Murid Kesayangan

Murid Kesayangan

By:  Ayunina Sharlyn  Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
6 ratings
135Chapters
7.7Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Hubungan Avin dan kekasihnya kian memburuk. Lola terus saja menyalahkan Avin dan menganggap Avin tidak mengerti dirinya. Berada di situasi itu, tugas sebagai guru musik di SMA semakin bertambah. Tekanan itu membuat Avin cukup stress. Ketika itulah, muncul Josie, salah satu murid baru di sekolah yang cukup menjadi perhatian Avin karena sisi gelap yang misterius. Mendekati Josie, tanpa dia kira membuka pintu asmara baru bagi Avin. Josie yang memang merindukan kasih sayang, tidak menolak saat Avin mendekat padanya. Avin makin tidak bisa menahan hatinya mencintai Josie ketika dia memahami masa lalu Josie. Saat Lola tahu kedekatan Avin dan Josie, dia melapor ke sekolah! Apa yang terjadi pada Avin dan Josie? Bisakah cinta antara guru dan murid yang selalu dipandang salah akan menemukan jalan untuk bersama?

View More
Murid Kesayangan Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Amih Lilis
Ceritanya keren. semangat kaakkkk
2023-10-29 20:40:01
1
user avatar
Mblee Duos
ayo kak, semangat nulisnya......... saling support juga yuk, di cerita aku MAMA MUDA VS MAS POLISI......
2022-11-24 17:07:22
1
user avatar
Little Casper
suka sama karakter avin. cuss lanjut sama cewek murid kesayangannya aja hehehe
2022-11-17 20:31:37
1
user avatar
Teha
ayo, kak. semangat nulisnya, biar cepat gajian haha
2022-09-08 11:40:54
0
user avatar
Teha
sungguh aneh tapi nyata.....kisah kasih di sekolah dengan muridnya.. wkwkwk
2022-09-08 11:40:15
0
user avatar
Ayunina Sharlyn
yang mampir baca kisah Avin dan Josie, jangan lupa beri komen ya? biar semangat nulis nih ......
2022-07-16 00:50:37
0
135 Chapters
Bab 1. Apa Maumu?
Mata bulat dan lentik itu menatap tajam padaku. Dengan wajah merah dan bibir terkatup rapat, pandangan kekasihku menghujam dalam. Aku tahu, Lola sangat marah. Ini yang kesekian kalinya setiap aku mengajak Lola bicara, hanya pertengkaran saja yang terjadi di antara kami. "La, kamu dengarkan aku dulu. Jangan selalu saja kamu emosi dan menyalahkan aku." Aku pun ingin meluapkan kekesalanku. Tapi itu tidak akan ada gunanya. Aku memilih menekan rasa marah yang terus menggelitik di dadaku. "Siapa yang mau menyalahkan? Kenyataannya kamu memang salah! Ga mau terima?!" Lola makin meledak. Rambutnya yang dia cat pirang sebahu, ikut bergoyang saat dia dengan tegas menggelengkan kepala. "Bukan begitu, Lola. Sudah tiga minggu kita ga ketemu. Aku mau gunakan waktu ini buat kita evaluasi apa yang terjadi dengan hubungan kita. Kamu paham ga?" Aku geram sekali. "Hubungan kita ga ada masalah, Vin. Kamu pacar aku, aku pacar kamu. Kita sama-sama tahu. Sudah jelas. Aku masih banyak urusan dan kita ga b
Read more
Bab 2. Bola Mata Sayu
Jantungku berdetak begitu kuat. Tanganku mencengkeram stang motor makin erat, berusaha tetap kokoh meski sempat sedikit oleng. Aku memutar haluan dan memaksa motorku minggir ke tepi jalan. Hampir saja aku menabrak seorang gadis. Aku melihat ke sisi kananku. Gadis itu terduduk di atas aspal. Untung jalanan perumahan sepi. Dengan cepat aku menghampiri, sedikit berjongkok di depannya. "Kamu baik-baik saja?" tanyaku. Aku perhatikan kondisi gadis itu. Apakah ada yang terluka? Kalau perlu aku bawa di ke klinik atau apa untuk berobat. Dia tidak menyahut. Dia melempar lirikan tajam, lalu tangannya sibuk memasukkan lagi belanjaannya yang tercecer. Aku ikut membantu mengambil beberapa dan memberikan padanya. "Kalau menyeberang hati-hati," ujarku. Gadis itu kembali hanya menatapku. Tidak bicara apa-apa. Pandangannya dingin dan tidak ramah. Anehnya, tidak tampak dia terkejut karena hampir mengalami kecelakaan. "Di mana rumah kamu? Aku antar saja." Aku menawarkan bantuan. "Kenapa ga sekalian
Read more
Bab 3. Kamu Di Sini?
Gadis dengan mata sayu itu masih terus membayangiku. Yang aku pikirkan, kalau dia nekat mengakhiri hidupnya, bagaimana? Apakah dia mengalami hidup yang sungguh amat sangat berat, sehingga dia kepingin mati? Ah, dia masih sangat muda. Aneh sekali. Gadis seumuran dia harusnya itu penuh semangat untuk mengejar cita-cita. Bagaimana caraku bisa memastikan kalau gadis itu baik-baik saja? Apa perlu aku mencari di gang itu, terakhir kali aku melihatnya? Serius, sayang sekali gadis semuda dia, lumayan cantik, harusnya punya masa depan cerah, tapi justru putus asa dengan hidupnya. "Ngapain juga aku sampai segitunya mikir orang ga dikenal? Itu cewek pasti punya orang tua. Kalau dia kenapa-napa, ya orang rumahnya pasti akan bertindak. Hehh, mending tidurlah. Besok kerjaan udah panjang menunggu." Aku kembali merebahkan badan. Tapi mataku tak bisa juga terlelap. Hingga lebih lima belas menit rebahan, aku duduk lagi. Lebih baik aku mengerjakan sesuatu sampai lelah, baru aku akan bisa lelap tidur.
Read more
Bab 4. Murid Baru yang Misterius
Gadis di depanku itu dengan cepat mengangkat wajahnya dan menatapku. Kedua alisnya berkerut, seolah-olah berpikir keras. "Siapa, ya? Emang kita udah kenal?" Dia bicara dengan logat Jawa Timur-an. Suara dan bicara yang aku tidak asing rasanya. Aku menduga dia berasal dari Surabaya atau Malang. "Kamu ga ingat aku?" tanyaku balik. Aku sangat yakin dia gadis yang hampir kena senggol motorku. Gadis yang ingin mati itu. "Hmm ... nggak. Ga usah sok kenal," katanya. Aku semakin yakin dia memang bukan berasal dari kota ini. "Kamu murid baru?" tanyaku lagi. "Ya, dan aku udah telat. Benar-benar sial pagi hariku," tukas gadis itu mencibir sambil ngeloyor pergi. Aku menaikkan kedua alisku. Heran dengan sikap angkuh dan cueknya. Benar-benar gadis yang misterius. Apa dia tidak tahu kalau aku guru di sini? Tidak bisa hormat sedikit sama orang! Aku menggeleng-geleng dan meneruskan langkah kakiku. Aku memperhatikan baju yang aku kenakan. Senyum kecil pun begitu saja meluncur di bibirku. Aku tidak
Read more
Bab 5. Kejutan dari Kekasih
Aku menunggu murid itu membuka suara, menyebutkan apa lagu favoritnya. Tidak ada pergerakan. Wajahnya datar, tatapannya lurus ke arahku. "Josephine. Benar, panggilan kamu Josephine?" tanyaku akhienya. "Josie." Pendek Josie menjawab. "Oke, Josie. Apa lagu favoritmu?" tanyaku lagi. "Ga ada." Datar, itu jawabannya. "Hm?" Aku cukup kaget dengan ucapan pendek itu. Pertanyaanku berlanjut. "Kamu ga suka musik?" "Apa harus punya lagu favorit?" Nada suaranya makin dingin. Aku bisa merasa seketika kelas menjadi sedikit tegang. Beberapa siswa tampak berbisik-bisik. Dari reaksi mereka jelas bukan tanggapan baik dengan sikap Josie. "Anak baru ini, belagu banget, sih. Sopan dikit ama guru, ga bisa?" Salah satu murid dari deretan kiriku angkat bicara. Dugaanku benar, saat bertemu dengan Josie di dekat taman, aku tahu dia mengenakan seragam baru. Dia memang murid baru. Tapi tidak mengira, dia langsung masuk kelas teratas di sekolah ini. Josie melirik ke arah gadis itu, tapi tidak menimpali a
Read more
Bab 6. Pertengkaran Tak Bisa Dihindari Lagi
Masih tak bisa kupercaya rasanya dengan kabar yang aku dengar dari Arka dan Diki. Sampai aku pulang, aku tidak bisa tenang. Makan malam dengan makanan favorit pun rasanya hambar dan tidak selera. Masih tersisa setengah di piring, aku biarkan saja. Aku masuk ke kamar dan duduk di ranjang. Aku sandarkan badan di kepala ranjang. Aku mencoba menghubungi Lola. Tidak ada jawaban. Aku coba bahkan hingga empat kali, panggilan telponku tidak diangkat juga. "Kamu sesibuk apa, sih? Jangan-jangan Arka dan Diki benar. Kamu ga hanya bekerja dengan pergi ke mana-mana dan sering ga ada kabar. Tapi karena kamu juga punya acara dengan cowok lain." Aku bergumam kesal. Tidak ada pilihan. Aku mengirimkan pesan buat Lola. - aku mau kita bicara. ga bisa ditunda. begitu kamu pulang, kita harus ketemu dan menyelesaikan semuanya. Aku kirim pesan itu dengan darah seperti bergemuruh di dada. Aku kenal Arka dan Diki lebih lama dari kenal Lola. Tidak mungkin jika mereka mengada-ada. Tapi di satu sisi hatiku te
Read more
Bab 7. Lebih Baik Pisah?
Jujur, aku makin merasa tidak dihargai oleh Lola. Sikapnya yang terus saja mau menang sendiri membuat aku benar-benar lelah. "Oke, bicara saja, terserah," ujarku. Aku mundur dan menyandarkan punggung di kursi. Lola mulai bicara ini dan itu yang tidak jelas juntrungannya. Aku sudah ogah mendengar semua yang Lola katakan. Yang aku lakukan mengangguk atau menggeleng, atau hanya menatap saja. Tidak ada niatan aku mendesak Lola mendengarkan aku. Aku benar-benar lelah dengan semuanya. "Paham?" kata terakhir Lola. Matanya masih menyala menatap padaku. "Ya, oke." Aku menjawab dengan lesu. "Avin!" Lola tidak lega dengan jawaban yang aku berikan. "Sudah aku dengar semuanya. Aku paham, kurasa cukup." Aku berdiri dan bersiap pulang. Tidak ada gunanya. Lola tidak mau jujur, tidak mau melihat sisi yang salah dari hubungan kami dan menimpakan semua padaku. Dan menilai aku yang terlalu lebay. Fine. "Kalau gitu aku ga mau kamu ungkit-ungkit soal pekerjaanku, apa saja yang aku lakukan. Aku mau k
Read more
Bab 8. Tentang Josie
"Iya, Pak, aku tahu," ucap Josie. "Terlalu banyak yang aku pingin skip, tapi nyatanya harus aku jalani. Biarpun semua ga adil." Kalimat itu memaksa aku menatap lebih lekat pada Josie. Dia tidak menjelaskan apa yang dia maksud, tapi aku bisa mengerti, dia protes dengan keadaan dirinya. "Boleh kamu jelaskan?" tanyaku. Kedua mata cantik Josie mengerjap beberapa kali. "Ntar PR-ku ga selesai. Mending aku kerjain. Kasih waktu lima belas menit, boleh?" Josie menghindar, tidak mau menjawab pertanyaanku. Dia segera menunduk melihat pada lembaran tugas dan mulai fokus mengerjakan. Ada iba di hatiku muncul. Gadis ini menyimpan sesuatu. Malam itu, saat hampir bertabrakan dengan motorku, dia tidak takut dan menangis. Justru kesal karena tidak benar-benar tertabrak. Saat di kelas, dia tidak peduli apapun. Lalu hari ini, dia bingung karena tidak bisa mengerjakan tugas dan hampir menangis tiba-tiba entah karena apa. "Sudah, Pak. Kayak gini, ta?" Nada medok Jawa Timur Josie muncul lagi. Aku mema
Read more
Bab 9. Kejutan Murid Centil
Aku masih mencoba menerka siapa yang sedang menghubungi aku. Salah satu orang tua murid lesku? Tapi semua aku punya nomornya. Atau ada orang baru mau kasih les musik anaknya? Biasanya langsung lewat admin tempat les. Tapi suaranya rasanya aku pernah dengar. "Ya, halo. Maaf, ini dengan siapa?" Aku bertanya. "Ih, si Bapak, terlalu. Sama murid sendiri aja ga kenal." Suaranya sedikit cempreng dan ringan. Murid katanya. Murid SMA? "Kamu murid kelas 12?" tanyaku lagi. "Iyesss, Pak! Ayo, siapa?" Ruang sekali ini cewek ngomong. "Resti?" tebakku. "Horee!! Berhasil. Pak Guru keren!!" Makin girang suara Resti. "Ada apa? Liburan, kok nelpon? Aku mau malam mingguan." Aku menjawab santai. "Pak, aku di depan rumah." Resti bicara juga dengan santai. "Ngapain?" ujarku. Bingung dengan maksud Resti. "Depan rumah Bapak." Resti melanjutkan. "Apa?!" Aku kaget bukan main mendengar itu. "Haa ... haaa ..." Tawa Resti lepas tanpa kontrol. "Aku mau malam mingguan sama Bapak!" "Resti?!" Aku hampir te
Read more
Bab 10. Kesepakatan dengan Pak Guru
Resti mengeluarkan ponsel dan membuka galeri. Dia menunjukkan satu foto. Aku memperhatikan foto itu. Tampak seorang gadis duduk di atas pohon. Tidak terlihat wajah gadis itu karena foto diambil dari belakang. "Ini Josie?" tanyaku tidak yakin. Gambar diambil dari jarak agak jauh, tidak jelas siapa yang ada di foto. Apalagi kepala gadis itu tertutup penutup hoodie yang dia kenakan. "Emang ga keliatan, Pak. Tapi aku ga mungkin salah. Kamar Josie sebelahan sama aku. Jadi lumayan sering kami ketemu. Mana si Monika, sohib aku, sekamar sama dia. Hafal banget, Pak, aku." Resti meyakinkan aku. "Ini tinggi juga dia naik ke atas pohon. Pohon mangga, kan? Yang di belakang sekolah?" Aku memastikan lagi. "Betul. Dia naik pohon itu bisa tiga sampai empat kali seminggu. Kayak ritual aja. Aku beneran heran." Resti menambahkan. Aku langsung teringat malam kejadian aku hampir menabrak Josie. Gadis itu mengatakan ingin mati. Jangan-jangan ini salah satu cara dia ..."Kamu ga tanya, halangi, atau apa
Read more
DMCA.com Protection Status