Tak salah kalau kala itu, Tan Malaka (1937 M) sempat melukiskan kondisi Sumatera Timur atau tanah Deli, “Goudland, tanah emas, surga buat kaum kapitalis. Tetapi tanah keringat air mata maut, neraka buat kaum proletar…“. Tanah Deli surga bagi kaum kapitalis dan penguasa, tapi neraka dunia bagi kuli kontrak yang selalu berkubang dengan air mata darah. Gaung tanah Deli ini sebagai surga bagi kaum kapitalis menggema sejak Jacobus Nienhuijs memperkenalkan tanaman berdaun duit yang berasal dari Deli di pasaran Eropa tahun 1864 M. Bahkan, Deli dikenal sebagai “Dollar Land” dengan predikat sebagai penghasil daun pembungkus cerutu terbaik dunia mengalahkan Brasil dan Cuba. Pada saat itu, di tanah Deli yang berkuasa adalah Kesultanan Deli di bawah pimpinan Sultan Mahmud Al Rasyid Perkasa Alam Shah.
Asal-muasal Kesultanan Deli di tanah Deli ini tidak dapat dilepaskan dari ekspansi Ke
Setelah Tuanku Panglima Pasutan wafat pada tahun 1761, maka yang berikutnya naik tahta menjadi Sultan Deli adalah putranya yang bernama Kanduhid, bergelar Panglima Gandar Wahid. Namun, pada tahun 1805, Panglima Gandar Wahid meninggal dunia dan digantikan oleh putranya yang bernama Amaluddin. Tetapi menurut hikayat Basarshah II, pada masa itu Kesultanan Deli sudah berada di bawah pengaruh Kesultanan Siak Sri Inderapura, sehingga penobatan Tuanku Amaluddin sebagai Sultan Deli dianggap sah setelah disetujui oleh Sultan Siak dengan Akte Sultan Siak tanggal 8 Agustus 1814 M. Setelah resmi menjadi Sultan Deli, Tuanku Amaluddin memperoleh nama kehormatan dengan gelar Sultan Panglima Mangedar Alam.Pada tahun 1854 M, Kesultanan Deli ditaklukkan oleh pasukan Kesultanan Aceh Darussalam yang di bawah pimpinan panglima Teuku Husin. Pada masa itu, yang menjadi Sultan Deli sejak 1850 adalah Sultan Osman Perkasa Alam Shah. Sultan Osman ditawan da
Seiring perkembangan perkebunan yang maju pesat, maka kebutuhan akan tenaga kerja pun semakin meningkat pesat. Sejarah kuli kontrak pun di mulai di tanah Deli. Di awal perintisannya, Tahun 1864, Jacobus Nienhuijs hanya panen 50 bal tembakau kering (75 kilogram perbalnya). Namun untuk meluaskan kebunnya, ia kekurangan orang. Sementara penduduk lokal, seperti orang Melayu dan Batak Karo dianggap tidak cocok karena suka melawan, memberontak. Maka, awalnya Nienhuijs mendatangkan tenaga orang Cina dari Penang yang disebut laukeh. Kemudian, berkembang lagi dengan bantuan 23 buruh harian Melayu, serta 88 buruh Cina.Kemudian, berbondong-bondong kaum kapitalis Eropa masuk ke Tanah Deli menjadi "tuan kebun" lain sehingga perkebunan semakin meluas dan menguntungkan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Namun, mereka merasa kekurangan tenaga kerja karena semakin sedikit. Mereka pun berusaha mendatangkan rombongan pekerja Tamil (zaman itu Belanda menyebutnya "
Pagi itu, jalanan sepi saat aku pergi ke sekolah. Mentari pun malu-malu mengintip perjalananku dari sela-sela daun Anaccadium odontinale yang banyak tumbuh di kampungku ini. Aku hanya ditemani oleh suara drenyit rantai kereta anginku yang sudah aus. Drenyit rantai yang sudah aus itu aku dengar laksana alunan simfoni yang syahdu di telingaku. Apalagi ditambah suara canda-ria kicauan burung yang sedang menyambut sang pagi dari balik semak-gulma Imperata cylindrica di peladangan yang merana, tak sempat digarap warga di kampungku, membuatku tersenyum. Aku begitu ‘happy’ menikmati perjalananku ini, bisa sekolah.Yeah! Senyumku tak berlangsung lama. Sebab, begitu aku membelokkan laju kereta anginku mengikuti jalan yang menikung dan menurun, tiba-tiba di depan sudah ada mobil jeep melintang di tengah jalan menghadang perjalananku. Aku pun buru-buru berusaha menghentikan laju kereta angin tuaku yang bermasalah dengan sistem pengeremannya itu. Tiada jalan
Yeah! Apes deh!Kelengahanku dalam beberapa detik itu tidak disia-siakan oleh Bogeld dan Liem Bok yang segera menyergap diriku dengan jurus gaya bebeknya dari kanan-kiri. Tak pelak lagi, kedua tanganku sudah diringkus oleh mereka berdua hingga aku tak bisa berkutik lagi…tak bisa uget-uget lagi. Sementara, Benhart menyeringai senang, lihat diriku sudah dapat dikuasai oleh Liem Bok dan Bogeld. Ronggur Sang Penakluk yang aku takutkan itu pun kini sudah berada di sisi Benhart. Dia siap menunggu perintah untuk menghajarku. Benhart semakin besar kepala. Dia lantas langsung menghampiriku.Habislah riwayatku, si Enda Kiebo, batinku. Benar saja tanpa ampun lagi, dia mengayunkan bogem mentahnya ke arah perutku berulang kali.Bukkk!“Aaakh!”Enda Kiebo berusaha kuat meronta untuk melepaskan dari pegangan Liem Bok dan Bogeld, tapi cekalan tangan mereka begitu kuat mencengkeram tanganku, mengalahkan tenagaku.Bukkk!“Aduuu
Boneka. Boneka itu suatu mainan. Mainan yang banyak digemari orang, terutama anak perempuan. Eh, lelaki pun tidak sedikit yang gemar bermain boneka, tapi bukan berarti dia makhluk setengah jadi alias waria. Boneka itu unik, walau tidak mempunyai jiwa dan perasaan, namun boneka itu bisa buat orang asyik. Apalagi, boneka mainan orang tingkat tinggi. Biasanya boneka mainan ini dibuat menyerupai bentuk makhluk. Boneka itu ada yang terbuat dari kayu, kertas, lilin, plastik yang dipermak sedemikian rupa hingga jadi bentuk yang sangat indah dan unik menyerupai bentuk manusia maupun hewan. Bahkan ada yang berbentuk makhluk jadi-jadian.Namun, bagaimana pula jika yang jadi boneka itu makhluk hidup benaran, seperti manusia? Wah! Celakalah kalau orang sudah jadi boneka orang lain, jadi antek kepentingan orang lain, jadi antek bangsa lain. Apapun bisa dijualnya, apapun bisa dikorbankannya, termasuk harkat dan martabatnya sekalipun bisa dijualnya
Bukti sejarah tidak diragukan lagi sesosok Tjong A Fie ini yang telah turut serta dalam pendirian, pengembangan dan pembangunan beragam fasilitas Kota Medan, seperti Titi Berlian (jembatan di kampung Madras/kampung keling Medan) yang dibangun untuk menghormati abangnya Tjong Yong Hian sekaligus untuk kepentingan masyarakat luas. Tjong A Fie juga membangun kelenteng, masing-masing di Jl. Keling (dulunya di Klingenstraat), di Pulo Brayan dan juga menyediakan tempat pemakaman di Pulo Brayan dan mendirikan perkumpulan yang bertugas untuk merawat pasien berpenyakit lepra di Pulau Sicanang. Rasa Hormatnya kepada Sultan Deli, Makmun Al Rasyid Perkasa Alam Shah dan penduduk Islam Medan, diwujudkan dengan menyumbang sepertiga dari seluruh biaya pembangunan Mesjid Raya Medan. Tjong A Fie juga membangun mesjid Gang Bengkok (Jl. Mesjid Kesawan sekarang) di dekat tempat kediamannya di Kesawan Medan. Bahkan di seluruh Sumatera Timur Tjong A Fie sangat terkenal karena kedermawanannya. Ban
Jantung Bogeld dan Liem Bok hampir mau copot tatkala mereka sampai di depan sekolah. Bahkan, tubuh Bogeld dan Liem Bok sampai gemetaran, sebab di antara lalu-lalang siswa yang memasuki gerbang sekolah itu, mereka sempat lihat guru yang paling ditakuti siswa, yaitu Pak Beresman yang sedang berdiri di depan pintu gerbang sekolah. Penampilan Pak Beresman itu sungguh menyeramkan sekali, dengan tubuh tinggi besar, kulit berwarna agak gelap, mukanya terlihat gradakan dan dihiasi kumis melintang kayak Abang Jampang. Kontan membuat kornea mata Bogeld dan Liem Bok mau melompat keluar tatkala dilihatnya, tangan Pak Beresman juga memegang rotan yang besarnya sejempol tangan, panjangnya kira-kira satu meter, sambil memperhatikan satu-persatu siswa yang memasuki area sekolah. Seperti biasa, apabila dilihatnya ada siswa yang terlihat pakaiannya kurang rapi atau bajunya tidak dimasukkan ke dalam celana, maka mereka langsung dipisahkan dari yang lainnya dan tidak diperkenankan masuk ke dalam kelas,
Eh, tiba-tiba Ratna Sari nyelonong memalangkan kereta anginnya, menghalangi laju kereta anginku dan kereta angin Indra Kesuma tepat di pertigaan Jalan Budi Kemenangan dekat sekolah kami. Lantas, Aku dan Indra Kesuma pun terpaksa segera menghentikan laju kereta angin dan turun. Berturut-turut di belakang Ratna Sari ada Yan Utama, Zulbrito, Suheng, Arif Budiman, Zainab Maria dan Elfi Zahara berjalan kaki. Mereka langsung menghampiri kami bertiga.“Masya Allah!” teriak Ratna Sari begitu dia turun dari kereta anginnya dan lihat muka Enda Kiebo yang babak-bunyak. Dia langsung membombardir, “Apa yang terjadi padamu Enda? Siapa yang tega memukulimu hingga babak belur begitu?”Aku hanya tersenyum kecut lihat Ratna Sari begitu terperanjat lihat apa yang aku alami. Aku diam, Indra Kesuma pun bungkam.Begitu sampai di hadapanku, Yan Utama pun terperangah lihat kondisiku. Dia jadi penasaran.“Iya Enda, ada apa denganmu? Kau b