Hari pemilihan putri mahkota akan tiba lebih dekat dibanding yang Aquila kira. Persiapan sudah matang, Aquila sudah menyiapkan segala yang diperlukan nanti, ia bahkan sudah menyiapkan materi dari pidato terbaiknya. Begitu pula dengan Zeline, Aquila dengar, ia sudah mulai kembali aktif bersosialisasi dengan mengunjungi acara pertemuan dan juga pesta-pesta yang diselenggarakan para bangsawan. Tujuannya jelas, untuk meningkatkan citra dirinya, serta untuk menepis rumor-rumor tak berdasar.
Benar kata Ahn, Aquila tidak perlu terlalu mencemaskan masa lalu, lebih baik ia fokus dengan apa yang ia hadapi. Masa depannya, masih panjang.
"Nona Aquila." Terdengar sebuah suara memanggilnya, saat Aquila menoleh, rupanya ia adalah Rubia, Nona yang menyelenggarakan pesta yang saat ini Aquila hadiri.
"Nona Rubia." Aquila tersenyum, "Dekorasi yang kau pilih indah sekali, ini pesta yang menyenangkan."
"Ah, terima kasih, Nona Aquila." Balas Rubia yang sangat menyuka
Halooo para pembaca! Kenalin, aku Scarlet Crown, author dari 'Miss Villain and The Protagonist', kalian bisa panggil aku 'Alet'. Salam kenal semua. Sebelumnya, aku mau ngucapin banyak-banyak terima kasih untuk kalian yang udah setia baca ceritaku! (Yaa, walau aku sering lambat update, huhu.) Nggak nyangka, MVATP akhirnya bisa tembus 100.000 kata! Sorry aku norak, tapi ini suatu kemajuan banget buat aku yang sering banget banget banget kena writers block. *terharu. Oke. Aku nggak begitu jago basa-basi, jadi langsung aja, di eps spesial kali ini aku akan ngenalin profil para tokoh beserta MBTI-nya. Yeayy! *** Sedikit info, untuk yang baru tahu, MBTI (Myers-Briggs Type Indicator) adalah suatu tes kepribadian yang dirancang untuk mengetahui tentang gambaran umum mengenai kepribadian, kekuatan, dan preferensi seseorang. Dalam hal ini, aku udah menge-tes para tokohku menggunakan website 16 personalities. Kalau kalian pengen tahu MBTI k
Matahari telah menyingsing, tapi, tidak seperti hari-hari sebelumnya di mana mayoritas dari mereka memilih untuk bekerja dan beraktivitas, kali ini mereka justru berkumpul di suatu tempat, menyaksikan tiga orang pria dengan wajah tertutup berdiri di atas papan kayu besar dengan masing-masing tali simpul seukuran leher.Seakan-akan ini tontonan yang menarik, mereka memerhatikan tiga orang itu dengan saksama dan sesekali berbisik dengan sesamanya.Aquila juga hadir di sana, dengan menggunakan penampilan khas Master A, akan lebih aman baginya untuk tidak menunjukkan identitasnya. Jantungnya berdegup cepat, hanya memerhatikan dari jauh saja sudah membuat perasaannya menjadi buruk. Zero benar-benar sudah gila.Hingga tibalah ia, pemilik panggung yang tengah dipertontonkan, berdiri dengan tegap menatap mereka yang menyaksikan, mengeluarkan sepatah kata yang diucapkan dengan begitu lantangnya. "Inilah akibat mengganggu ketentraman Kekaisaran!"Rakyat berso
"Apa? kau akan bertemu dengan seorang pria?" Wajah Alaster terlihat menyembul dari depan pintu, mengintip sang adik yang sedang memakai jubahnya."Hei, kau hampir mengejutkanku!" Aquila mengomel, tak menyangka akan kehadiran sang kakak yang secara tiba-tiba."Jawab pertanyaanku, adikku, kau akan bertemu dengan seorang pria? Apa ini semacam kencan?" Alaster memberi pertanyaan bertubi-tubi. "Kau tahu, kan, sebelum berkencan dengan pria, kau harus memberitahuku dulu! Aku harus memastikan siapa dia, apa dia tampan?"Aquila menggertakkan giginya. "Kau berisik sekali!" kesalnya. "Kau, jangan banyak tanya!"Alaster hanya mengangkat kedua bahunya, tanpa rasa bersalah, "Aku kan hanya ingin tahu.""Ini untuk kepentingan rencana, tahu." Balas Aquila. "Lagi pula siapa yang mau berkencan? Waktuku terlalu penting untuk itu.""Huh, aku lega mendengarnya." Alaster menghela napas lega. "Tapi benarkan apa yang aku bilang, kau ingin bertemu seorang pria?"
Alaster menyiptkan mata, memerhatikan sang adik dari kejauhan. Adiknya terlihat sedang bercengkrama dengan dengan sosok yang tak lain dan tak bukan adalah Grand Duke Alucio. Mereka terlihat akrab. Alaster memasang wajah cemberut, memicingkan matanya tak senang, Grand Duke Alucio adalah sosok manipulatif yang tak mudah ditebak apa yang ia inginkan, Alaster tak bisa diam saja membiarkan adiknya yang polos berduaan dengan sosok seperti itu! Adiknya payah dalam hal percintaan, bagaimana jika lagi-lagi ia disakiti oleh sembarang pria? Itu dia! Alaster kembali fokus pada tujuannya saat melihat kedua orang yang sedang ia perhatikan telah menaiki kudanya, hendak pergi dari tempat ini. Alaster akan mengikuti mereka secara diam-diam. Setidaknya, Alaster harus memastikan apakah sosok Grand Duke Alucio itu layak mengencani adiknya atau justru tidak. *** Sebenarnya, tempat seperti apa yang akan mereka tuju? Ke mana pria sialan itu akan membawa adiknya?
Sebenarnya, tujuan utama Zeline adalah untuk menghadiri acara penggalangan dana ini. Ia menyumbangkan sejumlah uangnya kepada organisasi yang melakukan kegiatan kemanusiaan.Ya, tidak apa-apa ia merogoh dana pribadinya untuk ini, sebab, timbal balik yang ia dapatkan juga tidak kalah besarnya. Hal ini akan menaikkan namanya di mata rakyat."Acara ini tidak akan berlangsung lancar kalau bukan karena sejumlah dana yang disumbangkan oleh Nona Aideos. Oleh karenanya, aku sangat berterima kasih atas kemurahan hatinya." Ujar sang pembawa acara yang kalimatnya menggema lantang di dalam ruangan tertutup ini. "Oleh karena itu, kami mempersilakan Nona Aideos untuk ke mari dan berbicara beberapa kata."Zeline bangkit saat namanya disebut. Suara tepukan tangan terdengar meriah mengiringi langkahnya ke atas panggung. Zeline berkata dengan rasa percaya diri, "Sebelumnya, terima kasih sebab sudah mempersilakanku untuk berbicara.""Seperti yang telah kita sama
"Jadi begini, ya, konsep Master A itu?" Zeline bergumam, memperhatikan penampilannya di depan kaca. "Mengenakan jubah dan penutup wajah, memastikan identitasnya tidak diketahui oleh siapapun. Hmm, menarik."Saat ini Zeline sedang mengenakan penampilan yang sama seperti Master A, Zeline berputar, masih betah memandangi penampilannya lewat pantulan kaca. "Kalau hanya seperti ini sih apa susahnya?""Kalau begitu, hari ini aku yang akan menjadi Master A." gumamnya seraya berbalik, melangkahkan kakinya menuju Kapital.***Zeline melangkahkan kakinya dengan ringan, tatapannya memantau kegiatan jual beli yang sedang berlaku di Kapital ini."Apa yang harus aku lakukan sekarang? Menyapa mereka terlebih dahulu? Bertanya apakah di antara mereka ada yang butuh bantuan?" Zeline bergumam nyaris tanpa suara, ekspresinya terlihat berpikir. "Apa Master A biasanya juga bertingkah seperti itu?""Aku kan masih tidak tahu bagaimana cara bicara Master A, ti
Aquila meminum air jeruk yang baru saja ia pesan. Saat ini, seperti yang diduga, tempat yang sering Aquila kunjungi, saat ini Aquila sedang berada di dalam bar. Tidak, bukannya Aquila ingin minum bir, kok— buktinya kali ini ia hanya memesan air jeruk, alasan sebenarnya ia mengunjungi bar ini adalah karena bar merupakan salah satu tempat dimana ia dapat dengan mudahnya mendapat informasi. Pertukaran informasi kerap terjadi di sini, dan untuk hal-hal umum seperti berita yang beredar, Aquila hanya perlu duduk manis dan mendengarkan, informasi akan tersampaikan dengan sendirinya. Seperti kali ini, Aquila berusaha mati-matian untuk menjaga ekspresi wajahnya agar tetap tenang meskipun sedari tadi perasaannya tak karuan saat mendengar fakta bahwa ada orang lain yang menggunakan identitas 'Master A'. "Kau dengar? Katanya Master A secara tidak langsung sudah mengumumkan jati dirinya di depan publik." "Apa? Benarkah? Aku tidak mendengar berita tentang i
"Kenapa kau memakai identitasku?" Aquila bertanya seraya mencengkram kerah Zeline. Keributan kecil itu menarik para rakyat untuk mengerubungi, bertanya-tanya apa yang sedang terjadi, sebagian dari mereka pun saling berbisik, membuat asumsi tentang permasalahan ini. "Master A palsu? Apa maksudnya?" "Jadi, Nona Aideos sebenarnya bukanlah Master A? Dia hanya mengaku-ngaku?" "Lihatlah, Master A yang asli sudah datang, sudah aku duga ia tak akan diam saja membiarkan namanya dipakai seenaknya oleh orang lain." "Tapi, untuk apa alasan Nona Aideos membohongi kita?" Aquila menghela napas, para rakyat ini, mereka cepat sekali berkerumun saat terjadi sebuah kejadian yang bisa dijadikan gosip. Aquila kembali fokus dengan tujuannya, ia menatap Zeline dengan puas, seperti mangsa yang terkena jebakan, Zeline hanya diam tak mampu berbuat apa-apa. "Nona Zeline? Kenapa kau diam saja? Aku tanya, kenapa kau memakai identitasku?