"Lid, Lidia ...." Samar-samar kudengar suara memanggilku, lamat-lamat kubuka mataku.Pandanganku masih samar-samar, namun aku mengenali suara yang memanggil, Rani."Lidia, sudah sadar kau?" tanya Rani lagi. Sudah sadar? Apakah aku tak sadarkan diri? Aku ingat yang terjadi, waktu di acara itu, aku merasa pusing mendengar keramaian. Aku melihat salah seorang siswi duduk di pojok belakang tidak ikut bernyanyi, dia hanya terdiam. Aku bisa dengan jelas melihatnya dari samping. Wajahnya sangat cantik tapi pucat, ekspresinya datar, rambut panjangnya terurai.Ketika sedang mengamatinya, dia menoleh ke arahku, tatapan mata kami berserobok. Matanya sangat tajam dan dingin, kemudian dia menyunggingkan senyum misterius, aku tidak bisa mengartikan senyuman itu, kemudian dia menyerigai sehingga nampak gigi-giginya yang memiliki taring panjang dan tajam, lalu pandanganku gelap ...."Aduh, kepalaku pusing Ran, dimana ini?" Aku memegang kepala dan mengedarkan pandangan yang mulai jelas."Kau di UK
"Lidia, kau sudah punya pacar?" Uhuk ... uhuk ...uhuk ... Aku tersedak es teh mendengar perkataannya. Alamak, to the poin rupanya orang ini. "Eh, maaf...," kataku masih batuk-batuk kecil. "Emm, sudah punya belum?" ulangnya. "Kok, dokter nanyain itu?" yanyaku "Jangan panggil dokter, panggil saja Abang," katanya "Ah, lebih enak Dokter,"kataku sambil menyuap pentol bakso yang maknyus. "Ya sudah Abang Dokter, ya gitu saja. Kalau kau panggil dokter, serasa kau ni pasienku." "Ha ... ha ... kan, aku memang pasien Dokter sekarang." Kubuat senormal mungkin nada bicaraku, tapi orang itu menatapku tanpa berkedip, aku jadi salah tingkah. Segera kuhabiskan Baksoku agar cepat pulang. "Pulang yuk, Dok!" kataku sambil kukemasi barangku. "Baksoku belum habis," katanya santai sambil mengaduk-aduk kuah Bakso, kayaknya sengaja ni orang biar berlama-lama di sini.Sepertinya dia menunggu jawabanku. Gimana ini? "Ayo Dok, pulang. Tiba-tiba kepalaku pusing lagi ini," kataku sambil memegang kepa
Ah, apakah aku mulai terbiasa? Hari ini sudah masuk hari sabtu, anak-anak sekolah sudah terima Rapor. Kulihat siang ini banyak anak-anak dari usia TK, SD, SMP dan SMA kumpul di posko cowok. Rupanya mereka tengah mendaftar untuk kegiatan mengisi libur panjang. Ada yang mendaftar les bahasa inggris, matematika, Fisika, Kimia dan akuntansi. Ada juga yang mendaftar tari dan musik. Aku kebagian mengajar Akuntasi untuk anak SMA. Andre menjadi idola lagi di sini, banyak anak cowok belajar gitar dan harmonika. Andre mendapat sumbangan 4 gitar dari beberapa temannya yang di gunakan untuk melatih. Kudengar Andre banyak memiliki teman anak orang kaya. Malam minggu orang yang datang ke posko kami tambah meriah. Kali ini yang datang pemuda dan pemudi sekitar posko. Para cowok bernyanyi di halaman diiringi petikan gitar Markus dan Andre. Pemuda yang datang selain anak-anak SMA juga pemuda yang tidak sekolah lagi, atau ada beberapa yang pulang liburan kuliah. Aku, Rani, Gina dan Sarah bergab
🖼🏔🏞⛰🖼🖼🏞🏞🖼🖼Setelah salat Zuhur, kami makan bersama di posko. Hari sudah menunjukan pukul 2 siang. Sehabis main-main di sungai rasanya haus dan lapar. Selepas makan anak-anak cewek segera beristirahat ke posko. Hanya aku dan Gina yang masih di posko cowok, aku sengaja memintanya menemaniku di sini. Ada beberapa hal yang harus ku kerjakan, lusa jadwal eksekusi proker bidang jurusanku ekonomi masyarakat. Aku harus membuat form pendaftaran, rencananya mau membuat Koperasi Unit Desa (KUD) simpan pinjam khusus untuk pedagang pasar, selebihnya untuk perekrutan anggota bisa dikembangkan oleh pengurusnya. Form yang di ketik memang cuma sehalaman tapi harus di print 50 lembar. Serta membuat blanko pembukuan dan blanko buku tabungan. Acaranya masih hari rabu, jadi ada tiga hari untuk mempersiapkannya. Baru mengetik setengah halaman, mataku ngantuk luar biasa tidak bisa diajak kompromi, akhirnya akupun tertidur di ruang komputer.***Sayup-sayup kudengar suara anak-anak mengaji, ah ter
"Boleh nanya gak?" tanyaku."Tanya aja.""Ini, kenapa photo Rasyid banyak banget ya di kameramu? Jangan-jangan kamu suka ya sama dia?""Ah, Lidia ini ...." Bukannya menjawab, dia malah mencubitku manja."Iya, suka ya sama Rasyid?" Dia mengangguk pelan malu-malu."Sstt, jangan kuat-kuat ngomongnya, aku malu," katanya sambil menempelkan jari telunjuk kebibirnya."Ai, ngapain malu, itu Widya terang-terangan suka sama Bang Joseph gak malu." Aku berusaha berbicara normal walau hati rasanya mencelot. Ah, gini rasanya cowok yang kita taksir, ditaksir juga oleh temen kita. Sekarang aku tahu rasanya di posisi Rani dan Widya. "Rasyid itu tipe aku banget. Papaku pasti suka punya menantu seperti dia." Alamak, dia tipeku juga, marimar! Mana sudah ngomongin jadi mantu? Aku aja berpikir kalau Rasyid menyukaiku saja sudah untung."Ngapa kau tidak mengakui perasaanmu sama dia?" tanyaku. Yah, masih pura-pura tegar. Ya Allah, aku tahu bagaimana perasaan para istri yang suaminya di rebut pelakor ka
Proker ekonomi masyarakat Alhamdulillah lancar jaya. Masyarakat pedagang pasar menyambut antusias dibentuknya koperasi unit desa(KUD) yang bergerak di bidang simpan pinjam dan permodalan. Di dukung oleh dinas koperasi dan usaha kecil, KUD mendapatkan suntikan dana awal 20 juta rupiah. Pengurus sudah di bentuk, tinggal dilatih manajemen dan pembukuan. Ternyata bukan hanya pedagang saja yang mendaftar jadi anggota namun para petani juga tertarik bergabung, rata-rata mereka ingin lepas dari jeratan lintah darat yang menghisap hidup mereka dengan riba yang tak terkendali. Yah, tidak di pungkiri semua ini berkat Bang Ikhram yang memberi chanel di lembaga pemerintah, juga dukungan penuh pemerintah desa dan kecamatan. Setelah acara aku, Rani, Ilham, Gina dan Amir mampir ke warung bakso yang kami kunjungi bersama Dokter Idhar. Ngomong-ngomong tentang dokter Idhar, sudah hampir satu minggu aku tidak bertemu dengannya. Mungkin karena dia mendengar aku sudah sembuh makanya dia tidak perlu meng
"Oya, Kania ini baru lulus dari UGM ambil jurusan yang sama dengan Idhar, Kedokteran. Bedanya Idhar lulusan Unand," kata ibunya dokter Idhar. Wow, maksudnya apa toh bu? Mau pamer calon mantunya? Haddeehh auto panas nih kuping. Kucubit lagi Rani agar lekas mengakhiri percakapan yang menyiksa ini. "Oiya bu, kalau gitu kami pamit dulu, besok saja kami datang kalau Dokter Idhar ada di Puskesmas," kata Rani sambil menyalami Ibu Dokter Ilham buru-buru agar percakapan bisa di-stop. "Assalamualaikum ...," kata kami berbarengan dan buru-buru pergi, jawaban salam dari Ibu Dokter Idhar sampai tidak kami hiraukan. "Gila, ya! Ternyata Dokter Idhar sudah punya calon istri. Apa coba maksudnya ngedeketin kamu Lid?" kata Rani agak emosi setelah kami sampai di halaman depan Puskesmas. Kami berhenti di pinggir jalan utama berusaha mencari tumpangan. "Ya, nggak tahu juga, mungkin kita yang salah paham, sebenarnya dia cuma mau temenan doang." Aku menenangkan diri, padahal ... huh! Kesal banget, se
Sepanjang jalan pulang, aku hanya diam saja tak bersuara. Beberapa kali Rani berdehem dan menghela napas berat, sepertinya dia ingin bertanya apa yang tadi kami bicarakan, aku hanya menoleh sekilas padanya. Entahlah, aku jadi merasa bersalah pada Dokter Idhar. Aku tahu dia jujur jika dia dijodohkan dan menentangnya. Aku justru senang dia dijodohkan, jadi ada alasan untuk menolak perasaannya. Ah, jahat gak sih aku, nih? "Lidia, gimana kunjungannya ke rumah Dokter Idhar? Sudah jadian belum?" seru Amir setelah aku sampai posko. Sontak perkataan Amir dengan suara keras menyita perhatian semua orang, mereka pada kepo dengan masalah ini. Aku tidak menanggapi perkataan Amir langsung ngeloyor ke posko cewek, selintas kuperhatikan Rasyid sedang asyik menggergaji papan untuk plang nama. Rani tidak mengikutiku ke posko cewek, dia beralasan masih ada yang harus dikerjakan. Hais, emangnya aku percaya? Pasti dia akan bergosip masalah tadi dengan pria-pria kepo itu. Sesampainya di posko cewek ak