Setelah memergoki tunangannya bercinta dengan sahabat dekatnya sendiri, Bella hancur dan tak tahu harus pergi ke mana. Dalam kepanikan dan tangis, langkahnya membawanya ke apartemen Ren—sepupu sekaligus pria yang selalu menjadi tempat kembalinya sejak kecil. Ren menyambutnya dengan tenang, seolah sudah tahu kalau Bella akan datang di malam itu. Ia menemaninya menenggak alkohol, mencoba menenangkan hatinya yang hancur. Namun, dalam mabuk dan luka, batas keluarga tiba-tiba kabur. Bella mendapati dirinya larut dalam pelukan Ren… tanpa tahu bahwa pria itu sebenarnya sudah lama menyimpan perasaan terlarang padanya. WARNING 21+
View MoreSuara erangan itu menghantam ruangan. Desahan terdengar begitu nyaring.
"Han... ini sangat nikmat." "Apa kamu menyukainya?" "Tentu, Han. Ini sangat nikmat sekali!" Saat melihat gadis yang ada di bawahnya, pria bernama Han itu memacu pinggulnya lebih kencang. Sampai wanita di bawah nya terus mengerang penuh kenikmatan. Dan di balik pintu kamar yang sedikit terbuka, seorang gadis berdiri tegang sambil menutup mulut dengan kedua tangannya. Ia melihat di atas ranjang, tunangannya menindih tubuh seorang perempuan. Rambut panjang terurai, kukunya mencakar punggung lelaki itu dengan liar. Perempuan itu adalah sahabat terdekatnya sendiri. Bella berdiri kaku. Dunia seolah berhenti bergerak, kecuali dua tubuh yang bergumul tanpa rasa bersalah. “Han…” suaranya pecah, nyaris tak terdengar. Lelaki itu menoleh cepat, wajahnya terkejut, lalu membeku. Perempuan di bawahnya langsung menarik selimut, separuh panik, separuh masih tenggelam dalam gairah. Perih menyayat dada Bella, lebih tajam dari pisau mana pun. Rasanya dadanya terkoyak, harga dirinya diinjak tanpa ampun. Tanpa menunggu penjelasan, Bella mundur. Langkahnya kacau, air matanya jatuh begitu saja.Bella masih terisak ketika Ren meraih botol di meja, menuangkan lagi ke gelasnya.
“Bel, kan udah gue bilang dia brengsek,” suaranya rendah, nyaris serak. “Tapi lo… tolol.”Air mata Bella mengaburkan pandangannya. Ia meneguk isi gelas itu sampai habis, tenggorokannya perih, tapi jauh lebih perih hatinya.
“Aku bodoh banget, Ren…”Ren mendekat, jari-jarinya menyapu pipi Bella yang basah. “Lo nggak bodoh. Lo cuma… terlalu percaya sama orang yang salah.”
Sekejap, mereka hanya saling menatap. Sunyi. Mata Renand yang biasanya cuek kini terlihat begitu gelap, intens. Tatapan itu membuat dada Bella bergetar, membuatnya ingin mundur, tapi tubuhnya justru tak bergerak.
Pelan, Ren menariknya ke dalam pelukan. Hangat. Tenang. Tapi juga berbahaya. Bella bisa merasakan degup jantung Ren menekan pipinya.
“Sudah… jangan nangis lagi,” bisiknya.Bella mengangguk, tapi tubuhnya justru semakin bergetar. Saat ia mendongak, wajah mereka begitu dekat. Nafas mereka bertabrakan. Untuk beberapa detik, seolah ada sesuatu yang menarik keduanya semakin rapat.
Ciuman itu akhirnya jatuh, lembut, ragu. Hanya sentuhan singkat di bibir, tapi cukup membuat Bella terkejut dan menarik diri.
“Ren… kita nggak boleh…” suaranya bergetar, lebih seperti meyakinkan diri sendiri.Ren menatapnya tajam. “Boleh.”
Bella ingin bicara lagi, tapi Ren menunduk, kembali merebut bibirnya. Kali ini lebih dalam. Ada getir alkohol, ada panas amarah, ada luka yang sama-sama mereka rasakan.
Bella mendorong, tapi tangannya justru berbalik menarik kerah kemeja Ren. Ciuman itu semakin panjang, semakin liar, seolah mereka melampiaskan sakit hati dengan cara yang paling salah.
“Lihatlah, kamu bahkan tidak menyangkalnya. Jadi dalam hubungan ini kita sama-sama mencari sedikit hiburan sebelum melangkah ke pernikahan, benarkan, Bella?” suara Han terdengar tenang, tapi matanya berkilat penuh tuduhan. Bella menatapnya dingin, sorot matanya menusuk. “Selingkuh bukan hiburan, Han. Itu pengkhianatan—dan pengkhianatan tidak pernah bisa dimaafkan.” Han mendengus, wajahnya semakin mendekat. “Jadi siapa yang benar-benar berselingkuh? Kamu atau aku? Atau kita sama-sama main api?” Suaranya merendah, nyaris berbisik. “Demi kebaikan bersama, lupakan yang sudah terjadi. Mari kita lanjutkan rencana pernikahan ini.” Tangannya mencoba meraih jemari Bella. Bella menarik tangannya cepat, lalu tertawa getir. “Demi kebaikan bersama?” katanya menirukan dengan nada mengejek. “Lebih tepatnya demi kebaikanmu. Kamu takut, kan? Takut orang tuamu marah kalau tahu semua ini. Aku tahu betapa mereka menaruh harapan besar pada pernikahan kita.” Han terdiam sesaat, rahangnya mengeras.
[BERITA ONLINE--HEADLINE] Renand Xavier, CEO muda pewaris Xavier Crop, tertangkap kamera sedang berciuman dengan wanita misteius dalam ruangan gedung kantor. Indentitas wanita tersebut belum terungkap. Netizen berspekulasi kalau wanita tersebut karyawan internal, model bahkan ada yang beranggapan itu orang terdekat sang CEO. Skandal ini sontak menggemparkan dunia bisnis dan sosialita, mengingat Renand Xavier terkenal sebagai pria dingin dan tak pernah terekspos dalam hubungan asmaranya. Sebuah poto di tampilkan dengan jelas meskipun wajah keduanya di buramkan. Nampak Renand memegang pinggang gadis di poto tersebut dan bibir mereka saling bersentuhan. Renand mematikan televisi dengan remotenya, lalu bersandar santai di kursinya."Bagus, Ren. Sekarang kamu jadi selebriti," ujar Leo. "Siapa wanita itu? Kenapa aku gak tahu kalau kamu punya pacar?""Memangnya aku harua selalu melapor padamu?" balas RenandLeo melempar pandangan tak suka saat mendengar jawaban Renand."Tapi wamita di
Hari itu Bella baru saja keluar dari kantor untuk makan siang ketika ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk. “Bella, Tante mau ketemu kamu sebentar. Ada yang ingin Tante bicarakan. Bisa, kan?” Itu dari Bu Ratna, ibunya Han. Bella sempat ragu, tapi akhirnya membalas singkat: “Baik, Tante. Di mana?” Tak lama, ia sudah duduk di dalam mobil mewah berwarna hitam, dengan sopir yang membawanya ke sebuah tempat yang tak ia kenali. Sepanjang jalan, Bu Ratna tersenyum ramah, seakan tidak ada yang janggal. “Bella, kamu makin cantik saja. Tante bersyukur sekali Han memilihmu.” Suaranya hangat, tapi ada penekanan halus di dalamnya. Bella tersipu kaku. “Ah… Tante terlalu memuji.” Mobil berhenti. Ketika pintu dibuka, Bella terperanjat. Di hadapannya berdiri sebuah butik megah dengan etalase yang memamerkan gaun-gaun pengantin putih berkilau. Jantungnya berdetak kencang. “Tante… kita… kenapa ke sini?” Bu Ratna merangkul lengannya erat, seakan tak memberi ruang untuk mundur. “Sayang, waktunya
Ruang kantor itu dipenuhi sisa aroma kopi yang samar-samar. Dindingnya berlapis cat abu-abu lembut. Di belakang meja, kursi kulit hitam tinggi tampak kokoh, memberi kesan wibawa. Renand duduk sambil memegangi berkas di tangannya."Dia benar-benar manusia sampah!" ujarnya seraya mengetuk sebuah poto dengan telunjuknya.Dalam poto itu nampak Han tertawa sambil di kelilingi wanita di bar. Dan beberapa berkas rekam jejak Han dan proyek-proyek kotornya."Buat apa kamu menyelidiki dia?" ujar teman Renand, Leo. Dia yang di suruh untuk menyelidiki Han. "Setahu ku, dia tunangan Sepupumu,"Renand meletakan memembereskan poto-poto itu dan meletakan nya di laci meja kantornya."Ya, kamu benar. Pria hidung belang ini tunangan Bella." ucapnya santai."Jangan bilang kamu mau menghancurkan hububgan mereka dengan itu?" "Hubungan mereka sudah hancur sendiri tanpa campur tanganku, " ucapan Renand santai dan selalu berwibawa setiap yang mendengar pasti takut dengan auranya. "Aku hanya memastikan saja,
Pagi itu rumah terasa lebih sepi dari biasanya. Bella turun ke ruang makan masih dengan rambut tergerai acak, hanya mengenakan kaos longgar dan celana pendek. Meja makan sudah rapi, hanya ada secangkir teh hangat yang ditinggalkan Mama untuknya sebelum berangkat bersama Papa subuh tadi.Ia duduk, menyeruput teh pelan sambil menatap kosong ke arah jendela. Sunyi itu menekannya. Biasanya ada suara Papa yang sibuk menelepon rekan kerja, atau Mama yang cerewet mengatur sarapan.Namun sepi itu tak berlangsung lama.Langkah kaki berat terdengar dari arah tangga. Bella refleks menoleh dan melihat Renand turun dengan santai, mengenakan kaos hitam polos dan celana jogger. Rambutnya masih agak berantakan, tapi justru membuat wajahnya makin mencolok.“Pagi.” Suaranya datar, tapi dalam.Bella buru-buru mengalihkan pandangan. “Pagi.”Renand langsung menarik kursi di seberang, duduk sambil membuka koran yang ada di meja. “Papa dan Mama sudah berangkat?”“Udah. Subuh tadi.” Bella berusaha terdengar
Ketukan di kaca mengejutkan Bella. Ia buru-buru menarik tangannya dari genggaman Renand. Jantungnya berdegup kencang saat melihat siapa yang berdiri di luar.“Papa…” bisiknya, panik.Pak Arman membungkuk sedikit, menatap ke dalam mobil dengan wajah datar. “Kenapa lama sekali di sini? Papa tungguin dari tadi, Bella.”Bella cepat-cepat membuka pintu mobil. “I-iya, Pa. Tadi cuma… ngobrol sebentar sama Renand.” Senyumnya dipaksakan, nyaris gemetar.Renand ikut keluar dari sisi kemudi, berusaha terlihat tenang. “Om.” Ia menunduk hormat, suaranya terkendali meski matanya sedikit gugup.Pak Arman menyapu pandangan bergantian pada keduanya. Tatapannya tajam, seolah membaca ada yang tidak beres, tapi ia tidak langsung bertanya. “Kalau mau ngobrol, ngobrol di rumah. Jangan di mobil begini. Ibumu nunggu di dalam.”Bella menunduk, meremas ujung tasnya. “Iya, Pa. Kami masuk sekarang.”Renand sempat ingin membuka suara, tapi Bella menatapnya cepat, tatapan penuh peringatan agar jangan bicara macam-
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments