli makanan," sahut Ardi seraya mengangkat kantong plastik yang ditentengnya.Senyum Aurel semakin lebar, melihat logo restorant favoritnya di kantong plastik yang ditunjukkan suaminya itu."Wah, Mas Ardi memang suami idaman. Padahal aku ga minta dibeliin makanan, tapi Mas Ardi sudah pengertian." Aurel hendak meraih kantong plastik dan tas belanja di tangan suaminya itu, tapi belum sempat tangannya menyentuh kantong plastik dan tas belanja itu, Ardi sudah menjauhkannya dar

  • Mertuaku Racun Rumah Tanggaku   49.

    "Mama!" Dinda melepas genggaman tangan Ardi dan berhambur ke arah ranjang Arumi. Baru beberapa hari saja, ia tidak bertemu dengan sang mama, rasa rindunya sudah membuncah. Arumi yang masih lemah, dengan selang- selang infus masih terpasang di tubuhnya mencoba bangun untuk menyambut putrinya itu. Tak bisa dipungkiri, ia juga sangat merindukan Dinda."Sayang, Mama kangen banget sama kamu!" Air matanya meleleh saat tangannya berhasil merengkuh bocah perempuan yang masih memakai seragam SD tersebut."Bagaimana keadaan Mama? Apa perut Mama masih sakit? Biar Dinda obati!" ucap bocah polos itu. Selama ini, yang selalu ia lakukan saat sang mama berguling kesakitan menahan rasa nyeri di perutnya, adalah mengelus- elusnya. Kali ini Dinda pun melakukan hal yang sama, membuat Arumi tersenyum geli."Mama udah ga sakit kok, Sayang," ucap Arumi sembari membelai rambut gadis kecil yang dikuncir dua itu. Semua rasa sakitnya seolah musnah begitu melihat putri kesayangannya itu."Kalau begitu, kapan Mam

  • Mertuaku Racun Rumah Tanggaku   48.

    Ardi memasuki ruang rawat Arumi, tampak wanita itu tengah berbaring dengan mata terpejam. Mendadak Ardi merasa udara di ruangan itu terasa menipis dan itu membuat dadanya sesak, apalagi ketika melihat wajah pucat Arumi yang sangat kentara. "Arumi ..." panggilnya pelan, jika Arumi sedang tidur maka dia tidak mau mengganggu.Namun kemudian mata Arumi perlahan membuka, binar matanya terpancar ketika melihat Ardi ada di sampingnya. "Mas ..." ucapnya lemah, suaranya hampir tak terdengar.Ardi meraih tangannya, terasa dingin."Arumi, maafkan aku," ucap Ardi dengan terbata-bata, dia sedih melihat kondisi istri pertamanya itu."Aku sungguh tidak tahu semua ini, kenapa kamu nggak ngomong kalau kamu sakit? Aku bisa membantu pengobatannya dan kamu nggak harus bekerja keras sendirian," ucap Ardi sedikit menyesalkan akan diamnya Arumi selama ini.Arumi hanya tersenyum tipis menjawabnya, dia menggeleng dan balas menggengam tangan Ardi meski terasa lemah. "Aku menyesal menuduhmu selama ini!" tut

  • Mertuaku Racun Rumah Tanggaku   47.

    "Bedebah! Berani sekali kamu bicara seperti itu!" geramnya, dia bergerak maju dan gantian mencengkeram kerah kemeja Andrean. Ardi naik pitam, dia tersinggung dan tak terima dengan ucapan Andrean yang secara terang-terangan meminta Arumi darinya.Andrean tampak tenang dan malah tersenyum."Aku ingin tahu sejauh mana kamu masih mencintai Arumi, bahkan jika mendengar fakta sebenarnya antara aku dan dia," ucapnya tersenyum miring.Ardi salah mengira, dia berpikir jika Andrean memang benar-benar akan mengatakan kebenaran mengenai perselingkuhan yang dilakukannya dengan Arumi."Dia masih istriku, jadi aku masih berhak atas hidupnya, kamu tidak bisa mengambil dia begitu saja dari tanganku!" gertak Ardi mengguncang Andrean dengan marah.Andrean menarik sudut bibirnya berlawanan, sekarang jelas dia bisa melihat perasaan Ardi sebenarnya terhadap Arumi."Dia mengidap penyakit mematikan, aku dan dia tak lebih hanya sebagai dokter dan pasien, Arumi tak ingin memberitahukan semuanya sama kamu karen

  • Mertuaku Racun Rumah Tanggaku   46.

    "Bos kenal dia?" tanya Bonar heran. Andrean yang menyadari jika perempuan yang pingsan itu adalah Arumi, pasiennya sendiri, segera mendekat dan memeriksanya."Dia pasien saya," jawab Andrean singkat. Alis Bonar terangkat mendengarnya.Tangannya memeriksa denyut nadi Arumi dan keningnya berkerut dalam. Raut wajahnya berubah cemas. Tanpa banyak bicara, lelaki itu menunduk lalu dengan sigap mengangkat tubuh Arumi.Bonar tanggap, dia bergegas menuju mobil Andrean dan membantu membukakan pintu mobil."Tolong kamu urus gerobaknya dulu!" kata Andrean pada Bonar."Siap, Bos!" sahut Bonar.Andrean mendudukkan Arumi di kursi depan dan memasangkang sabuk pengaman, dia sedikit merendahkan kursi agar Arumi bisa berbaring. Setelah memastikan Arumi aman, dia sendiri segera masuk dan menyalakan mobil. Langsung tancap gas menuju Rumah Sakit."Kamu kok maksain diri, Arumi! Sudah tahu badan kamu itu lemah dan nggak boleh terlalu kelelahan!" gumam Andrean sejenak melirik ke arah Arumi yang terpejam di k

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status