Share

Bab 2

Author: BELLA
Angin malam yang lembut menerpa rambutku saat aku berdiri di luar dengan koper di sampingku. Aku akhirnya keluar dari rumah itu. Tidak jauh di depan, aku melihat sorotan lampu mobil mengarah padaku. Senyum samar terukir di bibirku karena aku langsung mengenali siapa itu.

Mobil sport merah mencolok berhenti tepat di depanku, dan seorang wanita yang tak kalah mencolok duduk di kursi pengemudi, melambai sambil menurunkan jendela. Itu Grace.

Grace bukan hanya sahabatku, tapi juga rekan bisnisku. Kami sudah tak terpisahkan sejak kuliah. Karena kami sama-sama punya ketertarikan di dunia fashion, kami memutuskan untuk mewujudkan mimpi kami dengan mendirikan Luxe Vogue, sebuah situs belanja online yang secara cepat digemari anak-anak muda. Grace memiliki mata tajam dalam desain, jadi dia bertanggung jawab atas koleksi busana, sementara aku berfokus pada perhiasan di studio kami, Atelier, yang melayani klien elit. Keahlian bisnis dan visi kreatif kami membawa kami ke jajaran para miliarder.

Ketika aku melihat senyum di bibirnya, aku tahu dia akan segera menggodaku. Kami memang terbiasa dengan lelucon dan canda tawa. Aku masuk dan duduk di kursi penumpang, memasang sabuk pengaman sambil menghela napas.

"Akhirnya kamu mau meninggalkan bajingan itu dan kembali bekerja?" Grace menggodaku dengan senyum nakal.

Aku memutar mata, "Karena dulu aku buta, tapi sekarang aku bisa melihat. Pernah dengar lagu itu?"

Grace tertawa kecil dan menyalakan mobil. "Senang akhirnya matamu terbuka. Kita punya banyak yang harus diurus, kamu tidak bisa terus teralihkan pada laki-laki yang tidak menghargaimu."

Aku menghela napas sambil menyandarkan siku ke pintu mobil dan berbicara dalam hati, ‘Oh, akhirnya. Sejak awal, Grace selalu membenci pernikahanku dengan Mark. Sekarang kami akhirnya bisa bicara bebas dan bercanda tentang itu.’

“Aku sudah bilang kan? Apa-apaan itu dengan semua baju kuno dan sepatu datarmu?”

Aku tertawa lagi, "Ayolah, aku hanya mencoba memenuhi citra sebagai ‘istri yang sempurna.' Tidak akan pernah lagi."

"Untunglah kamu keluar dari lubang itu." Aku tertawa dan memukul lengan Grace.

Dia sengaja memainkan bibirnya mengejekku, "Soalnya gayamu itu hanya kelihatan cantik buat orang buta." Aku tersenyum dan mengingat-ingat pesta yang pernah kuhadiri bersama Mark saat Mark menghina gaun cantik kesukaanku. Hinaannya melukaiku, terutama karena orang lain menyaksikannya. Dari sana, aku mulai mencoba menyenangkan semua orang, terutama Mark dan orang tuaku. Betapa bodohnya aku saat itu.

Kami tertawa dan berbicara seperti dua sahabat yang baru bersatu kembali. Perasaan bebas ini sungguh menyenangkan.

“Jadi, ke mana kita sekarang?” tanya Grace.

“Ke bandara, tentunya. Aku mendadak ingin pergi sebentar.”

“Wow, kukira kamu akan menginap di tempatku dulu,” Grace berkata sambil menaikkan alisnya.

Aku mengangkat bahu. “Cuma ingin pergi sebentar.”

Di bandara, setelah turun dari mobil, aku langsung menelepon seseorang. Tak lama kemudian, seorang pria berjas mendekat sambil menenteng tas kerja. Aku segera mengenalinya; dia adalah pengacara yang kupanggil untuk menyiapkan dokumen perceraian.

Setelah menandatangani dokumen, aku kembali ke mobil. Grace menatapku dengan penasaran.

“Itu tadi pengacara. Aku baru saja menandatangani surat cerai.”

Mata Grace membelalak, dan dia berteriak, "Apa kamu gila? Kamu benar-benar menyerahkan hak harta gono-ginimu? Dia itu miliarder! Kamu bisa dapat ratusan juta!"

Aku tertawa getir, "Tak masalah. Aku cuma ingin cerai secepatnya! Aku juga sudah jadi miliarder sendiri; tidak butuh dia buat menambah nilainya."

Grace mengangguk penuh pengertian dan menggenggam tanganku, "Aku disini untukmu, apa pun yang terjadi."

“Dan itu yang terpenting buatku,” aku tersenyum, menggenggam tangannya. Kami pasti tampak seperti dua sahabat di serial drama.

Grace kemudian keluar dari mobil, menarik koperku dari kursi belakang, dan mengangkatnya tinggi. Aku menatap langit malam dan dengan suara lantang mengumumkan, "Beri tahu semua pria single di kota ini, Sang Ratu kembali!"

“Woo-hoo! Sang Ratu kembali, saudara-saudara!!” Grace ikut bersorak.
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (13)
goodnovel comment avatar
May_maya🌸
baru mulai, dan sepertinya cerita yg menarik
goodnovel comment avatar
Nova Silvia
aku suka ma ma karakter cewe,,ngambil jln bener
goodnovel comment avatar
Haniubay
Keren sih, emang nggak seharusnya menangisi pria pecundang itu,jadi setelah bebas dari pernikahan toxic mending langsung mengepakkan saya karirmu lagi
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 343

    Aku mengangguk. "Aku ibu kandungnya, tapi dia bukan ayahnya." Dokter itu menggeleng. "Ya, Ibu bisa menjadi pendonor untuk transplantasi kalau sumsum tulangnya cocok. Tapi, aku ingin memberi tahu Ibu, sangat jarang ada orang tua biologis yang cocok. Tapi, itu nggak akan menghentikan kita. Ibu akan menjalani tes yang diperlukan untuk menentukan kecocokan." Dokter mengambil sebuah berkas dari tumpukan di mejanya. "Apa Ibu siap untuk melakukan tes kecocokan sekarang atau lebih memilih kami jadwalkan untuk hari lain?" "Sekarang saja, tolong," kataku menyeka air mata di wajahku sambil duduk tegak. Dokter membuka berkas dan mulai mengajukan beberapa pertanyaan. Di sela-sela, dia menjelaskan, "Kami perlu semua informasi ini untuk memastikan pengujian yang sukses dan akurat." "Nggak apa-apa, aku mengerti." Aku mengangguk. Dia melanjutkan bertanya dan aku menjawab dengan cepat. "Baik, Ibu bisa melakukan tesnya sekarang," kata dokter itu sambil berdiri dan melirik ke Dennis yang juga

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 342

    Sudut pandang Anastasia:Wajahku basah oleh air mata saat aku mengguncang tubuh Amie agar bangun. Aku memeluknya erat-erat dan menangis. Aku bingung dan tidak tahu harus berbuat apa.Sementara aku terisak, Dennis bergegas masuk ke kamar."Ada apa? Apa yang terjadi?" Dia bergegas ke sampingku dan langsung menatap Amie. Dia pun mengerti. Dia langsung tahu apa yang harus dia lakukan. Dia dengan cekatan mengambil Amie dari lenganku yang gemetar dan meraih kunci mobilnya. Saat dia menggendong Amie ke mobil, aku mengikutinya dari belakang, masih menangis dan memanggil nama putriku.Saat Dennis mengemudi menuju rumah sakit, sebagian perhatiannya tertuju kepadaku. "Nggak apa-apa, Ana," ucapnya seraya meremas tanganku, tatapannya tertuju kepada Amie yang kugendong. "Dia akan baik-baik saja."Saat kami sampai di rumah sakit, sebuah tandu dibawa keluar dan Amie dilarikan ke bangsal. Kami dilarang masuk bersamanya.Aku menangis di baju Dennis saat kami berdua menunggu dokter atau salah satu perawa

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 341

    Anak laki-laki itu menatap adik perempuannya dan dengan sedikit cemberut, dia melihat sekeliling, matanya mencari apa yang diinginkan adiknya.Aku melihat sekeliling dan menyadari bahwa tidak ada lagi permen. "Permennya sudah habis," gerutuku."Mestinya ada lebih banyak di dapur," jawab Dennis."Aku akan pergi mengambilnya. Tunggu di sini, aku akan segera kembali," kataku kepada Dennis dan pergi.Beberapa detik kemudian, aku mendengar langkah kaki di belakangku. Aku melihat ke belakang dan menggelengkan kepala, menyembunyikan senyumku."Apa? Aku juga mau lebih banyak permen.""Baiklah," kataku sambil tertawa pelan.Begitu kami memasuki dapur, jari-jari Dennis melingkari pergelangan tanganku dan dia menarikku agar mendekat kepadanya.Saat dia menatap mataku, tatapannya berpindah-pindah di antara mataku dan bibirku. Aku pun menggoda, "Memangnya permen itu ada di mataku?"Dengan tawa kecil, dia menundukkan kepalanya dan menyatukan bibir kami dalam ciuman yang menggairahkan.Aku mencengker

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 340

    Sudut pandang Anastasia:Lima bulan kemudian."Hai!" Aku melambaikan tangan pada salah satu teman Amie yang baru saja masuk bersama ibunya."Selamat datang." Aku menghampiri mereka. "Terima kasih sudah datang."Ibunya tersenyum. "Pilihanku cuma dua, datang ke sini atau mendengar Kayla menangis di telingaku seharian."Kami tertawa, sementara Kayla hanya bisa tersipu malu. Aku menutup pintu, lalu saat kami berjalan lebih jauh ke ruang tamu, aku melihat ibunya menatap bingkai-bingkai foto yang tergantung di dinding, sama seperti semua orang yang pertama kali masuk ke rumah kami.Sudut bibirnya melengkung membentuk senyuman kecil dan aku mengikuti arah pandangannya untuk melihat foto mana yang menarik perhatiannya. Aku menghela napas saat mataku tertuju pada pria di sampingku dalam foto itu.Dengan setelan terbaiknya, begitu katanya, Dennis berdiri sambil melingkarkan lengannya di bahuku, menatap ke arahku. Aku masih mengingat hari itu seolah baru kemarin.Fotografer sampai lelah menyuruhn

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 339

    Aku rasa mereka berdua memang bersalah dalam beberapa hal, tetapi Clara seharusnya tidak melakukan ini. Oh, dia seharusnya tidak melakukannya. Dia sudah keterlaluan.Clara tahu aku hamil anak Aiden, tetapi dia tidak mengatakan apa pun. Jika bukan demi aku, setidaknya demi bayi itu, dia seharusnya memberitahuku yang sebenarnya. Namun tidak, dia hanya diam dan menyaksikan aku berjuang sendirian membesarkan Amie.Dia ada di sana setiap malam, saat aku menangis diam-diam agar tidak membangunkan Amie karena semuanya terasa terlalu berat. Dia selalu ada di sana. Dia ada di sana, menyaksikan dengan kejam bagaimana Amie tumbuh tanpa seorang ayah.Ya Tuhan! Dia bahkan yang menenangkan Amie setiap kali putriku menangis merindukan sosok ayah!Itu semakin membuatku marah. Bagaimana bisa dia mengaku mencintai Amie, sementara dia yang merenggut bagian penting dalam hidupnya?"Kamu nggak punya pembenaran untuk semua yang sudah kamu lakukan, Clara." Suaraku bergetar, tetapi aku tetap melanjutkan, "Kal

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 338

    Sudut pandang Anastasia:Wajah Clara terpaling ke samping akibat tamparan keras yang baru saja aku layangkan ke pipinya.Dia terhuyung ke belakang, memegangi wajahnya, lalu menatap lantai dalam diam untuk waktu yang lama.Tamparan itu hanyalah hal paling ringan dari semua yang ingin aku lakukan padanya. Aku benar-benar menahan diri agar tidak melontarkan hinaan sambil menghajarnya. Namun, untuk apa? Itu tidak akan mengubah apa pun. Yang sudah terjadi tetaplah terjadi. Semuanya sudah menjadi masa lalu."Kamu akhirnya tahu." Suaranya terdengar lirih. "Dennis yang memberitahumu, 'kan?""Aku nggak percaya kamu sampai memerasnya agar tetap diam soal ini. Kamu pikir dia sepertimu? Seorang pembohong? Kamu tersenyum padaku, tapi jauh di dalam hatimu, kamu membenciku karena ...." Aku membuat tanda kutip di udara dengan jariku, lalu melanjutkan, "Merebut Aiden darimu."Clara tetap diam, tidak mengatakan apa pun."Clara, kenapa kamu tega? Kamu temanku! Aku percaya padamu. Aku menceritakan segalan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status