"Selamat siang, maaf saya sedikit terlambat."
Seth, sekretaris Jaden sendiri ikut bergabung beberapa menit sebelum meeting dimulai.
Para peserta meeting lainnya juga telah bersiap di tempatnya masing-masing untuk pertemuan kali ini. Selain dirinya, perwakilan dari divisi Media Planner, Creative Director, serta seorang Account Executive senior kepercayaan Greg juga turut serta di dalam meeting.
"Tak apa, silakan bergabung, Tuan." Greg tersenyum santai dan ramah.
Klien yang agensi dapatkan kali ini adalah seorang selebriti chef terkenal yang sedang naik daun. Greg tentu saja akan memberikan pelayanan maksimal untuk memenuhi kebutuhan klien penting tersebut.
Jaden yang memiliki begitu banyak penggemar sudah pasti akan menjadi magnet yang bagus untuk perusahaan agensi periklanan milik Greg. Ia pasti akan membawa keuntungan yang baik bagi perusahaannya.
"Baik, terima kasih untuk kepercayaan Anda pada agensi kami, Tuan Jaden. Akan kami pastikan, semua yang Anda inginkan akan kami sediakan dan siapkan semaksimal mungkin." Greg menutup meeting dengan wajah ceria.
Ia optimis dengan kepercayaan dan pilihan Jaden yang bekerjasama pada perusahaannya, nantinya akan menarik lebih banyak lagi selebriti lain untuk mengikuti jejaknya.
"Kami akan segera mulai bekerja secepat dan sebaik mungkin. Jika ada sesuatu yang mungkin Anda inginkan untuk proyek iklan komersial atau apa pun itu, Account Executive kami, William, akan dengan senang hati membantu Anda."
"Ia nanti akan menerusakan keinginan Anda pada perusahaan melalui Lilian. Dan Lilian yang kemudian akan mengurus segala kebutuhan dan semua permintaan Anda." Greg menjelaskan lebih lanjut.
"Terima kasih Tuan Greg. Aku tidak sabar ingin segera memulai proyek dengan kalian." Balas Jaden formal.
"Dengan kecakapan para karyawan Starry, aku rasa aku pasti puas dengan hasilnya nanti. Ditambah, Anda memiliki begitu banyak karyawan muda yang energik dan cantik-cantik." Jaden tersenyum lebar dan mengedipkan matanya dengan gaya kasual.
Greg tergelak menanggapi lelucon Jaden. "Benar! Bukan hanya kecantikan, tetapi juga kemampuan mereka semua layak untuk diperhitungkan. Aku dengar Anda begitu kewalahan menghadapi mereka?" Giliran Greg mengedipkan matanya untuk membalas lelucon Jaden.
"Woah! Anda benar, bukan hanya bahu, jari tangan, bahkan tubuhku tak sanggup untuk melayani mereka semua, Tuan!" Jaden memutar-mutar bahunya seolah ia telah melakukan pekerjaan yang berat.
"Haha! ... jangan biarkan orang lain salah paham dengan maksud Anda! Terima kasih sudah melayani karyawan kami yang merupakan penggemar Anda. Terima kasih juga untuk acara sesi foto dan tanda tangan yang tak terduga. Berkat Anda, karyawan kami kembali bersemangat. Haha! ..." Greg kembali tergelak.
"Anda salah satu klien kami yang berharga. Kami pastikan akan memuaskan keinginan Anda, Tuan." Greg menjabat tangan Jaden untuk menutup kesepakatan kerjasama mereka.
"Please, Jaden saja. Jangan terlalu formal padaku." Jaden menerima uluran tangan Greg dengan senyum lebar.
"Baiklah, kalau begitu, kau juga dapat melakukan hal yang sama padaku, Jaden."
"Tentu, Greg! Terima kasih."
Rombongan meeting mulai bergerak keluar untuk mengikuti Greg dari belakang. Jaden dan sekretarisnya Seth pun ikut keluar.
"Baiklah, kalian bisa mulai mengerjakan proyek untuk Tuan Jaden. Ingat untuk menyerahkan segala hasil pekerjaan kalian pada Lilian, agar ia dapat memeriksanya." Greg memerintahkan para karyawan dibidangnya untuk mulai bekerja. Setelah mengangguk, mereka undur diri untuk kembali ke tempatnya masing-masing.
"Baiklah Jaden, masih ada jadwal yang harus aku penuhi. Silakan kau bicarakan dan utarakan hal-hal yang mungkin belum tersampaikan pada meeting kita tadi pada Lilian." Greg merujuk pada Lilian yang kemudian mengangguk padanya.
"Tak masalah, terima kasih Greg," balas Jaden lagi.
Greg berbalik ke arah Lilian," Lilian, aku serahkan padamu." Greg menepuk ringan bahu Lilian, dan ia mengangguk tanda mengerti.
"Baik Tuan, Silvia yang selanjutnya akan menemani Anda. Semua jadwal Anda hari ini sudah saya sampaikan padanya."
Greg mengangguk dan kemudian berlalu meninggalkan Lilian dengan kedua pria itu.
"Tuan-Tuan mari silakan mengikuti saya. Saya akan menyiapkan kontrak dan menjelaskan isinya agar dapat segera Anda tanda tangani" Lilian memberi isyarat pada Seth dan Jaden agar segera mengikutinya.
"Baik Nona Lilian, terima kasih." Seth menjawab Lilian dengan formal. Lilian hanya mengangguk dan berjalan di depan untuk mengarahkan Jaden dan Seth.
Jaden mengamati Lilian dari belakang. Gadis yang berjalan di depannya itu tampak begitu ramping dan terlihat sangat profesional. Kekurangannya adalah tak ada sedikit pun senyum darinya. Semua gerak-gerik dan ekspresinya yang terlalu formal dan kaku itu tampak begitu mengganggunya.
Lilian membawa Jaden dan Seth ke dalam ruangannya. Sepanjang perjalanan mereka, banyak mata yang begitu berbinar dan terpesona oleh ketampanan Jaden saat ia melewati banyak meja kerja para karyawan perusahaan tersebut. Bahkan tak sedikit karyawan wanita yang refleks terpekik kecil dan berjingkrak penuh antusias saat idolanya melewati meja mereka.
"Oh My God! Lihatlah, itu Jaden! Aakh! ..."
Kikikan dan pekikan kecil yang tertahan terdengar samar-samar di sana-sini saat mereka menyusuri selasar yang penuh dengan meja para karyawan, terutama para pekerja wanita.
Jaden yang tersenyum dan melambai secara natural tampak begitu menikmati momen-momen itu. Ia telah terbiasa menerima tatapan kagum dan histeris dari para penggemar wanitanya.
Tatapan memuja dan penuh harap dari mereka membuat Jaden berbangga hati. Sudah jelas kemana pun ia pergi, para wanita pasti akan selalu mengerumuninya. Bahkan ia yakin seluruh wanita di kantor ini tak mungkin akan bisa menolak pesonanya.
Yah, kecuali mungkin hanya satu orang itu. Satu orang wanita yang tampak tak terpengaruh dengan kehadirannya sejak ia datang tadi. Wanita yang sedang berjalan di depannya itu membuatnya begitu penasaran.
"Apa ini kantor Tuan Greg?"
Seth membuka pembicaraan saat Lilian mempersilakan mereka masuk ke dalam ruangannya.
"Tidak, ini ruangan kerja saya. Saya akan mengantar kalian ke ruang tunggu jika kurang nyaman."
"Tidak, di sini saja. Aku rasa ruangan ini cukup nyaman." Jaden mulai berkeliling dan melihat-lihat isi ruangan Lilian.
"Baik, silakan duduk agar lebih nyaman Tuan-Tuan. Saya akan mempersiapkan kontrak kalian." Lilian mempersilakan para tamunya agar duduk di sofa nyaman untuk menunggunya.
Lilian bergerak menuju meja kerjanya dan bergegas memeriksa tumpukan berkas yang ada di atasnya.
"Ruanganmu sangat nyaman, Lilian." Jaden berkomentar santai.
Bukannya duduk, ia malah berjalan ringan sembari mendekati meja Lilian. Dengan natural ia mulai melihat-lihat apa saja yang menarik perhatiannya di sana.
Seth mulai menggigit bibir bawahnya. Ia hapal dengan sikap dan gerak-gerik Jaden. Untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan yang mungkin akan terjadi, Seth segera bangkit dari duduknya untuk mengikuti Jaden.
"Terima kasih, Tuan." Lilian menatap Jaden sejenak dan hanya menjawab dengan formal.
Ia sebenarnya sedikit canggung dengan situasinya saat ini. Lilian masih sibuk mencari berkas yang ia butuhkan saat Jaden akhirnya membuka suara lagi.
"Apa kau akan menikah dalam waktu dekat ini? Aku melihat ada buket pernikahan di sini. Aku penasaran seperti apa calonmu nanti." Jaden mulai usil dengan mengambil buket bunga milik Lilian yang tergeletak di sudut meja.
Lilian sejenak mengerjap. Ia merasa sedikit menyesal karena belum sempat membuang buket itu.
"Jaden, bagaimana jika kita duduk saja dan menunggu Nona Lilian untuk mempersiapkan kontrak kita?" Seth mulai waspada dan memberikan tatapan serius pada Jaden.
"Kenapa? Aku hanya mencoba bersikap ramah." Jaden tersenyum lebar sembari meletakkan buket milik Lilian ke tempat asalnya.
"Mari, silakan Tuan-Tuan." Lilian mengarahkan kembali Jaden dan Seth untuk duduk setelah ia mendapatkan berkas yang diperlukannya.
"Ini kontrak yang akan kalian tanda tangani, saya akan membacakan isinya untuk kalian." Lilian membuka berkas-berkas tersebut di atas meja agar dapat dibaca dengan mudah.
"Tidak perlu! Seth bisa memeriksa itu nanti," potong Jaden.
"Baiklah jika begitu. Silakan, Anda bisa menandatanganinya sekarang," Lilian menyodorkan berkas kontrak dan pena untuk Jaden tanda tangani.
"Bagaimana dengan kemejamu yang terciprat noda kopi tadi?" tanya Jaden tiba-tiba. Ia mengungkit lagi kejadian yang Lilian alami tadi.
"Aku lihat kau sudah mengganti kemejamu Lilian?" Jaden tersenyum sembari memperhatikan kemeja Lilian yang telah bersih.
Lilian sedikit terkejut dan sejenak mengalihkan tatapannya karena teringat kejadian yang kurang mengenakkan tadi. "Benar, saya telah menggantinya, Tuan."
Jaden menghembuskan napasnya sejenak, ia kemudian bersedekap. Melipat kedua tangannya di dadanya. "Lilian, bisakah kau tak terlalu formal dan kaku padaku? Kau lihat sendiri tadi, bahkan Greg pun dapat bersikap santai padaku."
"Jaden ..." Seth mulai memperingatkan. "Haha! Maaf, Nona, Jaden memang suka bercanda, mungkin maksudnya adalah ia tak terlalu suka dengan keadaan yang terlalu kaku dan formal, agar suasana lebih menyenangkan.""Seth, taukah kau? Ia bahkan tak pernah tersenyum atau menatapku semenjak aku datang ke kantor ini," keluh Jaden tiba-tiba. Seth yang terkejut dengan ucapan Jaden, mulai memperingati lagi dengan tatapan matanya.
Lilian bergeming, "Maaf, Tuan, saya hanya berusaha bersikap profesional," ia menjawab Jaden dengan tenang dan sesopan mungkin.
"Ck! Aku rasa hanya kau yang bersikap terlalu profesional di sini. Bukankah karyawan periklanan seharusnya tampak cerah, ceria dan menyenangkan?"
"Jaden!" Seth membelalak gemas dengan kelakuan Jaden.
"Aku akan menandatangani kontrak jika kau tak berbicara formal padaku." Jaden menatap Lilian seolah menantangnya.
Disampingnya, Seth sibuk memijit keningnya. Ia seperti pasrah dengan kelakuan Jaden yang tampak jelas sedang mencari gara-gara dengan Lilian. Ia tak tahu mengapa Jaden bersikap seperti itu.
Lilian sejenak menghembuskan napasnya perlahan sebelum berkata, "Baiklah Jaden, silakan menandatangani kontraknya, aku akan mempersiapkan minuman untuk kalian." Kali ini ia tersenyum simpul dan singkat, sebelum kemudian bangkit untuk keluar dari ruangannya.
Jaden dan Seth membeku di tempatnya. Entah mengapa senyum Lilian yang seharusnya tampak ramah tadi terkesan begitu menyeramkan di mata mereka. Mereka hanya menatap kepergian Lilian dengan tatapan seolah tak percaya. Mereka benar-benar tak menyangka dengan reaksi yang Lilian berikan.
"Waah! Ia wanita yang mengerikan!" Gumam Jaden sambil bergidik tak percaya.
____****____
"Dad ...!" panggil Lilian saat melihat Greg berdiri di depan gerbang makam sambil membawa sebuah buket bunga besar."Lilian? Jaden? Kalian kemari juga?" Greg sedikit terkejut mendapati LIlian dan Jaden yang baru saja turun dari mobil dan menghampirinya."Kau ingin menjenguk ibunya Devon, benar?" ucap Jaden."Benar, aku semalam memimpikan Ivone, istriku. Mimpi yang sangat indah dan menyentuh," ungkapnya.Lilian dan Jaden saling bertatapan. "Apa itu adalah mimpi tentang berpiknik di sebuah taman yang hangat dengan keluargamu?" tanya Jaden.Greg menatap heran pada Jaden. "Bagaimana kau ... tahu?" tanyanya takjub."Karena kami pun memimpikan hal yang sama, Dad. Untuk itu, aku akan menemui ibuku hari ini," balas Lilian."Benarkah? Kau rupanya sudah menghilangkan ketakutanmu, Lilian?" ucap Greg."Benar. Aku akhirnya berhasil mengatasinya. Dan saat ini, bukan hanya Dad dan aku yang akan mengunjungi istri dan seorang ibu, Jaden pun aka
"Syukurlah kau tak apa-apa, Sayang," ucap Jaden.Lilian dan Jaden baru saja menerima hasil pemeriksaan kondisi kehamilan Lilian. Dokter kandungan yang memeriksanya beberapa saat lalu, menyatakan kondisi Lilian baik-baik saja."Ya, junior kita pandai bertahan rupanya," ucapnya sambil tersenyum dan mengelus perutnya."Tentu saja. Ia seperti mamanya, yang turut menghajar orang-orang jahat yang berusaha mencelakai orangtuanya," balasnya."Benar," ucap Lilian sambil tersenyum geli.****Di malam hari yang tenang dan sunyi, Lilian yang terlelap dalam dekapan Jaden perlahan-lahan mulai memasuki mimpinya.Bukan mimpi buruk ataupun gelap. Melainkan mimpi yang bersinar dan hangat, sehangat mentari pagi yang menyinari sebuah taman berumput luas yang memiliki danau kecil beserta beberapa naungan pohon-pohon rindang di sekelilingnya."Hei, putri tidur ... apa kau tak ingin menikmati pemandangan hangat pagi ini?" suara lembut yan
Jaden telah bersiap dengan setelan formalnya dan sedang menatap pantulan dirinya di depan cermin. Lilian yang muncul dari belakangnya, Segera memeluk Jaden dengan hati-hati."Apa kau gugup?" tanya Lilian."Sedikit, tapi aku tidak akan menunjukkannya. Aku tak ingin dianggap tidak mampu untuk memikul tanggung jawab ini."Lilian tersenyum dan melepaskan pelukannya. "Tak akan ada yang menganggapmu begitu. Kau adalah Jaden, putra keluarga Keegan satu-satunya. Kau bersinar dalam kehidupan selebritis dan juga bidang kuliner yang merupakan karier dan pencapaianmu saat ini. Kau sudah cukup membuktikan pada mereka bahwa kau adalah pria yang sangat kompeten.""Terima kasih, Sayang," Jaden mencium pipi Lilian dengan mesra. Ia cukup mengerti untuk tidak merusak riasan istrinya yang telah cantik itu."Baiklah, jika kau telah siap, mari kita berangkat," ucap Lilian. Jaden tersenyum dan mengangguk.Setelah itu, mereka kemudian bergegas untuk berangkat ke pe
"Kurt tewas. Ia ditemukan overdosis di dalam pondoknya dua hari lalu," ucap Kevin pada Jaden dan Lilian.Kevin kini sedang duduk di hadapan Lilian dan Jaden. Setelah ia mendapat berita tentang kematian Kurt, ia segera melesat untuk menemui Jaden dan Lilian untuk mengabarkan berita tersebut."Ia memakai obat-obatan terlarang yang melampaui batas. Ia tak ada sejarah sebagai seorang pemakai sebelumnya, tapi mungkin setelah hari 'itu' ia memutuskan hal lain," lanjut Kevin.Lilian dan Jaden saling pandang dengan tatapan penuh arti. Jaden meremas lembut jemari Lilian yang sedang menggenggamnya."Kau sudah terbebas darinya, Lilian," ucap Kevin lagi.Lilian memejamkan matanya sejenak dan menghembuskan napas dengan lega. "Aku tahu, Kev, terima kasih karena telah memberitahuku," balasnya."Tak akan ada mimpi buruk lagi bagimu, Sayang," ucap Jaden sambil memeluk Lilian kemudian. Lilian mengangguk penuh haru sekaligus waspada.Ia memang telah ter
Jarvis-lah orang pertama yang mengetahui kabar menggembirakan yang Jaden dan Lilian terima pagi ini. Sama seperti pasangan itu, Jarvis pun sangat gembira mengetahui bahwa ia akan menjadi seorang kakek. Jaden yang awalnya terkejut karena kedatangan Jarvis ke dalam kamar hotel mereka, akhirmya mengerti setelah Lilian menjelaskan kepadanya. Lilian-lah yang mengundang Jarvis ke kamar mereka, agar ia dapat berbicara berdua dengan Jaden. Jaden yang sedang dalam suasana hati bahagia, tentu saja tak dapat menolak permintaan istrinya itu. "Maaf jika aku tak sopan telah memintamu datang, Dad. Tapi aku rasa cuma ini jalan yang dapat aku pikirkan agar Jaden mau bertemu denganmu," ucap Lilian sambil mengantar masuk Jarvis ke dalam ruang tamu kamar tersebut. "Tak apa, aku mengerti. Selamat atas kabar kehamilanmu. Justru aku senang karena telah datang di waktu yang tepat," ucapnya. "Terima kasih. Kemungkinan sebentar lagi, Greg ayah angkatku akan datang juga
Sudah lima hari ini sejak pertarungannya dengan Kurt berakhir, Lilian baru dapat bangun dari ranjang. Ia yang kemudian ambruk karena kelelahan secara fisik dan mental selama beberapa hari itu, hanya dapat berbaring disertai demam tinggi akibat pertarungannya itu. Greg, Devon dan Myan bahkan terkejut melihat kondisi Lilian saat mereka menjenguknya. Tubuh Lilian yang penuh dengan luka lebam itu membuat mereka shock. Mereka yang awalnya tak mengerti, akhirnya paham setelah Jaden perlahan-lahan menjelaskan tentang kejadian yang sebenarnya. "Hai ... Sayang, kau sudah kuat bangun?" ucap Jaden yang terkejut saat melihat Lilian berjalan ke arah dapur. Ia meletakkan pekerjaannya dan berhambur ke arah Lilian. "Bagaimana perasaanmu?" tanyanya sambil membimbingnya. "Aku sudah tak apa-apa. Masih terasa lemah, tapi selebihnya aku baik-baik saja," balasnya. "Duduk saja di sofa agar lebih nyaman. Aku akan membawa sarapan kita ke sana." Jaden membopong Lilian