Share

Good bye Sekar

   Randi sedang melakukan Radioterapi Eksternal diruangan khusus Radioterapi.

Tampak Pemindaian CT Scan sedang berjalan.

Radioterapi eksternal adalah jenis terapi radiasi yang dilakukan dengan mengarahkan sinar-X atau sinar proton ke bagian tubuh yang terserang kanker. 

Terapi ini tidak menimbulkan sakit dan pasien umumnya bisa langsung pulang setelah pengobatan selesai dilakukan.

Radioterapi eksternal yang dilakukan Dokter pribadi Randi selesai, Pemindaian CT Scan itu berlangsung selama 30 menit.

Randi duduk di kursi sebuah meja, dihadapannya Dokter pribadinya sedang menulis resep obat di secarik kertas resep.

"Radioterapi ini harus rutin bapak jalani, seminggu 2 kali." Ujar Dokter.

"Baik Dok." Jawab Randi.

"Saya akan memberikan beberapa obat untuk menetralkan efek samping yang akan muncul setelah Radioterapi eksternal dilakukan, bapak bisa minum obat obatannya nanti." Jelas Dokter pada Randi.

"Ingat pak Randi, bapak harus berhati hati dan menjaga kondisi bapak, disamping itu juga rutin melakukan terapi agar tumor dapat dijinakkan dan dilemahkan, untuk kemudian dihancurkan." Jelas Dokter.

"Jika bapak tidak menjaga diri, saya khawatirkan akan membahayakan diri bapak, dan saya bisa melarang pak Randi untuk menyetir mobil, apalagi dengan jarak jauh, karena dikhawatirkan mendadak sakit yang sangat seperti yang terjadi baru baru ini pada diri bapak." Jelas Dokter. Mendengar penjelasan Dokter Randi mengangguk mengerti.

"Baik pak, saya akan berusaha menjaga kesehatan tubuh saya." Ujar Randi.

"Baiklah pak Randi, untuk saat ini kita akhiri sesi pengobatan kita, sampai bertemu di terapi berikutnya." Ujar Dokter pada Randi.

Randi berdiri, lalu dia menyalami Dokter.

"Terima kasih Dok, saya permisi." Ujar Randi tersenyum, Dokter mengangguk, Randi lalu melangkah keluar dari ruangan Dokter.

   Di dalam mobilnya, Randi diam, sesaat dia berfikir untuk mendapatkan cara agar dapat cepat menyelesaikan semua yang direncanakannya.

"Aku harus cepat beresin semuanya, waktuku semakin sedikit." Gumam Randi lalu menarik nafas, pandangannya tajam. Mesin mobil menyala, Randi menjalankan mobilnya, pergi dari tempat itu.

   Di cafe Yana, tampak Yana mendekati Herry yang sedang menghitung pendapatan cafe mereka.

"Udah ada kabar dari orang yang mau beli rumahku mas ?" Tanya Yana pada Herry.

"Belum, apa aku tanya aja ya kapan pastinya ?" Tanya Herry pada Yana.

"Coba aja telpon mas." Ujar Yana yang memang sangat mengharapkan rumahnya cepat laku terjual.

Herry mengambil telepon genggamnya, lalu mengklik sebuah nama yang ada di kontak teleponnya.

Nomor Telepon Sandi (Randi) di simpan Herry saat Sandi (Randi) pertama kali menghubunginya.

"Selamat sore pak Sandi, maaf ganggu, saya Herry." Ujar Herry menelpon Randi (Sandi).

"Maaf Pak Sandi, saya mau nanyain, kapan bapak liat rumahnya ?" Tanya Herry Di telpon lagi. Terdengar suara dari seberang telpon.

"Mungkin beberapa hari lagi setelah urusan saya beres ya, nanti secepatnya saya kabari ." Jawab Randi (Sandi) dari seberang telpon.

"Baik pak, terima kasih." Ujar Herry lalu menutup telponnya.

"Apa katanya mas ?" Tanya Yana penasaran.

"Nanti dikabarinya, beberapa hari lagi katanya." Jawab Herry pada Yana.

"Nanti kabari aku ya mas kalo orang itu mau ketemuan liat rumahnya." Ujar Yana.

Mendengar itu Herry terlihat gugup, tapi berusaha disembunyikannya dan tersenyum pada Yana.

"I..iya, nanti ku kabari." Jawab Herry.

Herry menatap Yana, dalam hatinya sebenarnya Herry tak ingin Yana ikut terlibat dalam proses jual beli rumah, karena Herry khawatir jika Yana tahu kalau dia menaikkan harga jual rumah dari harga yang diberikan Yana padanya.

"Aku jemput Dewi pulang sekolah dulu mas." Ujar Yana.

"Iya, hati hati." Ujar Herry pada Yana, 

Yana kemudian pergi meninggalkan Herry yang melanjutkan kerjaannya.

   Dokter yang biasa merawat Sekar terlihat melangkah menuju ruang kamar isolasi Sekar bersama seorang Suster yang menemaninya. Suster terlihat menenteng tas obat.

Petugas jaga menemani Dokter tersebut.

Petugas jaga lalu membuka pintu kamar isolasi.

Dokter dan Suster masuk kedalam kamar Isolasi.

Didalam kamar Isolasi itu,Dokter dan Suster melangkah mendekati Sekar, saat mendekat, Dokter dan Suster kaget karena melihat darah ada dilantai ranjang/Rusbang , sementara Sekar terbujur kaku di atas ranjang/rusbang.

Dokter langsung lari mendekat ke arah Sekar, melihat Darah mengalir dan Luka menganga di leher Sekar, Dokter panik.

Dokter cepat memeriksa kondisi Sekar, Dokter menarik nafas, karena Sekar sudah tak bernyawa, mati bunuh diri.

Suster tampak tak sanggup melihat pemadangan itu.

Dokter melihat sebuah pisau lipat disamping ranjang dekat tangan Sekar, Dokter mengambil Sarung tangannya lalu memakainya, Dokter mengambil Pisau lipat yang ada darah Sekar itu.

"Penjagaa.." Teriak Dokter, Petugas jaga datang berlari karena Dokter teriak memanggilnya.

Melihat Sekar kaku dan ada darah, Petugas jaga kaget.

"Tolong amankan pisau lipat ini." Ujar Dokter yang memegang pisau lipat dengan sarung tangannya.

Pisau lipat itu ditemukan Dokter disamping ranjang dekat tangan Sekar.

"Baik Dok." Ujar Petugas jaga.

"Pakai ini saja Pak." Ujar Suster pada Petugas Jaga, Suster memberikan sebuah plastik yang diambil dari kotak obatnya. Petugas jaga mengambil plastik itu, Dokter lalu memasukkan pisau lipat kedalam plastik yang dipegang Petugas Jaga.

"Kenapa dia punya pisau lipat?!" Ujar Dokter heran.

Petugas jaga diam, lalu dia menyimpan pisau lipat itu dikantong bajunya.

"Kita harus hubungi keluarganya." Ujar Dokter pada Suster.

"Baik Dok, nanti saya hubungi ." Jawab Suster.

Tampak sangat mengenaskan, Sekar terbujur kaku dengan luka di lehernya.

Akhirnya Sekar mengakhiri hidupnya juga.

   Yana baru saja masuk kedalam rumahnya di Jetak bersama Dewi, setelah menjemput pulang sekolah Dewi.

Dewi langsung berjalan masuk ke kamarnya.

Telepon Yana berbunyi.

Yana mengambil telpon genggamnya dari dalam tas.

Melihat nomor telepon tak ada nama, Yana sesaat ragu, namun karena berbunyi terus teleponnya akhirnya Yana menerima telepon itu.

"Iyaa...betul, saya ibunya Sekar." Ujar Yana menjawab pertanyaan dari seberang telepon yang mengabarkan tentang Sekar.

"A...aa..ppaa...??" Ujar Yana dengan wajah yang penuh kaget, wajahnya tampak sedih, tubuhnya mendadak lemas, Yana terdiam.

Air matanya menetes dipipinya, tak kuasa mendengar kabar yang diterimanya itu. Tak lama Yana tersadar.

"Ii..iiyaa bu, saya kesana sekarang." Jawab Yana lalu mematikan teleponnya. Kemudian Yana terhuyung lemas, dia terduduk di kursi, menangis sejadi jadinya, menyesali atas apa yang terjadi selama ini pada Sekar, anak Pertamanya itu.

Yana menangis sedih, tak menyangka jika nasib anaknya tragis seperti itu. Yana tak dapat berkata kata, mengeluarkan suara pun ia tak sanggup, nafasnya tersengal sengal diantara isak tangis kesedihan yang mendalam. Tak lama kemudian, Yana berusaha menenangkan dirinya, menghela nafas dengan berat.

"Wiii...Dewiii.." Panggil Yana pada Dewi dengan suara parau dan lemah.

Tak ada Sahutan dari Dewi.

"Dewiiiii..." Teriak Yana memanggil lagi.

Dewi langsung keluar kamar lari mendekati Yana karena kaget mendengar teriakan Mamanya itu.

"Ada apa sih ma? Aku lagi ngerjain peer." Jawab Dewi.

"Cepat ganti bajumu, ikut mama sekarang." Ujar Yana.

Dewi heran melihat Yana yang habis menangis dan matanya sembab itu.

"Mama kenapa nangis ?" Tanya Dewi.

"Mbak Sekar..Mbak Sekar Wiii..." Ujar Yana tak dapat melanjutkan ucapannya lagi, hanya tangisan yang keluar dari mulutnya.

Melihat itu Dewi mendekati Yana.

"Mbak Sekar kenapa ma ?" Tanya Dewi bingung.

"Mbak Sekar...me..meninggal." Ujar Yana pada Dewi. Dewi yang mendengar itu kaget, Dewi pun menangis memeluk Yana.

"Mbaaak Sekaaaarrr..." Ujar Dewi dalam tangisannya. Yana berusaha menenangkan Dewi yang menangis sedih itu.

"Sudah , sudah, sekarang kamu ganti bajumu, biar kita liat mbak Sekar." Ujar Yana menenangkan Dewi. Dewi pun mengangguk , menghapus air matanya, lalu segera berlari ke kamarnya untuk segera berganti pakaian.

   Di Lokasi pemakaman, tampak orang orang ramai mengantarkan jenazah Sekar .

Sanak keluarga, famili dan teman teman Yana hadir di pemakaman itu.

Diantara yang hadir terlihat Herry berdiri disamping Yana dan Dewi, Sementara di sisi lain, dihadapan tempat Yana berdiri, Randi hadir juga di tempat itu.

Yana memberi tahukan Randi tentang meninggalnya Sekar, karena itu Randi hadir di pemakaman .

Yana dan Dewi menaburkan kembang terakhirnya ke batu nisan Sekar, Di batu nisan itu tertulis nama Sekar dengan tanggal lahir dan tanggal kematiannya. Yana terduduk diatas tumpukan tanah makam Sekar, memeluk nisan Sekar, Menangis sedih.

"Maafin mama Sekar...mama gak bisa bahagiakan kamu...Maafin mama buat kamu menderita..." Ujar Yana dalam isak tangisnya.

Randi berdiri diam menatap Yana yang menangis sedih itu. Herry memegang bahu Yana, berusaha untuk menenangkannya agar tidak larut dalam tangisan.

"Sudah, sudah, gak baik kamu kerus terusan menangisi Sekar, Sekar sudah tenang sekarang, gak ngerasa sakit lagi." Ujar Herry pelan pada Yana, Yana masih terisak nangis, Dewi pun menangis.

Herry mengangkat tubuh Yana untuk berdiri, satu persatu pelayat yang mengantar pergi meninggalkan Yana , Herry dan Dewi sambil memegang bahu Yana untuk memberikan semangat dan kekuatan. Yana berdiri lalu dipeluk Herry, dia masih menangis sedih.

Melihat Herry memeluk Yana mesra didepan matanya, membuat Randi tampak marah, sekilas tatapannya tajam memandang wajah Herry, lalu pada Yana yang ada dalam pelukan Herry.

Namun Randi cepat mengalihkan pikirannya, berusaha tenang melihat hal itu.

Herry mengajak Yana dan Dewi untuk pergi dari tempat itu, Mereka melangkah pergi meninggalkan makam Sekar.

Randi masih berdiri didepan makam Sekar, menatap ke tumpukan tanah dan batu nisan Sekar.

"Good bye Sekar." Ujar Randi ke makam Sekar. Ekspresi wajah Randi datar, tidak menunjukkan ekspresi apapun, kemudian Randi melangkah pergi meninggalkan makam Sekar.

   Dipelataran parkiran lokasi pemakaman, tampak Yana , Herry dan Dewi hendak masuk kedalam mobilnya, mas Badrun yang membawa mobil Yana pun hadir di situ.

Tak lama muncul Randi berjalan mendekati Yana.

"Yanaa...yang sabar ya, tegar. Relakan Sekar." Ujar Randi tersenyum pada Yana. Yana melihat Randi lalu mencoba untuk menatapnya.

"Terima kasih kamu udah datang." Ujar Yana pada Randi yang mengangguk, Yana dan Herry masuk kedalam mobil di ikuti Dewi.

Herry tidak sepatah katapun menyapa Randi, Randi terlihat tenang menatap mereka. Mas Badrun menghampiri Randi.

"Apa kabar Ran?" Sapa mas Badrun.

"Baik mas Badrun, tolong jaga Yana dan Dewi seperti biasa." Ujar Randi, Badrun mengangguk tersenyum lalu pergi meninggalkan Randi, mobil berjalan meninggalkan Randi, keluar dari Lokasi pemakaman. Randi memandang kepergian mereka dengan tatapan dingin.

   Hari hari Yana masih diliputin kesedihan karena meninggalnya Sekar, Yana hampir setiap hari menangis, pikirannya melayang jauh, tak ada nafsu makan sedikitpun.

Melihat kondisi Yana semakin hari yang seperti orang kehilangan semangat hidup, Herry mencoba menenangkannya.

"Kamu makan ya, gak baik menyiksa dirimu terus terusan begini." Ujar Herry.

"Kasihan Dewi melihatmu begini Yana." Ujar Herry lagi pada Yana yang masih diam terpaku, air mata mengalir dipipinya.

"Sekar pasti gak ingin melihatmu seperti ini, jangan buat Sekar sedih disana karena kamu belum bisa melepas kepergiannya." Ujar Herry.

Yana menarik nafasnya, lalu dia menghapus air matanya. Menarik nafas berat.

"Aku yang salah udah terlalu keras ke Sekar waktu tau dia hamil, kalo saja aku lebih bijak saat itu, tentu hal ini gak kan terjadi." Ujar Yana menangis tersedu.

"Sudahlah, semua sudah jalannya begini, gak baik nyalahin dirimu." Ujar Herry. Yana menghapus air matanya.

"Terima kasih udah nemani aku mas." Ujar Yana.

Herry tersenyum pada Yana. Merangkul Yana mesra.

"Sekarang kamu makan ya." Ujar Herry pada Yana, menatap wajah Yana dan tersenyum, Yana mengangguk lemah. Mereka berjalan menuju ruang makan.

Herry mengambilkan nasi dan lauk ke piring yang ada dihadapan Yana, Yana duduk dikursi meja makan.

"Makanlah." Ujar Herry memberikan piring yang berisi nasi dan lauk pada Yana.

Yana mengambil sendok, lalu berusaha untuk makan. Yana makan sambil menangis sedih.

   Telepon berbunyi, Randi melihat siapa yang menelponnya, kemudian dia menerima telepon itu.

"Iya Pak." Jawab Randi.

"Bung, kapan balik Jakarta, ada project baru yang harus kita kerjakan." Ujar Pak Ramesh Singh, Bos dirumah produksi tempat Randi bekerja.

"Baik pak, secepatnya saya balik." Jawab Randi.

"Okay bung, saya tunggu." Ujar Pak Ramesh singh lagi dari seberang telepon.

"Siap Pak." Jawab Randi lalu menutup teleponnya. Randi tampak berfikir.

   Di cafe itu, Tampak Herry sedang bertemu dengan Randi.

Tampak wajah Herry senang, sementara Randi yang menyamarkan penampilannya dengan kumis, jambang dan jenggot serta nama palsu hanya tenang santai saja duduk dihadapannya.

"Apa sekarang saja kita liat rumahnya Pak Sandi ?" Ujar Herry.

"Gak usah mas, Saya udah pernah liat sendiri rumahnya." Ujar Randi (Sandi).

"Oh begitu." Ujar Herry tak menyangka kalau Sandi (Randi) sudah melihat rumah tanpa ditemaninya.

"Iya, walau hanya dari luar, tapi saya percayakan pada mas Herry." Ujar Sandi (Randi).

"Terima kasih pak Sandi." Ujar Herry senyum.

Sandi (Randi) memberikan amplop coklat yang berisi tumpukan uang pada Herry.

"Sekarang saya kasih depe dulu lima puluh juta untuk tanda jadinya ya mas, sisanya secepatnya saya lunasi." Ujar Sandi (Randi) memberikan uang didalam amplop itu pada Herry yang menerimanya dengan perasaan senang.

"Baik Pak, kabari aja ya." Ujar Herry.

"Di hitung dulu mas uangnya." Ujar Sandi (Randi).

"Oh, iya pak." Ujar Herry sedikit gugup menerima uang itu, Kemudian Herry pun menghitung seluruh uang yang ada diamplop itu, Sandi (Randi) memandangi wajah Herry, tatapannya dingin pada Herry. Tak lama Herry selesai menghitung uangnya.

"Sudah pas Pak Sandi, terima kasih." Ujar Herry tersenyum.

"Baik mas, kalo gitu, saya pamit dulu, nanti saya kabari lagi." Ujar Randi pamit pada Sandi (Randi).

Sandi (Randi) berdiri dari duduknya, Herry menyalami Sandi (Randi) lalu mengantarkan Sandi (Randi) masuk kedalam mobilnya.

Sandi (Randi) membuka kaca pintu mobil depannya, mengangguk pada Herry yang membalas anggukannya, mobil Sandi (Randi) pun berjalan.

Didepan cafe itu Yana baru saja datang, berpapasan dengan mobil Sandi (Randi) yang pergi dari situ.

Saat melewati Yana, Yana sekilas melihat wajah Sandi (Randi) yang ada didalam mobil, bersamaan dengan kaca pintu mobil menutup otomatis, Yana memandang kepergian Sandi (Randi). Yana tampak berfikir, Herry mendekati Yana.

"Kamu terlambat Yan...pak Sandi baru aja pulang." Ujar Herry pada Yana.

"Orangnya yang barusan mas ?" Tanya Yana.

"Iya. Niih, dia kasih ini, sisanya dikabari katanya." Ujar Herry senang menunjukkan uang diamplop yang dipegangnya. Yana menoleh kejalan lagi arah mobil Sandi (Randi) pergi.

"Kayak kenal..." Gumam Yana.

"Siapa ?" Tanya Herry pada Yana, karena melihat Yana bicara sendiri dan menatap kejalanan.

"Ah, nggak Mas, beda kali, cuma perasaanku aja." Ujar Yana.

"Jadi dia udah kasih depe buat rumahku ?" Tanya Yana alihkan pembicaraan, Herry mengangguk tersenyum. Dia menunjukkan amplop berisi uang.

"Syukurlah kalo dia serius beli rumahku." Ujar Yana.

"Ya udah, kita masuk kedalam." Ajak Herry pada Yana, agar masuk kedalam cafe.

Yana mengangguk, Herry masuk kedalam cafe lebih dulu.

Saat melangkah masuk kedalam cafe, Yana kembali menoleh ke belakang, melihat kearah jalan , berfikir lagi setelah bertemu sekilas dengan Sandi ( Randi ) tadi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status