Share

3. Terganggu

"Jaden! Ya Tuhan, apa kau sudah tak waras? Entah mengapa kau mulai berlaku tak sopan padanya. Mengapa sepertinya kau hendak mencari gara-gara?!" Seth menyemburkan kegeramannya.

"Kita di sini untuk bekerjasama dengan perusahaan ini, jadi aku harap kau tak melakukan sesuatu yang aneh lagi, apa pun itu, oke?!" Seth berani berteriak pada Jaden setelah Lilian keluar dari ruangannya.

"Seth, taukah kau? Hanya ia wanita di sini yang tak menatapku sejak kedatanganku siang tadi. Bahkan saat pertama kali ia melihatku, wanita itu tampak begitu menghindariku. Aneh!" gumam Jaden sambil seolah sedang menerka-nerka jalan pikiran Lilian.

"Bukan wanita itu. Jangan menyebutnya begitu! Namanya Lilian," ralat Seth. "Dan baguslah jika ia tak mempedulikanmu, berarti ia memiliki selera yang tinggi."

Seth mengangkat kedua bahunya. "Dan, serius kawan, jangan mencari masalah, oke?"

Jaden menggeleng, "Tidak ... tidak. Coba kau pikir, apa kau sebelumnya pernah melihat ada seorang asisten atau sekretaris yang mendapatkan ruangan sebesar ini selain di sini? Tak ada bukan?"

Jaden mengatupkan kedua tangannya, seolah berpikir. "Ah! Aku tahu sekarang, aku rasa Lilian bukan hanya sekadar asisten Tuan Greg. Wanita itu pasti memiliki hubungan yang spesial dengannya," komentar Jaden penuh selidik.

"Oh My God! Jaden! Apa kau sekarang sedang bergosip?" Seth menatap sahabatnya itu dengan ngeri.

"Tidak! Coba kau perhatikan wanita itu. Ia begitu gelap dan tak bersahabat, bagaimana bisa ia menjadi asisten dan kepercayaan pemimpin di sini?!"

"Dia profesional Jaden, di mataku ia tampak seperti wanita giat penggila kerja. Aku yakin ia hanya mementingkan pekerjaan dan tak akan tergoda dengan tipe-tipe pria semacam dirimu." balas Seth bijak.

"Atau ... ia mungkin tidak begitu peduli padamu karena kau mungkin bukan tipenya, itu sebabnya ia tak terpengaruh padamu sedikit pun. Aku rasa karena kelebihannya itulah ia akhirnya bisa mendapatkan kepercayaan lebih dari Tuan Greg, tidak ada yang aneh menurutku."

Seth menepuk pundak Jaden dengan miris, "Oh, Man. Satu-satunya yang aneh di sini adalah kau! Apa kau tahu itu? Kau terlalu memandang tinggi dirimu. Kenapa? Apa egomu terluka saat akhirnya bertemu dengan seorang wanita yang tak begitu tertarik untuk memperhatikanmu? Ck! Cepat tanda tanganilah kontrak itu"

Jaden bergidik lagi, ia menggeleng tak percaya. "Kau lihat perubahan sikapnya yang menakutkan tadi? Bagaimana pun aku memikirkannya, ia memang mengerikan!"

"Aku tak akan terpengaruh dengan wanita seperti itu. Bahkan jika hanya tinggal dirinya satu-satunya wanita yang ada di dunia ini, aku tak akan pernah mau dengannya. Aku tak akan pernah mengejar wanita seperti itu! Never!" Jaden berucap dengan yakin.

"Kau lihatlah dirinya! Ia kurus kering seperti mayat hidup, aku bahkan tak akan berpikir dua kali untuk sekadar membuang-buang waktuku dengannya!" lanjutnya dengan menggebu-gebu.

Seth menggeleng-geleng tak percaya menanggapi tingkah Jaden. Ia tak habis pikir apa yang sebenarnya sedang Jaden pikirkan tentang wanita itu.

Seth memijit keningnya dengan frustasi, "Oh, ya ampun. Sekarang kau bahkan mulai menilai penampilannya. Aku tak tahu apa yang merasukimu kawan, kau tak pernah bersikap seperti ini sebelumnya. Dan serius, tak ada yang menanyakan pendapatmu tentang Lilian, jadi hentikan apa pun yang ada di dalam pikiranmu sekarang, oke?" gumamnya heran.

"Tidak sobat, dengarkan aku dulu! Wanita itu tidak ceria, ia tidak seksi, bahkan ia tidak tahu caranya untuk tersenyum. Jika aku jadi Tuan Greg, aku tak akan pernah mempekerjakan karyawan seperti dirinya!"

"Serius, Man, ia wanita yang tidak menarik. Sama sekali! Bahkan untuk menjadi kriteria wanita simpanan sekali pun, ia jauh dari kata menarik. NOL BESAR."

"Oh My God!! JADEN!!" Seth kembali berteriak dan melotot padanya.

"Kejam sekali kau! B ... bagaimana bisa kau berkomentar seperti itu pada orang yang tak kau kenal?!" Seth tampak begitu geram dengan Jaden. "Mulutmu itu ya, seharusnya aku jahit agar ..."

Suara pintu yang tiba-tiba terbuka menghentikan ucapan Seth seketika.

Lilian yang tampak dari ambang pintu kemudian masuk dengan tenang dan membawa nampan berisi dua cangkir teh. Ia meletakkan cangkir-cangkir tersebut di hadapan Seth dan Jaden.

Seth berdehem, entah mengapa ia merasa sangat canggung. Ia takut kalau-kalau Lilian mungkin sempat mendengar percakapan mereka tadi.

"Silakan Tuan-Tuan," dengan tenang Lilian mempersilakan para tamunya untuk menikmati minuman yang sudah ia sediakan.

"Baiklah, terima kasih. Cepat sekali kau membawa minuman untuk kami. Wow! Tampaknya teh ini begitu nikmat. Haha..!" Seth yang tak dapat lagi mengontrol kegugupannya, mulai meracau dengan kikuk.

"Kami memiliki mesin minuman khusus agar minuman hangat dan segar selalu tersedia, Tuan." Lilian menjelaskan dengan tenang.

"Apa Anda sudah menandatanganinya, Tuan?" tanyanya kemudian pada Jaden.

"Sudah, ambillah."

Jaden mengumpulkan semua berkas-berkas yang sudah ia tanda tangani dan memegangnya dalam satu tumpukan rapi.

Lilian sudah hendak meraih berkas-berkas dari tangan Jaden sesaat ketika jemarinya mulai menyentuh ujung berkas tersebut, tapi Jaden tiba-tiba melepaskan semua berkas-berkas yang semula dipegangnya hingga jatuh berserakan di atas lantai begitu saja! Lebih tepatnya ia sengaja melakukan itu.

"Upps! Maaf tanganku licin." Ucapnya dengan senyuman sinis dan terlihat tanpa penyesalan sedikit pun dari raut wajahnya.

Selanjutnya, Jaden menatap tajam pada Lilian. Tatapannya seolah menantangnya dan berkata, "Apa yang akan kau lakukan sekarang?"

Seth membelalak! Mulutnya menganga begitu lebar menyaksikan kelakuan Jaden, atasan sekaligus sahabatnya itu. Ia tak menyangka Jaden akan melakukan hal sampai sejauh itu.

Lilian sejenak membeku di tempatnya, tetapi ia tak goyah. Ia hanya sedikit mengerutkan alisnya. Tak mempedulikan Seth maupun Jaden, tanpa pikir panjang ia kemudian mulai membungkuk untuk mengambil berkas-berkas yang berserakan itu.

Jaden menatap Lilian dengan tatapan yang sulit ditebak. Rahangnya ia katupkan dengan kencang. Ia mematung, hanya berdiam diri dan menyaksikan Lilian memunguti berkas-berkas yang berserakan di bawah kakinya.

Jaden memicingkan matanya sejenak saat melihat punggung wanita itu yang membungkuk di hadapannya tanpa sedikit pun terlihat lemah atau goyah.

Jelas sekarang ia sedang mempermalukannya, tetapi tampaknya wanita itu tak mudah terpengaruh dan terpancing emosinya.

Lilian dalam sekejap berhasil mengumpulkan semua berkas-berkas yang bercecer tadi menjadi satu tumpukan. 

"Baiklah, sudah saya terima berkasnya. Terima kasih sekali lagi untuk Tuan-Tuan yang telah mempercayakan kerjasama dengan perusahaan kami." Lilian tersenyum simpul dan kembali ke mejanya sendiri untuk memasukkan berkas-berkas tersebut ke dalam sebuah map.

"Tuan-Tuan, silakan pergunakan waktu Anda selama yang kalian inginkan di sini. Tak perlu merasa sungkan atau terburu-buru. Jika tak ada lagi yang bisa saya bantu, saya undur diri dulu karena masih ada banyak pekerjaan yang menanti yang harus saya lakukan. Terima kasih." Lilian sedikit mengangguk sebelum akhirnya meninggalkan mereka berdua.

Seth yang masih membeku di tempatnya seperti tak sanggup berkata-kata lagi. Ia merasa seolah nyawanya telah menghilang! Ia bahkan sampai tak tahu apa yang harus dikatakan.

Perlakuan Jaden pada Lilian membuat dirinya sendiri begitu shock. Dan semua kejadian di depan matanya tadi seolah berlalu begitu cepat.

"Ja ... Jaden ..." ucap Seth tergagap.

Lilian memeluk map berisi berkas kontrak dengan mantap. Ia berjalan tegak menuju lorong kecil yang sangat terang dengan sorotan matahari yang menembus melalui jendela kaca besar itu dengan penuh percaya diri.

Ia yakin Jaden maupun Seth masih bisa melihatnya menelusuri jalan yang menghubungkannya dengan ruangan Greg itu dengan jelas.

Beruntung, hari ini Lilian mengenakan setelan baju kerja bercelana panjangnya, sehingga ia dapat melangkahkan kakinya lebar-lebar agar dapat segera pergi dari ruangannya sendiri. 

Jika memungkinkan, Lilian sebenarnya merasa seolah ingin berlari cepat-cepat dan menghilang dari pandangan pria menyeramkan yang pasti sedang mengawasinya dari sana.

"Laki-laki berengsek!" umpat Lilian saat dirinya akhirnya berhasil masuk dan berada sendirian dalam ruangan Greg.

Hanya Lilian yang memiliki akses kunci untuk keluar masuk ke dalam ruangan Greg. Ia seketika memberosot di balik pintu, duduk dan menelungkupkan kedua lengannya di atas lututnya.

Air mata yang terasa hangat mulai turun membasahi pipinya. Lilian menangis tanpa bersuara. Ia mengingat lagi bagaimana cara Jaden menilai dan menyebut tentang dirinya tadi. Dan bagaimana ia dengan sengaja menjatuhkan semua berkas kontrak hingga berserakan untuk melihat reaksinya itu, sungguh membuatnya merasa begitu terhina dan malu.

Lilian merasa dirinya begitu menyedihkan. Entah mengapa ia yang biasanya tegar, kini merasa begitu lemah dan kecil hingga sampai meneteskan air mata hanya karena celotehan lelaki berengsek itu!

Andai bisa, ia rasanya ingin sekali menampar mulut lancang pria itu. Tetapi, keadaan jelas tak memungkinkannya untuk melakukan hal semacam itu.

"Oh! Ini sungguh menyebalkan!" rutuknya kesal.

Lilian seharusnya sudah terbiasa dengan situasi seperti ini. Bukan kali ini saja ia sering mendapati orang-orang yang menganggapnya lemah dan memandangnya dengan sebelah mata. Bahkan, tak segan untuk berlaku atau berkata kasar padanya. 

Lilian sendiri mengakui, itu karena ia memiliki beberapa keterbatasan yang menyebabkannya tak dapat bertingkah seperti wanita normal lainnya.

Tapi, bukan berarti ia juga pantas untuk diperlakukan tak adil hanya karena itu. Andai mereka bisa memahami dan tahu isi hatinya itu.

Lilian sebenarnya sudah terlatih untuk menerima itu semua. Sudah sejak lama Lilian berlatih untuk menutup diri dan membentengi dirinya sendiri dari segala hal yang mungkin akan menyakitinya dengan mudah.

"Jaden, kau sungguh pria berengsek! Jika bukan karena pekerjaan, aku tak akan pernah mau berurusan denganmu." batinnya kesal.

Ia sebenarnya merasa lebih tenang jika orang lain hanya memandangnya dengan raut aneh lalu kemudian menghindarinya. Itu akan jauh lebih baik untuknya, daripada orang tersebut menghujaninya dengan kata-kata dan perbuatan kasar yang membuatnya tampak begitu menyedihkan.

Seperti sekarang ini, seperti yang Jaden lakukan padanya. Lilian merasa kecil dan mudah ditindas. Ia masih tak habis pikir mengapa pria itu melakukan hal itu padanya?

Lilian harus menelan harga dirinya saat ia memunguti semua berkas itu tadi. Sekali lagi ia tak dapat mengerti mengapa ia mendapat perlakuan tak menyenangkan dari orang asing? Bahkan ia harus mendengar semua hinaan dan penilaian yang begitu buruk tentangnya di belakangnya.

"Stop Lilian! Bangkit dan berdirilah, jangan terpuruk karena hal kecil seperti ini!" batinnya lagi-lagi menguatkan dirinya sendiri.

Lilian memejamkan matanya. Ia mengusap sisa air mata yang tumpah. Ia tak ingin terpuruk karena sedikit kejadian yang tak menyenangkan yang ia terima dari klien perusahaannya.

Ia kemudian dengan mantap meletakkan map terakhir yang perlu Greg periksa di atas mejanya. Lalu ia menata dan memastikan kembali ruangan Greg agar tetap rapi sebelum ia mengakhiri pekerjaannya hari ini.

*******

"Da***!!!! Man! Apa yang sebenarnya kau lakukan!?" Seth memukul kemudi mobilnya begitu ia dan Jaden masuk ke dalam mobil.

"Apa kau tak waras?! Sekarang kau menjadi seorang perundung? Kau sekarang selebriti Jaden. Apa pun tindakanmu akan selalu ada konsekuensinya!" Seth benar-benar kesal dengan sikap Jaden tadi.

"Kita baru saja tanda tangan kontrak dengan perusahaan tempatnya bekerja, tetapi kau malah memperlakukan Lilian dengan buruk! Sekarang jelaskan padaku, mengapa kau memperlakukan Lilian seperti itu? Apa hanya karena ia tak memperhatikanmu? Itu membuatmu kesal?!"

"Kau bahkan yang menunjuk perusahaan itu sendiri untuk bekerjasama! Ada apa, Man?!" Seth berteriak tak percaya.

"Sudah kubilang aku tak kesal hanya karena ia tak memperhatikanku! Aku hanya kesal melihat wajahnya saja!" balas Jaden tak kalah sengit.

"Apa?! Hah?! Oh, yang benar saja! Memang ada apa dengan wajahnya?!"

"Jika kau memang tak menyukai wanita seperti dia, lalu apa pantas kau memperlakukannya dan menghinanya dengan buruk seperti itu? Itu bukan perbuatan seorang pria sejati, Man!"

"Seth! Apa kau tak lihat?! Wanita itu begitu kaku. Matanya terkadang tampak seperti orang yang sekarat, tapi gerak-geriknya mengatakan seolah ia kuat, baik-baik saja dan dapat berdiri dengan tegar."

"Itu membuatku muak! Di balik itu, kau mungkin tak akan pernah tahu wanita seperti apa ia sebenarnya. Ia wanita yang pandai mengenakan topeng!" geram Jaden.

Jaden menatap tajam keluar jendela. Pandangannya mulai menerawang, dan ia mengatupkan rahangnya. Pikirannya mulai berkecamuk. Ia paling benci dengan wanita lemah tak berdaya tetapi berlagak tegar dan baik-baik saja. terlebih jika wanita itu licik seperti ular!

Saat menatap Lilian tadi entah mengapa ia sangat tergelitik. Ia tak suka dengan ekspresi yang Lilian pasang pada wajahnya. Pikiran gilanya tiba-tiba menyuruhnya untuk melakukan sesuatu agar dapat mengubah tatapan mata dan ekspresi wanita itu.

Ia ingin Lilian memohon, menangis, terluka atau entah apa pun itu! Ia ingin mata wanita itu setidaknya menunjukkan ekspresi itu. 

"Oh! Aku sudah tak mengerti jalan pikiranmu lagi, Man." Seth menghembuskan napasnya pasrah.

Di dalam hatinya, Jaden sendiri masih yakin Lilian adalah wanita yang pandai mengenakan topeng. Terlebih lagi, ia semakin merasa kesal karena wanita itu tetap bersikap tegar dan tak tampak terluka sedikit pun walaupun tadi ia mengerjai dan membuatnya malu. Tatapan dan wajah datar wanita itulah yang sangat mengganggunya.

Ia sangat benci wanita seperti itu! Tatapan mata wanita itu sekilas mengingatkannya akan ibunya. Dan karena itu juga ia merasa sangat muak!

 "Kita pulang sekarang!" Jaden menggeram menekan amarahnya.

____****____

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Parikesit70
lanjut kakak... bagus dan seru ceritanya.. ......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status