Author’s POV
“Kau terlihat sungguh berantakan…” ujar Darius ketika ia melihatku sedari tadi terus memeriksa berkas-berkas yang ada di depanku. Mendengar Darius berkata demikian, tanpa ku sadari aku mengangkat kepalaku dan menatap lurus ke Darius yang masih berdiri di hadapanku,
“Benarkah?” tanyaku sekedar hanya basa basi kepadanya.
Darius mengangguk,”Apakah ada sesuatu yang terjadi?” tanya Darius---sekretarisku yang sudah kuanggap sebagai teman bagiku. Aku berpikir keras, apakah aku perlu menceritakan apa yang terjadi kepadanya atau tidak. Sejujurnya aku memang tidak memiliki tempat untuk curhat karena aku selalu menyembunyikannya dan menyimpan masalahku untukku sendiri.
Kali ini, aku memutuskan untuk mengikuti kata hatiku yang terus memanggilku untuk menceritakan hal ini kepada Darius.
Baiklah... akan aku coba ceritakan kepadanya. Namun, ketika aku mulai berpikir untuk berkata
Author’s POVNaomi melihat sekelilingnya, terlihat olehnya sebuah gubuk yang sepertinya terletak di hutan. Mulut gadis itu disumpel, begitu juga dengan tangan dan kakinya yang diikat di ranjang. Ia menatap takut sebilah pisau kecil yang sedang dipegang oleh Adit. Air mata ketakutan terus gadis itu alirkan dari matanya. Ia tidak tahu apa yang bisa ia lakukan di tengah situasi seperti ini,Tidak ada yang bisa menyelamatkannya jika ia berada di hutan seperti ini. Namun dengan keadaannya yang sekarang, lepas dari ikatan ini saja sudah cukup untuknya. Tanpa ia duga, Adit bergerak untuk membuka sumpelan mulut gadis itu, membuat gadis itu langsung berkata-kata kepadanya, memohon untuk melepaskan dirinya,“Kumohon, jangan lakukan ini...” ujar gadis itu dengan takut. Perkataan itu tidak berefek apapun kepada pria itu karena ia sudah hilang akalnya.“Aku tidak bisa... aku harus melakukannya denganmu,” ujarnya sembari m
Author’s POVAlex membawa Naomi ke rumahnya. Tidak lupa, ia memberikan gadis itu pakaiannya yang tentunya kebesaran untuk tubuh gadis itu yang mungil. Tidak hanya itu aja, dia juga mengobati luka gadis itu dan memberikan plester untuk menutupi tulang pipinya yang sedikit membiru. Sementara Alex mengerjakan itu, gadis itu masih menatap kosong sekitarnya.Gadis itu menolak untuk pulang ke rumahnya karena ia tidak siap mental untuk menemui sang ayah. Ia juga tidak ingin menghubungi Adrian dan memilih untuk tetap bersama dengan Alex karena ia tidak ingin sesiapapun tahu kondisinya saat ini selain Alex, pria yang sudah menyelamatkannya.Jika saja Alex tidak membantunya, ia tidak tahu apa yang akan terjadi kepada dirinya. Sekarang situasi berbalik, kali ini, gadis itu yang berhutang nyawa kepada pria yang dahulunya pernah menghancurkan hidupnya itu. Mata gadis itu kosong, seakan tidak ada kehidupan apapun yang ada dibalik mata inda
Author’s POVIa tidak menyangka mengapa ia bisa melakukan ini, namun ia sama sekali tidak menyesal melakukan ini. Gadis itu menyadari betapa kuatnya seorang Alex membekas dalam dirinya. Meskipun ia tengah berada bersama dengan orang lain, hanya Alexlah yang ada di benaknya. Dan bagaimana pun Adrian menghibur dirinya, tidak ada yang bisa membuatnya feel special selain saat ia bersama dengan Alex. Dan sebagaimanapun gadis itu mendorong Alex menjauh darinya, namun hatinya tetap melekat kepada Alex.Terlebih insiden ini pikirannya seakan terbuka jika ia masih mencintai Alex, karena di saat insiden itu terjadi, di dalam benaknya ia meneriakkan nama Alex untuk menolongnya. Ia melakukannya tanpa ia sadari dan sekarang ia seakan sadar mengenai apa yang ia rasakan yang sesungguhnya.Alex berbalik dan mengambil gadis itu untuk ia peluk dengan sayang. Secara tidak langsung ini juga salah pria itu yang tidak bisa menjaga gadis itu. Alex mulai
Author’s POV“A-aku…”Pria itu tidak hanya memiringkan kepalanya, ia juga memiringkan senyumannya terhadap gadis itu. Berbeda dengan Naomi yang tidak tahu harus berbuat seperti apa. Ia merasa seakan sekarang dirinya sedang disudutkan.“Aku?” tanya Alex seakan ingin gadis itu melanjutkan perkataannya,Gadis itu menutup matanya sejenak sebelum ia mulai membuka matanya dan mengeluarkan apa yang menjadi isi hatinya,”Memangnya kenapa kalau aku frustasi ketika kau tidak bersama denganku! Memangnya salah, hah!” ujarnya dengan kedua tangan yang masih ia kepalkan.Alex tertawa mendengar perkataan gadis itu yang lucu baginya. Ia tidak menyangka jika gadis itu benar-benar mengatakan hal itu kepadanya,”Kamu lucu,” ujarnya yang belum berhenti tertawa. Terlihat jika gadis itu mengerutkan dahinya karena pria itu menertawakannya.“Seharusnya aku tidak mengatakan itu,”
Naomi’s POVAku membuka mataku dan apa yang kulihat pertama kali adalah wajah tampan Alex yang masih tertidur. Sepertinya ia tertidur ketika menemaniku semalam. Aku hendak mengulurkan tanganku untuk menganggunya, namun aku mengurungkan niatku.Akan lebih baik jika aku bangkit dari ranjang ini dan berbuat sesuatu yang berguna daripada mengusili Alex.Aku berjalan menuju toilet yang letaknya di dalam kamar ini juga. Aku melihat diriku sudut bibirku yang sobek dan pelipisku yang membiru. Jika di lihat-lihat lagi, sepertinya lebam ini bisa ditutupi dengan makeup. Aku juga melihat diriku dan leherku yang ada bekas kemerahan, aku mengernyitkan dahiku, berpikir darimana bekas kemerahan ini ku dapatkan.Dan aku terdiam begitu aku mengingat jika Alex juga mencumbu leherku. Untung sekali tidak banyak yang merah dan aku harap bekas ini bisa ditutupi dengan makeup.Aku mencuci mukaku untuk menyegarkan penampilanku yang kusam. Setelah mer
Author’s POVNaomi sedang memilah-milih sayuran sementara Alex memegang troli. Kali ini ia menyerahkan segalanya kepada Naomi karena sebenarnya ia juga tidak pandai untuk melihat kualitas bahan. Baginya yang penting tidak berulat dan tidak busuk, itu sudah cukup.Ketika Naomi meletakkan sayur tersebut di dalam troli, dua gadis mendatangi mereka yang mana ini membuat mereka bingung karena mereka tidak mengenali kedua gadis itu,“A-anu, bolehkah kami berfoto dengan kakaknya?” ujar salah satu gadis itu sembari menunjuk Alex. Melihat hal itu, Alex melirik kepada Naomi untuk melihat ekspresinya dan reaksinya jika ada gadis-gadis yang seperti ini datang kepada mereka,Dengan santainya, Naomi mengangguk kepada gadis itu dan berkata,”Boleh, sini ku fotoin,” ujarnya yang membuat Alex terperangah. Ia tidak menyangka jika gadis itu bisa sesantai itu mengatakannya. Padahal seharusnya gadis itu memencak dan memarahi gadis
Author’s POVSeharian ia bersama dengan Alex, akhirnya gadis itu pulang dengan diantar oleh Alex langsung. Langit sudah mulai gelap dan disaat itulah Alex memutuskan untuk mengantar gadis itu pulang karena pada siang hari ayahnya pasti berada di luar rumah. Begitu gadis itu sampai di rumahnya, tentu saja sang ayah, Benny sangat mengkhawatirkan dirinya dan juga ia tidak lupa berterimakasih kepada Alex yang sudah menjaga putri sematangwayangnya tersebut. Dengan sopan, Alex berpamitan dan pulang ke rumahnya.Sementara itu, Naomi masuk ke dalam rumahnya dengan Benny yang selalu bertanya kepadanya apa yang terjadi. Meskipun Benny tidak tahu gadis itu memiliki luka di wajahnya, namun terlihat dari air mukanya jika gadis itu sedang tidak baik keadaannya.“Naomi, kenapa kamu tidak menjawab ayah?” tanyanya yang sembari mengikuti Naomi yang hendak masuk ke dalam kamarnya. Mendengar nada pilu sang ayah, gadis itu berbalik dan menangis. Ia
Author’s POVSetelah beberapa hari Naomi cuti, akhirnya ia balik lagi ke kantornya. Beberapa rekannya khawatir karena ia beralasankan sakit. Gadis itu tidak banyak menjelaskan, ia hanya berkata jika dia demam dan tidak enak badan belakangan ini.Seperti janjinya, ia membuatkan bekal untuk Alex yang tadinya ia titipkan kepada Darius. Gadis itu kembali ke tempatnya dan kembali bekerja. Pekerjaannya menumpuk karena sudah beberapa hari ia tidak masuk. Tidak mengherankan jika ia sangat frustasi dengan pekerjaannya sekarang.Namun meskipun begitu, gadis itu tetap bersyukur, setidaknya ia sudah memiliki pekerjaan tetap daripada ia selama ini freelance yang gajinya tidak tetap. Setidaknya dengan bekerja di perusahaan ini, ia juga bisa mengumpulkan uang sedikit demi sedikit untuk membayar hutang sang ayah.Tidak terasa, waktu makan siang pun sudah mendatangi mereka. Perlahan dan satu persatu temannya mengajaknya untuk meninggalkan pekerjaann