Khair mengacak rambutnya frustasi, semua yang dikatakan Melody benar adanya. Namun, dia tak mungkin tega mengatakan semua itu padanya. Karena akan terlalu menyakitkan, tetapi bagi Khair dia memang butuh waktu setidaknya untuk menyentuh Melody.
Rasa cinta untuk seseorang bisa saja hadir sebab terbiasa. Namun, ada juga yang bersama sekian lama, tetapi tak punya perasaan apa-apa.
Cinta lebih mudah hadir kala hati masih kosong tanpa penghuni dan lebih susah untuk menggantikan nama seseorang yang telah lama bertahta.
Khair menoleh menatap Melody yang menyembunyikan seluruh tubuhnya di balik selimut tebal. Bahu perempuan itu terlihat berguncang, isaknya terdengar keras di telinga Khair.
Dia merasa kasihan, tetapi tak bisa berbuat apa-apa. Jika bukan karena permintaan sang mama juga persetujuan dari Melody dan Lena tentu dirinya tak mungkin menikahi perempuan itu.
Khair tak akan m
Pagi itu setelah Khair dipuaskan Lena dia pergi ke kantor dengan wajah semringah. Sementara Melody sengaja mengambil cuti dan berharap bisa berduaan dengan Khair. Karena mereka adalah pengantin baru yang masih hangat-hangatnya."Mbak, di mana Mas Khair?" tanya Melody setelah menghampiri Lena yang baru saja akan keluar untuk belanja keperluannya dengan Khair yang kebetulan ada beberapa yang telah habis."Mas Khair berangkat ke kantor sejak tadi pagi!" jawab Lena dengan tangan masih sibuk memasukkan ponsel juga dompet ke dalam tas.Rencananya dia akan belanja diantar sopir. Karena Khair sedang sibuk. Sebenarnya Lena sudah bisa mengemudikan mobil, dia beberapa kali diajari Khair dan sudah lumayan mahir. Sayangnya, Lena masih kurang percaya diri."Kerja? Kenapa nggak Mbak Lena larang, sih? Aku sama dia kan pengantin baru," protes Melody ketus.Lena mengembuskan napas kasar mena
Wajah Khair yang semula berbinar langsung berubah masam. Dia sangat terkejut mengapa rekan kerjanya bisa bersama Lena seperti itu. Apa lelaki itu mencoba menusuknya dari belakang?"Bohong, Mas. Ini nggak seperti yang dia ucapkan. Aku sama sekali nggak pernah janjian apalagi barengan belanja sama Azam," papar Lena yang seketika merasa lemas."Kamu ini bicara apa, Lena? Bukankah semalam kita teleponan gara-gara kamu kesepian. Karena Khair melakukan malam pertama dengan istri keduanya." Azam menyunggingkan senyum bahagia saat dia sedang berdiri di belakang Lena dan melihat Khair mengepalkan tangan."Kamu jangan bicara sembarangan lagi! Mas, dengarkan aku jangan percaya sama ucapannya. Dia sengaja ingin merusak rumah tangga kita," sahut Lena dengan tampang memelas."Sayang, udahlah jujur aja!" Azam merangkul pundak Lena.Seketika emosi Khair langsung meledak. Dia menggebrak mej
Khair yang sedang berpelukan dengan istri pertamanya sontak segera melepaskan tautan mereka. Khair berjalan menghampiri Melody dan diikuti Lena di belakangnya."Mel, lain kali kalau kamu mau masuk ke kamarku bisa tolong mengetuk pintu lebih dulu?" tanya Khair dengan lembut meski dia merasa risih dengan kehadiran Melody disaat dirinya tengah bermesraan dengan Lena."Mas, aku juga istrimu. Apa aku salah memasuki kamar suamiku tanpa izin?" tanya Melody dengan tatapan nanar."Tidak salah kalau itu kamarku sendiri! Tapi ini adalah kamar Lena, yang harus dijaga privasinya. Seperti Lena tak memasuki kamarmu sembarangan, begitu pun kamu harus menjaga privasinya!""Baik, maaf kalau aku lancang!" Melody menekuk wajahnya dan menunduk sedih. Khair yang melihat itu merasa kasihan dan mengelus kepala Melody."Tak masalah, lain kali jangan seperti itu lagi, ya," ucap lelaki itu.
"Lena, tunggu! Saya sudah bayar mahal untukmu. Jangan lari begitu saja!” Seorang lelaki sedang mengejar Lena. Jangan kamu pikir dia adalah pemuda tampan yang mirip pangeran dari cerita dongeng. Tidak. Lelaki itu lebih cocok dipanggil om-om, karena seumuran ayah Lena. Ayah yang telah membuatnya terjebak dalam dunia gelap seperti ini, hingga berlumur dosa.Lena telah menjadi seorang wanita hina. Orang-orang menatapnya seperti sampah bila berpapasan dengannya di jalan. Jangankan anggapan orang-orang itu, bahkan dia pun malu pada diri sendiri atas perbuatan yang telah dilakukannya.Sudah lama tubuh Lena menolak melakukan hal-hal tidak pantas itu, tapi mau bagaimana lagi? Kelab malam dulu menjadi tempat yang asyik untuk menuangkan seluruh kekesalan dan kelelahannya akan hidup yang berat ini. Andai ibu tak meninggalkannya dan memilih pergi bersama pria lain, pasti hidupnya akan lebih baik.Lena terus berlari sekuat tenaga. High heels di kaki dia lepaskan aga
Warning! Kisah ini mungkin sedikit berbeda dari yang lainnya. Karena tokoh utamanya bukanlah wanita baik-baik dan ada beberapa kata kasar yang sengaja disensor author, tapi setiap cerita pasti memiliki pelajaran tersendiri untuk diambil hikmahnya. Jadi bijaklah dalam membaca!Sepertinya perbincangan mereka menyebabkan anggota lain di rumah Aida terbangun. Ya, karena ini tengah malam, jadi meski pun suara mereka pelan, akan tetap terdengar keras."Jangan coba-coba pakai baju keponakan saya di tubuh kotormu itu ya!" ujar Tante Nisa sembari mengambil paksa gamis Aida dari tangan Lena."Maaf, saya tidak bermaksud ....""Perempuan penuh noda sepertimu tidak pantas dimaafkan, sudah terlalu banyak dosa yang kamu perbuat," potong Tante Nisa dengan muka meremehkan.Astaghfirullah, batin Lena."Tante Nisa, jangan bicara seperti itu. Kita tidak berhak menghakimi seseorang, dia adalah temannya Pak Khair," sahut Aida seraya mengusap len
"Tunggu, Pak." Lena menghentikan langkahnya, membuat Khair ikut berhenti."Kenapa?" tanya Khair tanpa menoleh sedikit pun.Perempuan itu menarik napasnya dalam. Dia tampak menimbang-nimbang ucapannya, seolah yang akan dia katakan adalah hal yang berat. "Sebaiknya kita tidak pergi berdua, saya tidak mau bapak terjebak dosa lagi seperti malam itu."Khair tersenyum, ternyata itu yang ingin Lena katakan. "Di dalam mobil ada Bi Inah, asisten rumah tangga Mama.""Eh, kirain mau berdua lagi," sahut Lena. Kata itu meluncur begitu saja dari bibir tipisnya."Ayo, kasihan Bi Inah sudah nunggu lama," ajak Khair. Meskipun dia tahu asisten rumah tangga mamanya itu hanya menunggu beberapa menit saja."Kita mau ke mana?" tanya Lena dengan muka polosnya.“Belanja keperluanmu. Saya tidak mau melihat kamu memakai baju kurang bahan seperti kemarin,” ujar Khair sembari membuka pintu mobilnya.Lena mel
Inah! Dari mana saja kamu? Pagi-pagi sudah ngilang!" teriak Mama Reta ketika melihat Bi Inah masuk ke dalam rumah bersama dengan putranya."A-anu, Nya. Itu ...," jawab Bi Inah gagap."Anu-itu, apa? Dan kamu Khair, kenapa masih di sini? Nggak kerja?" potong Mama Reta seraya menghampiri mereka."Habis zuhur Khair ke kantor, Ma. Tadi ada urusan sebentar sama Bi Inah," sahut Khair, dia melirik ke arah asisten rumah tangga mamanya yang terlihat menunduk."Kamu itu jangan terlalu baik sama pembantu, ntar lama-lama dia ngelunjak. Pakai acara beliin barang-barang segala," ucap Mama Reta seraya melirik paperbag di tangan Bi Inah.Astaga! Khair lupa meletakkan gamis Lena di bagasi mobil, untung mamanya berpikir itu belanjaan Bi Inah. Kalau sampai perempuan itu tahu yang sebenarnya, bisa runyam urusannya. Tapi kasihan juga Bi Inah, sekarang dia malah terkena imbas dari masalah Khair."Masuk aja, Bi. Terima kasih sudah bersedia menemani saya," uja
Khair berhenti, sedikit memutar tubuhnya agar menghadap Lena. "Saya akan menikahimu," ucapnya setelah mereka berdua sampai di halaman tempat tersebut.Ucapan Khair seketika membuat Lena terperanjat. Mungkinkah saat ini pendengarannya sedang bermasalah? Atau pria di hadapannya justru sedang bercanda."Duduklah Lena, malam ini saya ingin mengatakan hal penting padamu," ujar Khair.Mereka duduk bersisihan di bangku depan kelab malam. Suasana di luar sepi, meski kadang masih ada beberapa orang lewat."Pakai ini, udara malam tidak bagus untuk kesehatanmu." Khair melepas jasnya dan memberikannya pada Lena.Perhatian seperti ini yang selalu saya rindukan, Mas, batin Lena."Lena, saya berniat serius melamarmu. Saya ingin kamu menjadi istri saya." Khair mengulang ucapannya yang tadi sempat terjeda untuk beberapa saat.Lena menarik napas dalam lalu mengembuskannya perlahan. Dia benar-benar tidak menyangka Khair akan mengatakan