Home / Young Adult / Miss Antagonist / Ganjil yang Mengganjal 2

Share

Ganjil yang Mengganjal 2

Author: Vinnara
last update Last Updated: 2021-06-14 19:38:37

“Gue pengen pergi,” gumam pemuda itu pelan dengan kelopak mata yang terbuka perlahan. “Gue nggak suka dia ada di sini.”

Danish melirik ke samping, Pramudya duduk seperti patung hidup di sebelahnya, tidak memberi reaksi apa-apa.

“Tiap dia ada, gue nggak mau pulang.” Danish menambahkan, kendati Pramudya mungkin tidak mengerti apa maksudnya. “Tapi Mama suka banget sama orang itu, Dya.”

Dan perasaan ibunya tidak bisa dicampuri, Danish tahu dengan pasti.

“Dya...”

“Ayo pergi!”

“Gue nggak betah kalau dia ada di rumah.”

“Jangan pulang.”

Entah kenapa, meski itu terdengar tidak baik, Danish tersenyum dibuatnya. Dya memberikan hal-hal yang ingin Danish dengar. Sejujurnya, Danish tahu dia harus bagaimana, bersikap seperti apa, menerima keadaan dan membiarkan ibunya bahagia. Tapi nanti. Saat ini, dia hanya ingin dibenarkan oleh seseorang, dibela, meski tidak seharusnya.

Pasti menyenangkan sekali punya seseorang seperti itu, yang tidak akan menjadi pihak berlawanan walau Danish di posisi tidak benar sekalipun. Sayangnya, orang tersebut tidak ada.

“Ayo!” ajak Danish pada Pramudya, melupakan kegundahan di dadanya dan menarik gadis itu turun menuju garasi rumah. Danish mengenakan jaket karena mereka akan berkendara roda dua. Michiko—salah satu anaknya dengan Sayna akan membawa Danish bernostalgia.

“Mau ke mana?” tanya Dya penasaran sembari mengenakan helm di kepala. Keduanya mengabaikan teriakan yang dipertanyakan Melia dari dalam sana.

“Berisik amat yang pacaran, padahal seneng tuh ditinggal berduaan.” Danish menggerutu pelan. “Kita beli makanan Bolu,” katanya menjawab pertanyaan Pramudya. “Pegangan, ya.”

Mereka meluncur ke jalanan komplek perumahan yang tidak terlalu ramai, langit mulai mendung, tapi tidak apa-apa, perjalanan mereka tidak akan lama.

Menaiki sepeda motornya membuat Danish teringat masa-masa SMA. Dulu dia tidak punya mobil, naik motor ke mana-mana. Sebelum pacaran dengan Sayna, Danish sering membonceng gadis mana saja yang ingin ikut pulang dengannya. Mengobrol hal-hal aneh sepanjang jalan, lalu tersesat di perjalanan pulang, atau sebagian dari mereka ketinggalan, dan lain-lainnya.

Masa di mana, masalah berat itu hanya saat bertengkar dengan sahabat atau datang terlambat ke sekolah, remedial Matematika, razia barang di kelas, mencontek dan ketahuan, bukannya berkutat dengan target, pekerjaan, masalah percintaan hingga kehadiran calon ayah tiri dalam hidupnya. Bukan.

Danish ingin kembali ke sana saja.

“Dya, pegangan,” kata Danish pelan, merujuk pada seseorang yang duduk di belakang dan berjarak renggang dengannya. Dya itu kecil, kalau dia jatuh mungkin Danish tidak akan sadar. “Sayna kalau gue bonceng tangannya masuk ke saku, kayak gini.”

Dya diam saja saat Danish menarik tangannya untuk dimasukkan ke saku jaket. “Hangat, kan?”

“Iya.” Gadis itu menjawab singkat. “Memangnya gue boleh, ya?”

“Nggak sih,” jawab Danish buru-buru, lalu Pramudya menarik tangannya keluar dari saku. “Tadi cuma nyontohin aja.”

Yang boleh melakukan itu hanya Sayna saja. Sayna-nya. Bukan Pramudya. Tadi Danish cuma sedikit lupa, lagi pula mereka kan saudara.

****

Sebenarnya menyakitkan terus jadi orang yang dikenal sebagai cadangan. Terus jadi laki-laki yang menahan diri melihat gadis yang dia sukai dijamah lelaki lain. Posisi Gio sangat tidak mudah, lelaki manapun, dengan ego mereka yang setinggi angkasa, pasti tidak akan suka jika berada di pihaknya. Ini menyiksa.

Namun melepas orang yang disuka, bahkan naik level jadi orang yang disayang, yang dia jaga selama jauh dari keluarga dan orangtua, juga tidak mudah. Gio selalu meleleh ketika Sayna datang mendekat dengan segala keperluan—ya, hanya jika ada keperluan—yang  berkaitan dengan tugas kuliahnya. Bagaimana mungkin dia mengabaikan sosok jelita itu? Menatapnya penuh harap bagai kucing, berbicara lembut dan manis sekali.

Seperti saat ini.

“Aku nggak tahu harus minta tolong ke siapa lagi disaat begini. Mepet banget waktunya, Kak. Kalau besok aja, aku bisa beli.”

Gio meringis mendengar gadis itu mengutarakan hal-hal yang mengganggunya. Dia sedang minta sperma untuk bahan praktek hari ini. Dan Giovanni, meski sibuk di coass-nya dengan senang hati datang menghampiri.

Namun Sayna kapan akan sadar? Bahwa mempermainkan dan memanfaatkan orang lain itu tidak benar.

“Kakak baru aja semalam masturbasi,” ujar Gio jujur, yang langsung membuat Sayna tersentak mundur. “Kalau harus lagi sekarang, bakal agak susah sih. Jam berapa memang?”

Gadis itu berdeham dengan bola mata mengedar. “Siang sih, Kak. Habis Ishoma.”

“Bisa diatur kalau gitu.” Giovanni tersenyum pada Sayna. “Tapi lebih bagus kalau kamu juga bantu.”

Sayna kaget bukan main, dia kira image dokter muda yang tersemat pada kakak tingkatnya ini membuat Gio menjelma jadi manusia suci. Nyatanya dia hanya laki-laki, laki-laki di dunia ini—yang belum punya pasangan tapi sudah mengenal seks sejak dini, gemar melakukan masturbasi. Sementara di sisi lain, Danish—kekasihnya, bahkan tidak tahu bagaimana cara melakukan hal itu.

Danish tidak bisa mengeluarkan mani jika tidak benar-benar bermain sungguhan. Sayna sudah bekerja keras, bagaimanapun mereka mencobanya, dia tetap tidak bisa. Lalu Gio—

“Kenapa nggak bilang dari semalam? Kamu tinggal kasihin kondomnya aja, biar kakak yang kerja.” Gio terkekeh pelan melihat wajah Sayna memerah. “Kakak kira kamu bakal minta ke pacar kamu, Say.”

“Udah kok, Kak.” Sayna menyahut buru-buru. Dia tidak mau Danish selalu dapat cap tidak berguna dari kakak tingkatnya. “Ta—tapi, kita salah pake kondom.”

“Oh, ya? Kamu pake apa?”

“O-okamoto, ada spermisidanya.”

Giovanni tertawa setelah berhasil menelan es kopi yang Sayna berikan padanya. “Ya, iyalah kamu jangan pakai merek itu kalau mau memerah untuk bahan praktek, Sayna. Itu buat kalian senang-senang aja.”

Dia tertawa, seolah bisa menebak sejauh apa hubungan Danish dan Sayna. Yang tidak pernah dia tahu adalah, Danish dan kondom bukan teman baik. Pemuda itu kesusahan setengah mati memakainya, dia tidak suka, makanya merek itu Sayna pilih karena bahannya lebih tipis, terasa menempel dengan kulit, bukan plastik.

“Jam istirahat siang nanti ke kosan kakak. Atau kosan kamu aja?”

“Hah?” Sayna terperangah. Untuk apa? Kenapa dia harus ke sana?

“Kamu yang butuh bahan prakteknya, Sayna. Kamu harus ikut berkontribusi juga.”

Apa maksudnya? Apa yang Gio maksud sebenarnya?

Oh, Ayolah! Kamu bukan anak muda polos yang belum pernah mendesah dengan himpitan laki-laki, Sayna! Berhenti bertanya-tanya.

“Nanti kakak yang mampir beli kondom ke minimarket, harus dibaca dulu mana yang bisa dipakai buat praktek.”

Sayna masih diam, dia bingung harus menjawab apa.

“Say?”

“Kakak nggak bisa sendiri aja memerahnya?” cicit gadis itu pelan. Dia mungkin tampak tenang, tapi debar di dadanya menggila. Sayna merasa jantungnya sedang dipukul-pukul dengan keras. “Kakak kan... udah biasa.”

Giovanni tertawa, tawa yang tidak senang, seolah Sayna barusan menyindir—atau mengejeknya, padahal dia tidak bermaksud seperti itu. Sungguh.

“Sampai ketemu nanti siang, ya.”

Pemuda berjas putih itu pergi meninggalkannya, dan Sayna sendiri di tempat itu dengan suara batin yang bertanya-tanya.

Haruskah dia melakukannya?

To be Continued

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Miss Antagonist    Ending Sayna

    Sayna sekarang tahu bahwa Arunika merupakan putri sulung sekaligus putri satu-satunya dari Mark Tuan, seorang pria yang lahir dari wanita asli Sunda dan ayahnya berdarah Tionghoa. Pantas saja dia punya perawakan yang berbeda dengan para pribumi, meski dipanggil Gege oleh adiknya, tapi keluarga mereka sangat meninggikan kebudayaan dan adat Sunda. Mungkin karena ibu kandungnya memiliki latar belakang yang kental dengan budaya, kabarnya mereka adalah keluarga pengelola museum adat Sunda di Subang.Mark dan keluarganya menetap di Lembang, daerah Bandung yang juga dekat ke arah Subang. Dia bekerja sebagai direktur operasional perusahaan farmasi keluarga yang dikepalai oleh kakak kandungnya sebagai lulusan apoteker handal. PT Sagara Purnama adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri kosmetik dan kontrak manufaktur pertama di Subang. Itu sekilas yang Sayna tahu dari hasil pencariannya di internet mengenai latar belakang pria itu.“Sebenarnya saya ke rumah sakit

  • Miss Antagonist    Harta, Takhta dan Duda Muda

    “Sayna, Adek koas favorit Bunda, sini-sini.” Sayna menyengir pasrah ketika salah satu perawat senior memanggil namanya sambil melambai-lambaikan tangan. Sudah pasti dia akan dapat tugas tambahan. Mereka bilang, anak-anak koas adalah keset kaki karena acapkali diperlakukan semena-mena selama menjadi sukarelawan di rumah sakit. Tak jarang yang memperlakukan mereka tidak manusiawi adalah rekan-rekan seniornya sendiri. Di stase ini tentu Sayna tidak terlepas dari orang-orang dengan profesi dokter, perawat, hingga bidan dan lain-lainnya. Namun nasib anak-anak magang dari angkatan perawat dan kebidanan jauh lebih mengenaskan. Tak jarang Sayna yang harus membimbing mereka saat ada waktu senggang. “Kamu ke perina, ya. Banyak yang mau aterm hari ini.” “Baik, Bu.” Sayna menurut dengan mudah saat kepala perawat favoritnya meminta bantuan untuk membuat dia berjaga di ruang perina dan menunggu ibu-ibu yang akan melahirkan bayi. Ruang itu terhubung

  • Miss Antagonist    Arunika Yang Baru

    “Dede enakan? Boleh Ayah minta sun?” “Boleh.” Gadis kecil berusia dua tahun lebih itu mendongak untuk mengecup wajah sang ayah. “Napa?” “Nggak papa, ayah cuma mau minta sun aja. Kangen sama Dede.” “Hai, Nika...” sapa Sayna ramah, meski pada kenyataannya Arunika yang ini lebih suka pada Rafika saat mereka berkunjung untuk memeriksa keadaannya. “Udah minum susu belum, Sayang?” “Nggak mau.” Dia menggeleng lemah. Gadis kecil itu merengut, merapatkan tubuhnya pada sang ayah. “Sus, ini bisa nggak dititip sebentar? Nanny lagi makan siang di kantin, saya ada keperluan yang harus dibeli ke luar.” Sayna tersenyum dan mengangguk. “Silakan, Pak. Biar Arunika saya yang jaga.” “Wah, ini Tante susternya hafal nama Dede.” Pria itu bersorak senang. “Tunggu sebentar, ya? Ayah mau beli sesuatu, nanti Dede beli mainan baru deh, mau?” “Nggak mau.” Arunika menggelengkan kepala tanda tak setuju. “Nika mau minum susu sama tante?” tawar

  • Miss Antagonist    Memulai Hidup Baru

    Setelah bulan lalu mengakhiri masa abdinya di stase bedah, yang mana membuat Sayna merasakan pengalaman luar biasa selama berada di sana, mulai minggu ini dia mendapat giliran berjaga di stase anak. Meskipun mengingat perjuangan serta pelajaran yang dia dapat dari stase bedah sangat berharga dan beragam, Sayna lega karena bebas dari sana. Stase bedah memiliki pasien yang banyak, nyaris membludak untuk di-follow up setiap hari. Tapi di sana juga keterampilan Sayna sangat diuji. Kemampuannya menjahit luka semasa kuliah pra-klinik selama 3,5 tahun benar-benar direalisasikan. Sayna bahkan belajar menyunat di stase ini. Dan yang paling berkesan adalah melakukan operasi transplantasi kulit pada pasien luka bakar yang mana kulitnya diambil dari bagian paha dan ditanam ke punggung. Luar biasa, Sayna merasa jadi mahasiswi kedokteran betulan saat itu. Dan semuanya sudah berlalu, Sayna tidak yakin lulus di stase itu karena mahasiswa sepintar Gio saja dulu tidak mampu m

  • Miss Antagonist    Zona Aman

    Anya merasa lebih tenang sekarang, karena meski saudarinya akan merantau ke negeri orang, dia mengantongi izin untuk berkunjung ke tempat Dya belajar sesering yang dia ingin. Setelah melakukan pentas drama di depan ayah dan ibunya, Anya dikonfirmasi akan segera memiliki privat jet miliknya sendiri untuk keperluan pulang pergi melongok Dya di New York. Dan berhubung keduanya anak kembar, tidak adil rasanya jika Ranajaya hanya membelikan untuk salah satu dari mereka saja. Alhasil, Dya yang tidak berminat sama sekali pada benda bisa terbang itu pun harus ikut menerima pemberian orangtuanya. Mau tidak mau.“Aku nanti minta jadwal kamu pokoknya, biar pas kamu free aku ke sana.”Dya mengangguk mendengar permintaan saudarinya itu, sedikit lega karena Anya tampak lebih bersemangat dibanding beberapa hari yang lalu. “Kamu baik-baik, ya.”“Aku yang harusnya bilang gitu.” Anya berguling dari posisinya saat ini dan telungkup untu

  • Miss Antagonist    Berhubungan Badan

    “Lo masih mau di sini?” Suara Danish menyadarkannya kembali. “Kalau mau sama Hamam nggak papa sih.”“Eh, nggak, Nish, nggak! Gue nggak enak juga kalau harus ke kamar Dya.” Hamam salah tingkah dan mengusap tengkuknya gelisah. “Dya sama Danish aja, ya? Biar Mas Hamam di sini jagain Anya, oke?”“Oke.”Pada akhirnya Dya pasrah saat Danish membantunya mengalungkan tangan dan berjalan tertatih menuju villa tempat mereka menginap. Sementara Hamam, Anya, Arvin, Rafid dan Herdian tinggal untuk menikmati berbagai permainan yang disuguhkan. Namun setelah dua orang itu menjauh, lima anak muda itu justru tidak meneruskan niat mereka semula.“Gila, ya. Untung lo masih ada otaknya, Mam. Kalau lo ngotot bawa Dya tadi kebayang gimana patah hatinya Danish.” Herdian membuka obrolan.“Iya, kasihan gue kalau dia harus patah hati dua kali dalam waktu dekat.” Pendapat Rafid menimpali duga

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status